24 September 2008

• Uluran Kasih Buat Yulita Soga

Semuanya Tuhan yang Bantu

Oleh Hieronimus Bokilia

Rinto tak kuasa menahan haru. Matanya berkaca-kaca. Tak lama berselang dia mengangkat ujung bajunya menyeka air mata yang tak kuasa dibendung lagi itu. Hari itu, Minggu (21/9), ada donator dari Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) yang datang ke rumah bapak kecilnya mengantarkan bantuan. Saat menerima uluran kasih pembaca Kompas itu wajahnya murung. Kegembiraan tak Nampak di wajahnya walau sebentar lagi derita anaknya akan sirna lewat uluran tangan pembaca Kompas nan budiman. Tapi murung yang nampak di wajahnya bukan kesedihan namun keharuan yang tak pernah disangka olehnya. DKK bersedia membiayai seluruh ongkos perawatan anaknya yang hari Minggu itu juga harus turun ke Ende bersama donator dari Jakarta untuk terbang ke Kupang Senin (22/9) pagi dengan pesawat Merpati.

Rinto atau lengkapnya Yosep Risanto Babho adalah ayah dari Yulita Soga, bayi malang yang dilahirkan tanpa anus 30 Juli 2008 silam di Puskesmas Riaraja Kecamatan Ende. Yulita yang baru disadari tidak memiliki anus enam hari setelah berada di dunia dan menghirup udara bebas di rumahnya itu hanya pasrah menghadapi nasibnya. Rinto ayahnya dan Domitila Ga’a ibunya yang sehari hari hanya bekerja sebagai petani tidak mampu berbuat banyak setelah tahu biaya untuk mengatasi kelainan anak pertama mereka itu harus membutuhkan biaya besar. Rp28 juta angka yang sangat fantastis bagi Rinto. Setelah tahu besarnya biaya itu, setiap hari dia hanya termenung dan minder di tengah masyarakat. Apalagi, penyakit yang dialami anak pertamanya buah kasih dia dan sitrinya itu merupakan penyakit langka dan baru pertama terjadi di Dusun Boa, Desa Wolokaro, Kecamatan Ende.

Tapi kegalauan keluarga besar di Dusun Boa, Desa Wolokaro perlahan-lahan mulai terkuak. Hadirnya Winarto Siswohadidjojo, seorang staf Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) membawa berkash tidak saja bagi Yulita yang terbaring lemah tanpa anus tapi juga keceriaan di wajah warga Dusun Boa. Sukacita mewarnai rumah Sebastianus Seo, bapak kecil Rinto saat menyambut kehadiran Winarto yang didampingi Samuel Oktora, wartawan Kompas yang bertugas di Ende. Kehadiran Winarto seakan menghilangkan semua derita yang selama ini mulai menghantui Rinto dan keluarga besarnya. Winarto bilang, saat berita kondisi bayi Yulita muncul di Kompas, banyak pembaca yang mengontak dan mau membantu. Mereka minta agar bayi Yulita segera dibantu sampai tuntas. Pembaca Kompas tergerak untuk menangani bayi Yulita supaya normal. Kasus seperti ini, sering ditemui dan harus ditangani secara kedokteran. Kepada keluarga Rinto, dia sempat menanyakan apakah mereka bersedia ditolong dan jika mereka benar-benar bersedia maka dengan dana dari DKK dia ingin menolong Yunita agar bisa normal kembali dan untuk langkah awal akan dibuat saluran sementara melalui operasi colostomy. Setelah itu, baru dibuat untuk menjadi normal kembali. Dia juga meminta agar penanganan terhadap bayi Yunita harus segera ditangani. “Saya pikir lebih cepat lebih bagus kalau ndak nanti kasihan.”

Dia bilang, saat tiba di Ende, dia sudah berencana untuk langsung membawa bayi Yulita bersama orang tuanya ke Kupang untuk perawatan. Bahkan tiket ke kupang sudah dibelikan. Dia bilang ke Rinto untuk tidak usah khawatir karena dia ada selalu disamping mereka untuk membantu. “Saya ini hanya perantara. Semuanya Tuhan yang bantu melalui tangan saya. Jangan khawatir.” Kepada keluarga Rinto, Winarto bilang mereka tidak usah khawatir soal biaya karena seluruh pembiayaan ditangani oleh Dana Kemanusiaan Kompas mulai dari biaya transport ke Kupang, biaya hidup di Kupang sampai seluruh biaya perawatan bayi Yulita menjadi tanggungjawabnya.

Dana Kemanusiaan Kompas merupakan dana yang dihimpun dari para pembaca Kompas yang peduli terhadap bencana alam dan para penderita yang kesulitan. Dia bilang, Kompas merupakan surat kabar yang dibaca oleh banyak orang. Dari pembaca Kompas itu mereka menyisihkan rejeki dan ditampung oleh DKK. “Kami perpanjangan tangan dari pembaca Kompas untuk menolong musibah bencana dan seperti ini.” Bentuk kepedulian pembaca untuk membantu yang terkena musibah. DKK, kata Winarto sudah sering membantu korban bencana. Di Aceh misalnya, saat ini dengan DKK sedang membangun sekolah. Di Mentawai sedang membantu korban gempa membangun. Tapi di Mentawai agak aneh. “Biar rumah mereka masih gubuk tetapi yang penting gereja mereka harus megah.” Winarto bilang, dia sudah sering ke mana-mana membantu orang sudah. Bahkan ada satu anak yang pernah ditolong memanggilnya kakek dan meminta dikunjungi. “Dengan bangganya anak korban tabrak kereta api ini bilang dia sudah bisa main bola dengan kaki palsunya dan minta dibelikan bola. Ada lagi satu anak yang kena penyakit tipus dan ususnya harus dioperasi. Saat dibantu dia hanya katakana kalau besar nanti mau jadi supirnya saya. Saya bilang jangan. Kamu harus jadi pengusaha sukses dan punya mobil. Saat lihat saya jalan di jalan panggil naik mobil.”

Terhadap Yulita, dia hanya berharap operasi awalnya ini berjalan mulus. Dia juga berharap suatu saat nanti saat Yulita sudah mulai tumbuh dewasa dia masih berkesempata bertemu Yulita. membantumau dengan . secepatnya ingin dterjadi Mereka dana bantuan itu

Untuk membantu Yulita ini, kata Winarto, DKK tidak memberikan dalam bentuk uang. Dia khawatir kalau diberi dalam bentuk uang takutnya saat perawatan dan operasi dananya malah tidak cukup. Atau lebih parah lagi kalau dananya tidak dimanfaatkan untuk mengurus kesehatan Yulita. Jadi DKK membantu semua perawatan Yulita sampai normal kembali. Perawatan yang akan dilakukan di Kupang itu merupakan perawatan awal. Membutuhkan jangka waktu 5-6 hari dan semua biaya perjalanan dari Ende-Kupang pergi pulang, biaya hidup selama di Kupang dan ongkos perawatan Yulita menjadi tanggung jawab DKK. Winarto bilang, setelah kembali, akan terus dipantau dan setelah Yulita sudah agak besar baru dilanjutkan operasinya untuk membuat anus permanen. “Jadi tidak usah khawatir. Semuanya kami akan urus. Di Kupang juga nanti tidak usah khawatir. Ada wartawan kami di Kupang.”

Melihat kemurungan yang ada di wajah Rinto, Winarto bilang tidak usah malu atau murung. Kejadian seperti ini bisa terjadi di mana saja dan kepada siapapun. Tidak usah khawatir karena di Kupang semuanya kita yang atur dan siap membantu seluruhnya.

Sebastianus Seo, bapak kecil Rinto bilang, awalnya Rinto tidak tahu harus buat apa. Setelah tahu biaya operasi sampai Rp28 juta. “Dia tidak bisa buat apa-apa dan hanya bisa diam. Saya panggil dia Tanya kenapa hanya diam. Dia bilang tidak ada uang.” Rinto, kata Seo punya niat untuk operasi Yunita tapi tidak tahu harus buat bagaimana karena dana tidak ada. Saat itu, dia kembali Tanya ke Rinto, untuk melalui perantara media massa agar ada yang prihatin untuk bantu apakah mereka malu atau tidak. Waktu itu Rinto hanya pasrah. Akhirnya berupaya menghubungi media dan akhirnya dimuat di media seperti Kompas, RCTI, RRI dan Pos Kupang. Setelah itu, minta adik hubungi Flores Pos untuk membuka dompet peduli. Tapi sebelum itu semua dibuat, sekarang datang bapa WEinarto untuk membantu. “Kami sangat terima kasih. Kami tidak tahu harus balas dengan apa. Kami tidak bisa balas bantuan ini. Kami hanya berdoa semoga Tuhan memberkati mereka yang sudah membantu cucu kami ini.”

Rinto saat diajak bicara belum mampu menahan keharuannya. Dia hanya bilang tidak pernah sangka kalau bantuan datang begitu cepat bahkan orang dari Jakarta yang datang. “Saya sudah pasrah. Tapi ternyata masih ada orang baik yang mau tologn anak saya. Saya senang sekali dan terima kasih banyak.” Sambil menyeka air matanya, rinto memikul tas didampingi istrinya.

Hari Minggu itu adalah hari bahagia bagi Yulita. Jika di Ende, 500-an anak sekolah menyambut Tuhan lewat komuni suci pertama maka bagi Yulita dia merasakan kehadiran Tuhan lewat tangan Winarto yang dipercayakan pembaca Kompas menyalurkan bantuan bagi Yulita. Menumpang Nisan Terano warna silver, hal yang pertama kali dialaminya, Yulita bersama ayahnya Rinto dan Domitila Ga’a ibunya menuju Ende yang berjarak 14 kilometer dari Wolokaro. Senin pagi kemarin Yulita bersama kedua orang tuanya didampingi Winarto telah terbang ke Kupang. Perawatan terjamin diharapkan menanti Yulita. Kesembuhan jadi asah kedua orang tuanya dan jga keluarganya di Dusun Boa, Desa Wolokaro yang tentunya menanti gelisah kembalinya Yulita. Doa kami bersamamu Yulita. Kami nantikan engkau kembali dalam keceriaan.