Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Lebih kurang 99 persen masyarakat Kecamatan Pulau Ende yang adalah nelayan hingga saat ini masih menyandarkan hidupnya dari melaut. Kondisi ini selain disebabkan karena Pulau Ende yang sangat sedikit lahan pertaniannya juga disebabkan karena kebiasaan turun temurun masyarakat yang telah menyandarkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan dan hasil laut lainnya. Masyarakat Pulau Ende juga masih sangat terkenal dengan kebiasaan membom ikan. Namun demikian, mereka tidak melakukan pengeboman ikan di wilayah perairan Ende tetapi kebiasaan bom ikan ini selalu dilakukan di perairan luar baik di Flores Timur, Alor bahkan sampai ke Sumba.
Anggota DPRD Ende dari daerah pemilihan Ende II, Chairul Rasyid kepada Flores Pois di gedung DPRD Ende, Selasa (9/2) mengatakan, warga Pulau Ende selama ini memang mayoritas menyandarkan hidup dari melaut. Budaya melaut tersebut, kata dia tidak terlepas dari kebiasaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang yang juga adalah pelaut. Budaya bahari menurut Rasyid adalah budaya yang mengakar dalam diri warga Pulau Ende dan hal itu menampak dalam semangat kerja keras, terbuka, suka akan tantangan dan keberanian masyarakat dalam menghadapi setiap resiko sebagaimana mereka tahu bahwa berada di lautan lepas pada saat mencari ikan memang penuh dengan tantangan. “Kalau tidak pintar-pintar baca situasi nyawa bisa jadi korban,”
Omong soal budaya bahari, Rul Rasyid bilang budaya bahari masyarakat Ende umumnya dan Pulau Ende khususnya suatu waktu bisa saja hilang. Hal itu bisa saja terjadi kalau semangat bahari atau semangat masuk laut tidak terus-terusan digalakkan. Dia mengambil contoh, warga Pulau Ende yang nelayan dan mulai pindah tinggal di Ende lambat laun mulai meninggalkan pekerjaan nelayan dan beralih menjadi pegawai negeri atau wiraswasta dan meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan. Karena itu, kata Rasyid, jika semangat bahari tidak terus dikembangkan, bisa saja suatu saat, masyarakat Pulau Ende yang saat ini hampir 99 persen berprofesi sebagai nelayan bisa berangsur-angsur meninggalkan pekerjaan nelayan.
Mempertahankan budaya bahari, kata Rasyid harus didahului dengan mengarahkan seseorang lebih mencintai laut. Untuk bisa mencintai laut harus selalu mendekatkan diri dan mengenal lebih dekat laut itu sendiri. Langkah itu bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan kreatif seperti lomba renang, lomba dayung, lomba mancing bahkan lomba masakan khas hasil laut. Kegiatan-kegiatan seperti ini harus terus digalakan terutama kepada generasi muda dan anak sekolah. “saya yakin kalau semakin mereka mengenal dan mencintai laut, jelas budaya masuk laut dan budaya bahari yang sudah mengakar di masyarakat akan terus ditumbuhkembangkan,” kata Rasyid.
Ditanya terkait informasi dan pemberitaan yang menyebutkan kebiasaan bom ikan yang marak dilakukan warga Pulau Ende, Rasdyid mengatakan, hal itu memang tidak dapat dipungkiri. Di beberapa daerah di NTT sudah sering terjadi penangkapan pelaku bom ikan yang setelah diidentifikasi berasal dari Pulau Ende. “Tapi saya salut. Walau kebiasaan bom ikan itu buruk tapi mereka tidak bom di perairan Ende. Mereka selalu bom ikan di perairan luar,” katanya.
Diakui, kebiasaan bom ikan memang tidak pernah lepas dari warga Pulau Ende. Namun jika masyarakat Pulau Ende menginginkan agar budaya bahari itu tetap melekat maka mereka juga harus mulai perlahan-lahan melepaskan kebiasaan bom ikan. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat pancing dan pukat akan lebih menguntungkan. Selain dapat melindungi biota laut yang ada di dalamnya sehingga menjamin hidupnya plankton yang menjadi sumber makanan bagi ikan, menghilangkan kebiasaan bom ikan juga dapat membantu anak cucu di kemudian hari. Betapa tidak, jika laut dihancurkan mulai sekarang, jelas anak cucu nanti tidak dapat melaut lagi karena jelas tidak dapat memberikan hasil tangkapan yang bagus dan menjamin kehidupan yang sejahtera bagi mereka. Namun jika saat ini mereka mampu menjaga laut dengan tidak membom ikan, jelas akan sangat membantu anak cucu mereka karena anak cucu mereka nantinya bisa menggantungkan hidup dari hasil laut karena lautnya terawat dengan baik.
Manaf, warga Pulau Ende kepada Flores Pos mengatakan, memang tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini warga Pulau Ende yang rata-rata nelayan sering menggunakan bom untuk menangkap ikan. Tapi menurut pengamatannya, intensitas pengeboman ikan di wilayah perairan Ende akhir-akhir ini menurun drastis. Hal itu berkat bantuan dari dinas teknis terkait yang memberikan bantuan alat tangkap kepada masyarakat nelayan. Dengan bantuan alat tangkap yang memadai warga mulai meninggalkan kebiasaan penggunaan bom untuk menangkap ikan. Ke depan, dia berharap pemerintah terus menggalakan gerakan masuk laut dan memberikan bantuan alat tangkap kepada para nelayan guna meminimalisir penggunaan bom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar