Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Komisi B DPRD Ende meminta pihak dinas mengembalikan dana yang dipungut dari 160 sekolah penerima dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan tahun 2009. permintaan pengembalian dana tersebut dilakukan karena Komisi B menilai pungutan tersebut tidak ada dasar hukum dan dianggap pungutan liar. Lagipula akibat adanya pungutan tersebut telah berpengaruh terhadap kualitas atau mutu pekerjaan maupun volume pekerjaan.
Hal itu terungkap dalam dengar pendapat Komisi B dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) menyikapi sejumlah persoalan dalam pelaksanaan pekerjaan di sekolah-sekolah penerima DAK pendidikan 2009. Rapat dengar pendapat di ruang rapat Gabungan Komisi, Selasa (22/12) dipimpin Ketua Komisi B, Abdul Kadir Hasan MB dan dihadiri anggota Komisi B, Arminus Wuni Wasa, Astuti Juma dan Sudrasman Arifin Nuh. Dari Dinas PPO hadir Sekretaris Dinas PPO, Yeremias Bore, Kepala Bidang TK/SD, Kanisius She, Kepala Seksi Sarana Prasana, Jhon Ambo dan sejumlah staf dari Dinas PPO.
Kanisius She pada kesempatan itu menjelaskan, pelaksanaan pekerjaan fisik DAK 2009 telah mencapai 75 persen. Pencairan dana untuk 160 sekolah penerima Dak telah memasuki pencairan tahap kedua. Dalam pencairan dana tahap kedua ini, kata She, ada empat sekolah yakni SD Woloara, Kecamatan Kelimutu, SDI Onekore V Kecamatan Ende Tengah, SDK Kanganara dan SDK Puukungu Kecamatan Nangapanda yang secara fisik belum memenuhi persyaratan untuk pencairan tahap kedua. Namun atas pertimbangan bersama dengan konsultan dan prediksi pelaksanaan dnegan melihat ketersediaan material di lokasi agar mempermudah dan memperlancar pekerjaan dan tidak menghambat maka keempat sekolah ini juga ikut dicairkan dana tahap keduanya. “jadi dari 160 sekolah semuanya sudah dilakukan pencairan tahap kedua,” kata She. Dia mengakui, untuk SD Kanganara dan Puukungu kondisi topografinya agak sulit sehingga dana dicairkan untuk memperlancar pekerjaan.
She juga mengatakan, dari sejumlah monitoring dan laporan terdapat beberapa temuan dan ada beberapa yang sudah ditindaklanjuti. Dia mengambil contoh laporan di SD Wolotopo, setelah dicek akhirnya dilarang menggunakan kayu yang tidak sesuai bestek. “Kita sampaikan kepada pengelola DAK untuk ganti kalau ada temuan yang tidak sesuai bestek.” Dia juga mengatakan, dalam kaitan dengan proses penentuan konsultan perencana dan pengawas semuanya diserahkan kewenangan kepada kepala sekolah. Hal itu mengingat pengelolaan dana ini bersifat swakelola. Hanya saja dalam penghitungan pajak baik PPN/Pph maupun pajak galian golongan C, dinas intervensi dalam melakukan penghitungan.
Terkait pungutan Rp300 ribu dari setiap sekolah penerima DAK, kata She, memang dilakukan pihak dinas. Diakui, pungutan yang sama jika dibandingkan dnegan kabupaten lain seperti Sikka dan Nagekeo juga melakukan pungutan yang sama. Bahkan di Kabupaten Sikka, kata dia, pungutan untuk dana taknis operasional di dinas dimasukan di dalam RAB.
Terkait pungutan ini, Jhon Ambo mengatakan, pungutan itu dilakukan atas kesepakatan dinas dengan para kepala sekolah. Pada waktu itu, seluruh kepala sekolah bersepakat menyetor Rp300 ribu untuk pengurusan dokumen pencairan dana. Diakui, untuk pencairan dana membutukan dokumen SPPB dan jika tidak aka dana Rp17 miliar bisa tidak dapat dicairkan. Sebelumnya, dinas pernah mengalokasikan Rp412,500 juta dan kemudian diusulkan lagi penggunaan dana Silpa sebelum penetapan senilai Rp677,200 juta. Dalam perjalanan, karena untuk pembuatan dokumen SPPB membutuhkan dana dan pihak sekolah menyerahkan pengurusan dokumen itu dilakukan oleh dinas maka mereka bersepakat untuk menyerahkan dana Rp300 ribu per sekolah. “Dana itu mereka serahkan untuk bantu mereka sendiri. Dasar hukumnya memang tidak ada tapi atas dasar kesepakatan untuk membantu mereka sendiri untuk bantu lengkapi dokumen karena ketiadaan dana,” kata Ambo.
Abdul Kadir mengatakan, dana yang telah dialokasikan senilai Rp1 miliar lebih dikatakan tidak cukup untuk pembiayaan kegiatan. Menurut Abdul kadir, jika memang dana kurang seharusnya dinas mengajukan kembali agar dialokasikan bukan dengan memotong DAK dari sekolah-sekolah penerima. “Ini pungutan liar. Kalau kurang harus ada pengajuan. Kenapa tidak dilakukan dan solusinya harus dengan pungut 300 ribu rupiah dan bebankan kepada DAK yang bisa pengaruhi mutu fisik,” kata Kadir. Menurutnya, mengingat pencairan dana itu dilakukan tanpa ada dasar hukum yang jelas dan merupakan pungutan liar, pihak dinas diminta untuk mengembalikan dana itu kepada pihak sekolah.
Atas permintaan itu, Jhon Ambo mengatakan, dana Rp300 ribu yang dipungut atau sebesar Rp48 juta saat ini sudah digunakan. Jika diminta untuk dikembalikan maka tidak bisa dikembalikan secara utuh karena dana itu sudah dimanfaatkan untuk pengurusan dokumen pencairan dana tahap pertama dan kedua. Untuk pencairan tahap ketiga, kata Ambo, mereka akan menyerahkannya kepada masing-masing sekolah untuk mengurus dokumen pencairan dananya.
Pada kesempatan itu, Armin juga memperseoalkan pelaksanaan DAK 2008 yang hingga kini belum rampung yakni di SDI Ndetuete Kecamatan Wewaria. Dia meminta pihak dinas menjelaskan secara rinci persoalan yang terjadi sehingga menghambat pelaksanaannya. Juga meminta agar dilakukan penghitungan kondisi fisik dengan material yang tersisa di lokasi agar dapat diperhitungkan apakah dengan sisa dana Rp4 juta pekerjaan dapat diselesaikan.
Terhadap persoalan ini, Kanis She mengatakan, persoalan itu dinas telah melakukan berbagai upaya pendekatan dengan tim pengelola DAK. Persoalannya, ketika dana ada banyak pihak yang berupaya merapat dan menimbulkan masalah. Namun dari pertemuan dan pendekatan yang dilakukan tidak ada titik temu. Diakui, material yang ada di lokasi saat ini masih bisa untuk menyelesaikan pekerjaan. Atas jaminan kepala desa, sudah panggil kepala sekolah baru dan disepakati untuk lanjutkan pekerjaan dengan sisa dana Rp4 juta. Namun hingga kini belum juga dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar