Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Pimpinan dan anggota DPRD Ende mempermasalahkan kebijakan baru yang dibuat pemerintah daerah terkait penandatanganan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) oleh bupati dan atau wakil bupati. Dewan berasalan, lembaga Dewan dan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah mitra sejajar. Karena itu jika bupati dan atau wakil bupati menandatangani SPPD pimpinan dan anggota DPRD maka pemerintah dan Dewan bukan lagi mitra kerja melainkan atasan dan bawahan.
Hal tersebut mengemuka dalam dengar pendapat DPRD Ende dengan Pemerintah Kabupaten Ende di ruang rapat Gabungan Komisi, Senin (18/1). Dengar pendapat dipimpin Ketua DPRD Ende Marselinus YW Petu didampingi Wakil Ketua M Liga Anwar. Hadir pula sejumlah anggota Dewan. Dari pemerintah hadir Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Abdul Syukur Muhamad dan sejumlah staf Dinas PPKAD.
Marsel petu diawal dengar pendapat mengatakan, berkaitan dengan penjabaran Peraturan Bupati Nomor 51 Tahun 2009, pada hari Jumad (15/1) sehari setelah DPRD Ende baru menetapkan peraturan daerah pimpinan mendapat penyampaian dari anggota Dewan bahwa SPPD untuk pimpinan dan anggota Dewan ditandatangani oleh bupati dan atau wakil bupati. Kondisi ini sudah dialami oleh anggota Dewan rul Rasyid saat mau melakukan perjalanan dinas. Kejadian ini sangat disesalkan dan dia mempertanyakan kenapa peraturan bupati yang diterbitkan sejak bulan Nopember dan pemberlakuannya baru dilaksanakan pada awal Januari pasca penetapan delapan buah peraturan daerah oleh DPRD Ende.
Terhadap persoalan itu, kata Petu, telah dibahas di tingkat Dewan bersama Sekretariat DPRD Ende. Keputusan yang diambil pada Jumad lalu, kata Petu adalah tidak saja anggaran untuk perjalan dinas pimpinan dan anggota Dewan tetapi seluruh anggaran DPRD Ende dikembalikan kepada Sekretariat Daerah. Hal itu karena penerbitan nomor SPPD adalah nomor Bagian Umum yang sudah diparaf oleh Sekretaris DPRD Ende. “Kami bangga, senang kalau SPPD dan semua anggaran Dewan dikelola oleh bupati karena tanpa sading dengan regulasi. Tapi semua ini berdampak.”
Menurut Petu, jika penjabaran peraturan itu oleh Sekretaris DPRD setelah berkonsultasi dengan Dinas PPKAD maka Sekretaris DPRD tidak perlu merasa bersalah. Kalau Sekwan jabarkan itu dan rasa tidak salah silahkan dijabarkan. Apalagi sudah dikonsultasikan. Sekwan tidak perlu katakan siap terima apapun konsekwensinya.”
Menyikapi persoalan ini, anggota Dewan lainnya Abdul Kadir Hasan mengatakan, keberadaan Peraturan Bupati Nomor 41/2009 tersebut tidak dia persoalkan sepanjang merujuk pada peraturan perundang-undangan.
Sejumlah peraturan yang dicantumkan dalam pasal menimbang yang tidak mengikat lembaga Dewan. Namun dalam penjabarannya di pasal lima peraturan bupati itu mengikat pemerintah dan lembaga Dewan. “Ini menjadi pertanyaan,” kata Kadir. Dikatakan, selain bupati yang berwenang menandatangani SPPD, sesungguhnya SPPD Dewan ditandatangani oleh Sekretaris DPRD. Padahal pada pasal yang sama, katanya, pimpinan dan anggota Dewan setara dengan PNS eselon IIA namun SPPD ditandatangani oleh pejabat eselon IIB. “Jadi pertanyaan anggota Dewan jalankan tugas diperintah oleh PNS eselon IIB.”
Abdul Kadir katakan, sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengisyaratkan bahwa pemerintahan terdiri atas eksekutif dan legislatif sehingga kedudukan pemerintah dan DPRD setara. “Jadi soal ketika dalam penjabarannya tidak setara lagi dengan bupati tetapi menjadi bawahan kepala daerah.”
Yulius Sesar Nonga mengatakan, berdasarkan peraturan ada pelimpahan kewenangan bupati kepada pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran dan SKPD. Bupati telah menerbitkan surat keputusan pengangkatan pejabat-pejabat tersebut. Namun dalam penjabarannya, bupati dan wakil bupati malah yang menandatangani SPPD. Menurutnya, bupati bukanlag sebagai pengguna anggaran. Oleh karena itu, kata Nonga, kalau bupati yang menandatangani dan menerbitkan SPPD maka jelas melanggar aturan.
Yustinus Sani mengatakan, setelah menyimak peraturan bupati yang ada tidak ada pasal yang menyatakan bahwa SPPD pimpinan dan anggota DPRD ditandatangani oleh bupati dan atau wakil bupati. Di dalam peraturan tersebut hanya mengatur soal besaran biaya perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD yang setara dengan pejabat eselon IIA. Namun jika dalam penjabarannya ternyata pimpinan dan anggota Dewan juga ditandatangani oleh bupati maka hal itu patut dipertanyakan.
Heribertus gani pada kesempatan itu mengatakan, dia tidak mempersoalkan peraturan bupati dimaksud sah atau tidak ditujukan kepada lembaga Dewan. Hanya saja dia meminta agar dalam pemberlakuan setiap peraturan apapun harus ada landasan pijak yang jelas. Dia juga mempertanyakan aturan mana yang membenarkan bupati menandatangani administrasi kegiatan di lembaga Dewan. Menurutnya, DPRD dan pemerintah sifatnya mitra tidak saling membawahi. Tetapi, kata Gani, SK yang diberlakukan itu implikasinya Dewan bekerja dan bertanggung jawab kepada bupati.
Dikatakan, pihak Sekretaris Dewan harusnya berkonsultasi dengan pimpinan Dewan terkait adanya peraturan kontroversi seperti itu. Langkah konsultasi itu menurutnya perlu agar dapat dilakukan langkah-langkah antisipasi lebih awal.
Kepala Dinas PPKAD, Abdul Syukur Muhamad menjelaskan, Peraturan Bupati Nomor 51 Tahun 2009 tersebut ditujukan kepada SKPD sedangkan untuk DPRD diatur tersendiri dan merujuk pada peraturan yang pernah diberlakukan pada tahun 2009 lalu. Peraturan tersebut, katanya tidak berlaku untuk pimpinan dan anggota DPRD Ende.
Peraturan tersebut, kata Syukur juga telah dikirimkan ke seluruh SKPD termasuk Sekretariat DPRD Ende pada awal bulan Desember. Dikatakan, dalam pertemuan dengan bupati pada Sabtu lalu, keberadaan peraturan bupati ini telah dibahas. Bupati dalam rapat tersebut, katanya meminta agar peraturan ini dikaji ulang untuk direvisi kembali.