Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Sejak 1-18 Januari 2010 ini, dana operasional DPRD Ende tidak ada. Kondisi ini mengakibatkan sejumlah kendaraan dinas baik kendaraan dinas pimpinan Dewan maupun kendaraan operasional Dewan lainnya tidak dapat dialokasikan dana untuk pengisian bahan bakar minyak (BBM). Akibatnya, pimpinan DPRD Ende terpaksa menggunakan kendaraan pribadi untuk ke kantor. Bahkan ketua DPRD Ende harus menggunakan ojek dari rumah dinas ke kantor DPRD Ende di Jalan El Tari.
Kondisi ini dibenarkan Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu saat ditemui Flores Pos di ruang kerjanya, Senin (18/1). Marsel Petu mengatakan, dana operasional DPRD Ende tidak ada sehingga untuk operasional di Dewan, pimpinan menggunakan kendaraan pribadi untuk ke kantor. Petu juga mengakui dia harus menggunakan ojek waktu ke kantor pada Senin itu.
Diakuinya, secara disiplin anggaran, sangat bersyukur karena DPRD Ende telah menetapkan Peraturan Daerah APBD Tahun Anggaran 2010 tepat pada waktunya yakni 31 Desember 2009. terkait implementasi anggaran menjadi kewenangan pemerintah sesuai dengan norma-norma anggaran dan akuntabilitas anggaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Dari sisi siklus anggaran, kata Petu, lembaga Dewan sudah disiplin dan dalam implementasinya atau sahnya suatu produk adalah setelah 15 hari dimasukan dalam lembaran daerah.
Dalam pelaksanaan, katanya, DPRD juga telah menunjukan bukti disiplin anggaran dengan baik di mana tidak satupun pos angaran yang dialokasikan di dalam APBD 2010 dimanfaatkan sebelum penetapan. Bahkan hingga ditetapkan sampai saat ini pun, Dewan belum menggunakan anggaran. Kondisi ini, kata Petu mengakibatkan kendaraan operasional pimpinan juga belum bisa digunakan karena ketiadaan biaya membeli BBM.
“Dampak dari itu ketiga pimpinan Dewan datang ke kantor dengan kendaran pribadi. Bahkan sekali-kali diantar ojek. Berkaitan dengan ini apakah tugas dan fungsi DPRD harus mandek hanya karena uang operasional belum ada. Dari tanggal 1-18 Januari tugas dan fungsi Dewan tetap berjalan walau kebijakan pimpinan dan anggota Dewan untuk menggunakan biaya operasional dan perjalanan dengan gunakan biaya sendiri,” kata Petu. Sebagai pimpinan, tetap memberikan penegasan kepada anggota Dewan untuk menanggapi kondisi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pengawasan dan pembinaan kemasyarakatan tanpa menggunakan surat perintah perjalanan dians (SPPD).
Petu mensangsikan, ketika DPRD Ende betul-betul melaksanakan disiplin anggaran apakah di sisi lain pemerintah juga mengimbangi disiplin anggaran dengan tertib anggaran mengingat bupati, wakil bupati dan SKPD tetap melalukan perjalanan-perjalanan juga sudah dilakukan operasional. Tentu di sana ada kiat dan strategi dalam pemanfaatan namun hal itu belum diketahuinuya. Namun demikian, katanya, muncul pertanyaan apakah hal ini hanya berlaku untuk pemeritah saja dan tidak berlaku pada lembaga Dewan.
Berkaitan dengan akuntabiltas anggaran, pimpinan berdasarkan pos anggaran DPRD dengan kebutuhan operasional dalam tahun berjalan dapat digunakan sejauh mana dapat dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban terhadap beban pos yang dialokasikan yangh telah ditetapkan dalam APBD kecuali terjadi penganggaran baru atau melebihi pagu yang ditetapkan. “Itu baru dikatakan pelangaran atau tidak disiplin.”
Namun, katanya, kendala seperti ini perlu ada respek dan respon pemerintah yang memiliki kewenangan pengelolaan terhadap alokasi dan besaran anggaran untuk Dewan. Respek pemerintah terhadap Dewan sebagai mitra dalam menjalankan fungsi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat sehingga tidak terkesan berat sebelah. “Kok dalam setiap momen hanya pemerintah saja yang tampil. Dwewan kehilangan momen tertentu dalam kemasyarakatan hanya karena tidak ada uang dalam pelaksanaan.”
Menyikapi kondisi ini, pada Senin kemarin juga digelar dengar pendapat dengan pemerintah yang dihadiri Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Abdul Syukur M didampingi sejumlah staf.
Skenario Besar Bunuh Karakter Dewan
Pada kesempatan ini, Heribertus Gani mengatakan, saat menerima tugas dari pimpinan dan melaksanakan tugas-tugas komisi alami hambatan sarana pendukung akibat ketiadaan bahan bakar. Bahkan, hasil pantauan Ketua DPRD gunakan ojek dan saat ditelusuri mobil EB 4, EB 7 dan EB 10 milik tiga pimpinan dan mobil Dewan lainnya ketiadaan bahan bakar. Namun kondisi ini menurut Gani bertolak belakang dengan pemerintah yang berbondong-bondong hingga 30-an kendaraan dalam salah satu kegiatan. Benturan seperti yang dialami Dewan ini, kata Gani tidak dialami oleh pemerintah. Kondisi ini dilihatnya ada diskriminasi.
Bahkan Gani mengatakan, ada skenario besar yang dimainkan untuk membunuh karakter secara kelembagaan dan orang-perorangan. Hal itu nampak ketika ada undangan dari masyarakat pimpinan dan anggota Dewan harus datang terlambat bahkan tidak dapat hadir karena kondisi seperti yang dialami saat ini.
Abdul Kadir Hasan mengatakan, jika taat asa maka implementasi 15 hari setelah APBD ditetapkan namun sampai 18 hari penetapan ada kevakuman aktifitas di DPRD Ende baik perjalanan dalam daerah maupun ke luar daerah. “Kalau taat asas jangan diskriminatif.” Menurutnya, bupati melakukan perjalanan dinas dengan fasilitas negara dan kondisi ini jelas ada konsekwensi pada anggaran. Menurutnya, dengan kondisi ini kemitraan yang disampaikan bupati bersifat semu tidak diaplikasikan. “Kalau seperti ini kita tidak lagi mitra tapi boleh saya katakan kita kibarkan bendera ‘perang’ karena lembaga Dewan tidak dihargai,” kata Abdul Kadir.
Yustinus Sani merasa heran bahwa tahun 2010 ini ada ketentuan selama 15 hari setelah penetapan APBD di mana belum dilembar daerahkan anggaran tidak dapat digunakan. Padahal, ada ketentuan yang menyatakan bahwa jika sampai 31 Desember APBD belum ditetapkan maka dapat digunakan dengan tetap merujuk pada APBD tahun sebelumnya. Untuk itu dia meminta kepada Dinas PPKAD untuk secepatnya mencairkan dana untuk DPRD Ende.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ende, Abdul Syukur Muhamad pada kesempatan itu menjelaskan, terhambatnya pengalokasian APBD karena pada beberapa SKPD perlu penyesuaian angka-angka terkait struktur APBD di SKPD bersangkutan. Selain itu, belum adanya keputusan bupati menyangkut pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran dan bendaharawan. Diakui, drafnya sudah ada namun ada sejumlah bendaharawan yang mengundurkan diri termasuk bendaharawan di Sekretariat DPRD Ende. Untuk itu dibutuhkan pengganti dan untuk memindahkan staf dibutuhkan SK bupati.
Abdul Syukur juga membantah adanya sinyalemen bahwa ada sejumlah SKPD yang telah menggunakan angagran 2010 karena hingga saat ini belum ada SKPD yang menggunakannya. Namun untuk kegiatan mendesak, katanya SKPD bisa mengajukan surat permohonan pinjaman kepada bupati dengan rincian penggunaan yang jelas. Dari situ dapat mempermudah diterbitkannya SP2D. “Penggunaan APBD 2010 bisa fleksibel dengan ajukan permohonan kepada bupati.”
Dia juga membantah adanya sinyalemen dari anggota Dewan soal adanya skenario untuk membunuh karakter lembaga Dewan. Bantahan yang sama juga disampaikan Sekretarisd DPRD Ende, Suka Damai Sebastianus. Menurutnya sebagai pemegang kendali internal Dewan tidak pernah rekayasa skenario untuk membunuh karakter Dewan baik secara lembaga maupun orang perorangan. Keberadannya di lembaga Dewan justru untuk membangun sistem dalam mendukung keberadaan lembaga Dewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar