01 Oktober 2009

Forum Wartawan Datangi DPRD dan Polres Ende

* Sikapi Tindakan Bupati Ende terhadap Wartawan

Ende, Flores Pos

Forum Solidaritas Wartawan Anti Kekerasan (FSWAKA) Kabupaten Ende mendatangi DPRD dan Polres Ende, Rabu (30/9). Mereka menyampaikan seruan moral terkait kasus peludahan terhadap wartawan Mingguan Global dan Mingguan NTT Pos Stef Bata yang dilakukan Bupati Ende Don Bosco M Wangge pada Kamis (24/9).

Dalam seruan moralnya yang berisi sepuluh butir pernyataan, FSWAKA antara lain menyatakan mengutuk segala tindakan premanisme yang dilakukan oleh siapa pun terhadap para pekerja pers.

FSWAKA meminta DPRD Ende memantau penanganan hukum kasus ini dan memberikan dukungan moril kepada aparat hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran.

Kepada Polres Ende, FSWAKA meminta penanganan kasus secara cepat dan tuntas serta memberikan perlindungan hukum bagi seluruh kegiatan pekerja pers.

FSWAKA meminta penegak hukum menangani kasus ini berdasarkan UU Nomor 40/1999 tentang Pers, “karena pengakuan dari bupati sendiri yang mengatakan bahwa tindakan yang dilakukannya karena dipicu oleh pemberitaan, dan rekan kami Stef Bata pada saat itu sedang menjalankan tugas jurnalistik.”

Seruan moral FSWAKA ditandatangani Koordinator Umum Hieronimus Bokilia, Sekretaris Anselmus Kayse, dan anggota Stefanus Bata, Yusfina Nona, Hendrikus P Resi, Roslia Ade Kaka, Amborius Boli Berani, Fasi Ignatio, Armandus Nanga, Usman Tibo, dan Vincentius A Wolo.

DPRD Akan Kajii

Di DPRD Ende, FSWAKA diterima Ketua Sementara Marselinus Y.W. Petu, didampingi Wakil Ketua Sementara Fransiskus Taso.

Hadir juga sejumlah anggota DPRD, di antaranya Damran I Baleti, Philipus Kami, Erichos Emanuel Rede, Yustinus Sani, Arminus Wuni Wasa, Abdul Kadir Hasan, Sudrasman Nuh, Eugenia Goreti Lado Lay, Astuti Daeng, Achmad Al Habsy, Maxi Deki, dan Yulius Cesar Nonga.

Menanggapi seruan moral FSWAKA yang diserahkan Koordinator Umum Hieronimus Bokilia usai dibacakan Sekretaris Anselmus Kayse, Marsel Petu mengatakan, ada beberapa hal dari seruan moral yang perlu diperhatikan dan disikapi DPRD Ende.

“Prinsipnya, apa yang disampaikan insan pers sudah dipahami dan dimaklumi oleh dewan. Beri kami waktu untuk kaji dan analisis.”

Dikatakan, kajian dan sikap dewan akan tetap dalam fungsi, peran, dan tugas lembaga yang adalah mitra pemerintah.

“Pemerintah dan legislatif merupakan mitra, dan mitra yang baik atau kawan sejati adalah kawan yang mau mengatakan salah kalau kawan melakukan kesalahan. Tidak diartikan mitra yang baik kalau kawan yang salah lalu katakan benar, benar lalu katakan salah”

Polres Serius

Di Polres Ende, FSWAKA diterima Wakapolres Ende Kompol Arly Jembar Jumhana di aula polres.

Setelah mendengarkan dan menerima seruan moral FSWAKA, Jumhana mengatakan laporan korban (Stef Bata) sudah diterima. Korban sudah diperiksa. Penyidik sudah melayangkan panggilan kepada Kadis Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Namun karena masih sibuk, yang bersangkutan tidak hadir. Polisi akan layangkan panggilan kedua.

“Dua saksi lain harusnya hari ini (Rabu kemarin) datang, tapi belum.”

Jumhana mengatakan, Polres Ende serius menangani kasus ini. Siapa pun orang yang melapor diterima dengan baik dan akan ditindaklanjuti. Polisi juga terbuka dan transparan.

“Jadi, tiap saat yang ingin konfirmasi, silakan. Jangan khawatir, kasus ini ditangani dengan baik. Tiap masalah ada mekanisme hukum yang harus dilalui, dan itu harus dipahami. Kami terbuka untuk dipantau oleh FSWAKA dan Saudara sekalian.”

Diberitakan sebelumnya, Bupati Ende Don Bosco M Wangge dilaporkan ke polisi oleh wartawan Mingguan Global dan Mingguan NTT Pos, Stef Bata, Kamis (24/9). Bupati dilaporkan karena meludahi muka korban di ruang kerja Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ende, Abdul Syukur Muhamad. Laporan Stef Bata telah diterima Ka SPK III Brigadir Polisi Kepala Boni R Benge di Mapolres Ende hari itu juga.

Bupati Don Wangge sendiri sudah mengakui tindakannya salah. Ia menyesal dan meminta maaf kepada jajaran pers. Tindakannya terpicu oleh pemberitaan Stef Bata selama ini yang membuatnya tersinggung karena tidak berimbang. Ia menyatakan siap diproses hukum kalau memang jalan damai sudah tidak dimungkinkan.

Hingga berita ini ditulis, Bupati Don Wangge sedang berada di luar daerah. Berkali-kali ia dihubungi Flores Pos melalui HP-nya Rabu (30/9) sore hingga malam, namun selalu gagal tersambung. Bupati Don hendak dimintai tanggapannya atas aksi dan seruan moral FSWAKA.




Alot, Pembahasan Peraturan dan Tata Tertib di DPRD Ende

* Bentuk Panitia Kerja

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Berdasarkan kesepakatan DPRD Ende, untuk agenda pertama melakukan pembahasan menyangkut peraturan dan tata tertib DPRD. Untuk pembahasan ini, draf tata tertib sudah disiapkan oleh pihak Sekretariat DPRD Ende disertai draf yang menjadi bahan rujukan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan PP nomor 25 Tahun 2004 dan PP Nomor 53 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib sepanjang tidak bertentangan dngan UU Nomor 27 Tahun 2009 atau tidak diatur khusus di dalamnya.

Hal itu dikatakan Ketua Sementara DPRD Ende, Marselinus YW Petu kepada Flores Pos di ruang rapat Gabungan Komisi, Selasa (29/9). Marsel Petu mengatakan, dalam proses pembahasan awal pada Sabtu (26/9) terdapat perbedaan yang cukup signifikan sesuai aspek materi dan substansi dari draf tata tertib yang disiapkan oleh Sekretariat DPRD Ende. Terhadap hal ini, kata Petu mengakibatkan terjadi kebingunan di kalangan anggota Dewan saat dilakukan pembahasan.

Setelah mengalami kesulitan untuk menyesuaikan draf sandingan yang ada, kata Petu, Dewan bersepakat untuk membentuk Panitia Kerja yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan sementara DPRD Ende. Panitia kerja diberikan waktu menyiapkan materi tata tertib dalam keseluruhan bab yang dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan fraksi yang ada denga menyusun 16 bab. Setelah dilakukan penyusunan draf tata tertib dimaksud, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tata tertib oleh Panitia Kerja Dewan. “Sampai sekarang kita masih bahas. Pada saatnya diharapkan pembahasan dapat dengan teliti dan saksama pada permasalahan-permasalahan redaksional baik pasal, bab, bagian, ayat yang belum terlalu jelas.” Setelah melalui pembahasan di tingkat Panitia Kerja, tata tertib tersebut akan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan gubernur melalui Biro Hukum.

Petu mengakui, dalam proses pembahasan yang telah dilakukan oleh Panitia Kerja sejak Senin, sedikit alot. Hal itu terjadi karena pada pasal-pasal yang diatur di dalam UU Nomor 27 Tahun 2009, tidak diatur khusus atau secara lebih terperinci yang kemudian harus disandingkan dengan aturan lama yang menjadi persoalan penafsiran hukum dari masing-masing anggota Panitia Kerja. Namun setelah melalui pembahasan alot, sejumlah pasal terebut akhirnya mampu dirumuskan pasal-pasal krusial tersebut untuk dimasukan di dalam tata tertib.

Dia berharap, pembahasan di tingkat Panitia Kerja dapat berjalan cepat agar dapat menghailkan produk tata tertib yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilakukan paripurna penetapan tata tertib. “Agar secara keseluruhan tugasm fungsi, hak dan kewajiban, kewenangan anggota Dewan dapat berjalan semestinya.” Diupayakan pula agar bisa secepatnya disesuaikan dengan siklus pembahasan APBD 2010. dia menargetkan pertengahan bulan Oktober sudah dapat dilakukan paripurna penetapan tata tertib dan alat kelengkapan DPRD Ende. Setelah dilakukan paripurna penetapan, baru digelar paripurna istimewa pelantikan pimppinan definitif. “Paling lambat satu minggu setelah paripurna penetapan tata tertib sudah paripurna istimewa.”

Terkait dengan pimpinan definitif ini, kata Petu, pimpinan sementara akan menyurati pimpinan partai politik merujuk pada hasil penetapan pemilu oleh KPUD Ende atas hasil pemilu legislatif 2009. Untuk itu, pimpinan terlebih dahulu akan menyurati KPUD untuk meminta pleno penetapan hasil pemilu legislatif partai mana yang menemati urutan satu, dua dan tiga perolehan suara terbanyak. “Kalau KPU sudah serahkan baru pimpinan sementara surati parpol pemenang pemilu.”

Philipus Kami, anggota Panitia Kerja dari Partai Demokrat mengatakan, selama proses pembahasan ada semangat cukup tinggi di kalangan anggota Panitia Kerja. Hal itu, kata Kami dimungkinkan karena dalam pembahasan tersebut terkait dengan pembahasan tata tertib, disiplin internal dan eksternal DPRD Ende. Dia berharap dinamika yang dibangun ini bisa diimplementasikan pada tataran program dan kegiatan DPRD Ende ke depan yang lebih berpihak pada kepentingan rakyat banyak.

Heribertus Gani, anggota Panitia Kerja dari Partai Demokrasi Kebangsaan mengatakan, pembahasan tata tertib Dewan masih pada tingkat Panitia Kerja yang dibentuk dengan keputusan pimpinan dan masa kerja selama tiga hari. Dia berharap, dari proses pembahasan ini sudah bisa diplenokan pada Rabu (30/9) hari ini. Alotnya pembahasan yang dilakukan, kata Gani karena draf tata tertib dibahas pada masa transisi pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan langsung dari UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang sampai saat ini belum ditetapkan. Kondisi inimengakibatkan dalam proses pembahasan draf, Dewan atas amanat pasal 406 UU Nomor 27 kombinasikan antara UU Nomor 27 dengan PP Nomor 25/2004 dan PP 53/2005 tentang Pedoman Tata Tertib sejauh tidak bertentangan dengan UU Nomor 27/2009.




Dewan Pertanyakan Pengadaan Pakaian Dinas

* Sudah Melewati Batas Waktu Kontrak

Olah Hieronimus Bokilia


Anggota DPRD Ende yang hingga kini belum mendapatkan pembagian pakaian dinas mempertanyakan pengadaan pakaian dinas dimaksud. Pakaian dinas Dewan yang secara aturan disiapkan oleh Sekretariat DPRD Ende hingga kini belum dibagikan kepada anggota Dewan. Dari empat pakaian dinas yang disiapkan pihak sekretariat hingga saat ini baru dibagikan satu pasang sedangkan tiga pasang lainnya belum dibagikan karena belum diserahkan oleh rekanan yang mengadakan pakaian dinas Dewan dimaksud.

Chairul HA Rasyid, anggota DPRD Ende dari Partai Golkar kepada Flores Pos, Senin (28/9) mengatakan, hingga saat ini anggota DPRD Ende belum mendapatkan pembagian pakaian seragam sesuai yang disiapkan oleh pihak sekretariat. Kondisi itu, kata Chaiurul Rasyid mengakibatkan anggota Dewan yang datang ke kantor mengenakan pakaian masing-masing. Ada pula anggota Dewan yang membeli sendiri pakaian sehingga ketika menghadiri rapat-rapat di kantor Dewan tidak ada keseragaman.

Dikatakan, pakaian seragam tersebut seharusnya disiapkan oleh pihak Sekretariat DPRD Ende namun dari empat pakaian yang disiapkan baru dibagikan satu pasang pakaian seragam yang dibagikan dan dipakai pada saat pelantikan. Sedangkan tiga pasang pakaian dinas lainnya hingga kini belum dibagikan. Padahal, kata dia dalam waktu dekat ini akan digelar rapat paripurna Dewan. Hal mana, kata dia, anggota Dewan harus menggunakan pakaian dinas harian. Namun sejauh ini belum ada pembagian sehingga dikhawatirkan pada saat paripurna nanti mereka terpaksa menggunakan pakaian bebas.

Chairul Rasyid mengatakan, berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak ketiga sebagai rekanan yang mengadakan pakaian dinas Dewan, seharusnya sudah melewati batas waktu pengadaan. Hal ini, kata dia pihak sekretariat harus mengambil tindakan terhadap rekanan dimaksud karena sudah melewati batas waktu. Terhadap keterlambatan itu, kata Chairul patut dipertanyakan. “Kalau tidak dipercepat akhirnya tiap hari anggota Dewan datantg pakai pakaian gado-gado. Tidak ada keseragaman.” Padahal, kata dia, pembayaran atau pencairan dana kepada pihak pengada pakaian dinas Dewan sudah dilakukan 100 persen. Untuk itu, kata Chairul Rasyid yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar ini mendesak Sekretriat Dewan agar secepatnya melakukan pengadaan pakaian dinas Dewan agar secepatnya dapat digunakan oleh anggota Dewan.

Sekretaris DPRD Ende, Suka Damai Sebastianus kepada Flores Pos di ruang kerjanya mengatakan, terkait pengadaan pakaian dinas untuk anggota Dewan, prosedur pengadaan sudah dilakukan. Pejabat pembuat komitmen (PPK) sudah melakukan proses pengadaan dan CV Bunga Flores telah ditunjuk sebagai rekanan yang melakukan pengadaan pakaian dinas Dewan.

Terhadap keterlambatan dalam pengadaan pakaian dinas Dewan dimaksud, kata Suka Damai, PPK sudah melayangkan surat teguran kepada rekanan dimaksud. “Surat teguran itu mengetahui saya.” Dikatakan, kepada rekanan yang telah dipercayakan melakukan pengadaan pakaian dinas Dewan diharapkan agar setelah menerima surat teguran tersebut secepatnya menyerahkan pakaian dinas Dewan tersebut atau memenuhi kewajibannya.

Pejabat pembuat Komitmen (PPK) pengadaan pakaian dians Dewan, Benediktus Wangge mengatakan, pengadaan pakaian dians Dewan oleh rekanan memang sudah melewati batas waktu. Terhadap keterlambatan itu sebagai PPK dia sudah membuat surat teguran. Menurutnya, berdasarkan kontrak kerja yang dibuat dengan pihak rekanan, batas waktu penyerahan sudah dilakukan pda 17 Agustus karena kontrak kerja sudah dibuat sejak 17 Juni lalu. Total anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan pakaian dinas Dewan sebanyak empat pasang yakni sebesar Rp122 juta.




PMKRI dan GMPI Desak Dewan Keluarkan Rekomendasi Batalkan MoU

* Soal WKP Mutubusa

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sekretariat Bersama Perhimpunan Mahasiswa katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende dan Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) Cabang Ende kembali menggelar aksi demo. Sekber PMKRI dan GMPI secara tegas menyatakan sikap menolak segala bentuk kegiatan menyangkut pertambangan di Flores-Lembata umumnya dan Ende khususnya. Mereka juga mendesak DPRD Ende segera mengeluarkan rekomendasi untuk mencabut kesepakatan kerja sama atau Memorandum of Undaerstanding (MoU) antara Pemerintah Kabupaten Ende dengan Bakrie Group yang akan melakukan pengeboran panas bumi Mutubusa. Langkah itu perlu dilakukan karena MoU dibuat tanpa sepengetahuan masyarakat Kabupaten Ende melalui perwakilannya di DPRD Ende.

Aksi demonstrasi yang digelar Sekretariar Bersama PMKRI dan GMPI pada Sabtu (26/9) dimulai dari Sekretariat Bersama di Margasiswa PMKRI Ende, Jalan Wirajaya. Mereka lalu bergerak menuju simpang lima melintasi Jl El Tari. Dari simpang lima massa bergerak menuju kantor bupati Ende dan berorasi di pintu masuk depan kantor bupati. Setelah berorasi selama lebih kurang 30 menit, massa PMKRI dan GMPI lalu bergerak menuju gedung Dewan.

Ketus Presidium PMKRI Cabang Ende, Levi Padalulu dalam orasinya mengatakan, pertambangan di manapun tidak pernah mensejahterakan masyarakat. Kegiatan pertambangan justru mensengsarakan masyarakat dan merusak lingkungan. Dia mengambil contoh tambang di Papua yang sampai saat ini tidak pernah mensejahterakan masyarakat bahkan masyarakat di sana hingga kini masih menggunakan koteka. Dia juga mengambil contoh kegiatan tambang di Lapindo yang dikerjakan oleh Bakrie yang sangat mensengsarakan masyarakat. Untuk itu, kata Padalulu, kebijakan tambang yang begitu getol diperjuangkan bupati-bupati Flores-Lembata sama dengan membawa persoalan tambang masuk ke Flores-Lembata.

Padalulu mengatakan, pemerintah hendaknya lebih memikirkan program pembangunan yang ramah lingkungan daripada membuat program yang menggali kubur untuk masyarakat Kabupaten Ende. Menurutnya, rencana pemerintah mengembangkan panas bumi Mutubusa adalah tindakan yang tidak dapt ditolerir. Kegiatan pengeboran panas bumi Mutubusa yang hanya berjarak lebih kurang 800 meter dari Danau Kelimutu dikhawatirkan akan merusak keindahan Danau Kelimutu. “Kalau nanti mereka bor dan sedot air di Mutubusa bisa saja air Danau Kelimutu ikut tersedot dan Kelimutu akan kehilangan keindahannya.”

Terkait penandatanganan MoU antara pemerintah dan Bakrie Group pada 14 September lalu di Jakarta, kata Padalulu dinilai sebagai tindakan sepihak karena tidak melibatkan masyarakat yang dalam hal ini diwakilkan oleh anggota DPRD Ende. Penyetoran uang jaminan senilai Rp100 miliar oleh Bakrie Gorup bukan merupakan jaminan tetapi sogokan untuk memuluskan jalan masuknya pertambangan. Karena itu, kata dia, MoU harus dicabut dan Dewan harus merekomendasikan ke bupati untuk mencabut MoU tersebut.

Ketua Korcab GMPI Ende, Nikolaus Bhuka, dalam orasinya mengatakan, kegiatan pertambangan menajdi cacatatan khusus mengingat banyak kejadian yang diakibatkan oleh tambang seperti di Lapindo, Mataloko yang membuat rakyat sengsara. Kegiatan tambang di dua tempat itu sudah jelas-jelas merusak lingkungan dan merosotnya ekonomi masyarakat. Bahkan, jika kegiatan tambang tetap dipaksakan dikhawatirkan akan merusak kultur masyarakat. “Tambang belum dilakukan konflik sudah terjadi di lapangan dan kalau dipaksakan akan membuat konflik lebih dasyat. Tambang adalah bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak.” Dikatakan, hadirnya tambang akan memunculkan kapitalis-kapitalis baru di Kabupaten Ende.

Di DPRD Ende, para pendemo diterima anggota DPRD Ende di pelataran gedung Dewan. Pimpinan dan anggota yang sedang menggelar rapat pembahasan peraturan tata tertib terpaksa menskorsing sidang guna menerima massa pendemo yang hadir. Dihadapan massa Sekber PMKRI dan GMPI, Ketua Sementara DPRD Ende, Marselinus YW Petu mengatakan, pimpinan dan anggota Dewan sedang membahas peraturan tata tertib untuk kepentingan lima tahun ke depan. Namun sidang terpaksa diskorsing untuk menerima kehadiran masa Sekber PMKRI dan GMPI. Marsel petu lalu memberikan kesempatan kepada massa untuk menyampaikan maksud kehadiran mereka.

Dihadapan pimpinan dan anggota Dewan, Padalulu mengatakan Mutubusa berada di dataran tinggi dan pemukiman berada di dataran rendah. Kegiatan pengeboran jelas akan berdampak pada permukiman yang ada dibawahnya. Dikatakan pula, uang jaminan yang diberikan Bakrie Gorup sebenarnya bukan jaminan tetapi pelicin atau aung sogok untuk melicinkan masuknya kegiatan tambang di Ende. “Lalu apakah Dewan dilibatkan? Kalau terlibat apakah ada surat rekomendasi dari DPRD Ende?” Dikatakan pula, menyangkut hak ulayat masih ada sengketa. Apalagi, kata dia. Tanah tidak berkembang sedangkan manusia berkembang. Dia mempertanyakan jika tanah sudah diobrak-abrik dan hancur ke depan hendak tinggal di mana lagi. “Sekarang dan ke depan Ende belum butuh tambang tetapi butuh pertanian, perkebunan dan pengembangan pariwisata.”

Heribertus Gani, pada kesempatan itu mengatakan, segala sesuatu kebijakan pembangunan yang berdampak luas terhgadap eksistensi masyarakat dan merugikan masyarakat patut ditentang. Sikap tindakan yang diambil tentunya mempunyai pendasaran secara teoritis dan pertimbangan-pertimbangan lain. Sikap yang diambil harus rasional dan bisa dipertanggungjawabkan. Pertambangan banyak pihak yang ikut dalam proses termasuk masyarakat dan dalam proses ini ada Amdal dan itu ada bagiannya. Jika Amdal mengatakan merugikan masyarakat sejak awal menentang dan harus bersikap menolak. Tetapi kalau tambang setelah dikaji sisi positif dan negatifnya ternyata sisi positifnya lebih banyak kenapa harus ditantang.

Ketika tambang memiliki nilai positif meningkatkan ekonomi rakyat, kata Gani maka harus siap kondisi dan tidak begitu saja menjeneralisir tambang jelek dan menghancurkan. Terkait MoU yang dipolemikan perlu dibenahi.

Arminus Wuni Wasa mengatakan, kegiatan pertambangan yang menggunakan alat moderen tidak pernah menguntungkan bahkan mematikan. Terkait Mutubusa, pimpinan Dewan dan pemerintah belum bicarakan dan secara pribadi belum pernah tahu baik lisan maupun tertulis.

Gabriel Dala Emma mengatakan, kegiatan tambang yang tidak berpihak pada rakyat jelas ditolak apalagi sampai mensengsarakan rakyat. Wakil Ketua Sementara Fransiskus Taso menambahkan, selama lima tahun periode lalu pemerintah belum pernah sampaikan draf kajian soal Mutubusa. MoU yang merupakan kelanjutan dari kajian-kajian dan MoU itu sendiri lembaga tidak pernah tahu dan tidak pernah disurati. “Kami sama sekali tidak tahu apalagi kajian-kajiannya juga tidak tahu.”

Menyikapi hal itu, Marsel petu berjanji akan mengundang instansi teknis terkait untuk dengar pendapat di DPRD Ende. Penyelenggaraan pembanguna, katanya harus melalui tahapan-tahapan dan karena rakyat sebagai pemilik pemerintahan maka konsep pembangunan harus dibicarakan bersama rakyat. Perlu pula dipelajari dampak dan manfaatnya serta untung dan ruginya karena itu merupakan p[engukuran kinerja dari pemerintah.




Akhir Agustus 2009, PAD Ende Capai 65,99 Persen

* Retribusi Sumbang PAD Terbesar

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Ende hingga akhir Agustus 2009 telah mencapai 65,99 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp19,334 miliar atau telah mencapai Rp12,952 miliar. Dari total target PAD tahun 2009 tersebut, sumbangan terbesar terhadap PAD masih datang dari retribusi yang pada tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp7,981 miliar.

Demikian dikatakan Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Abdul Syukur Muhamad kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Jumad (25/9). Abdul Syukur mengatakan, besar kecilnya PAD suatu wilayah merupakan suatu ukuran atau cerminan dari otonomi keuangan sebuah kabupaten. Bahkan, kata Syukur, Kabupaten Ende pada tahun-tahun mendatang dengan dioperasikannya PLTU Ropa dan WKP Mutubusa akan menjadi kabupaten di wilayah Flores yang memiliki PAD terbesar.

Dikatakan, PAD yang pada tahun 2009 ini ditargetkan sebesar Rp19,334 miliar itu terdiri atas beberapa komponen. Komponen pajak daerah pada tahun 2009 ini ditargetkan sebesar Rp4,644 miliar. Hingga akhir bulan Agustus, pajak daerah yang telah terealisasi baru sebesar Rp2,498 miliar atau 53,83 persen. Pajak ini, kata Syukur sebenarnya merupakan komponen penyumbang PAD yang bermanfaat untuk membiayai pembangunan karena tidak ada kontribusi balik langsung tetapi kontribusi baliknya melalui pembiayaan pembangunan. Komponen PAD lainnya yakni retribusi daerah. Tahun 2009 ini, retribusi daerah ditargetkan senilai Rp7,981 dan sejauh ini telah terealisasi sebesar Rp4,525 miliar atau 56,70 persen.

Komponen retribusi daerah ini, kata dia, merupakan komponen yang memiliki kontribusi terbesar untuk PAD. Namun, katanya, kendati mempunyai kontribusi terbesar untuk PAD namun retribusi ini nantinya kembali lagi untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut. Misalnya RSUD yang selama ini menjadi penyumbang terbesar retribusi daerah namun dari penerimaan komponen ini dikembalikan ke RSUD untuk membiayai emua kegiatan di RSUD. Komponen PAD yang lain yakni hasil pengelolaan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan di mana pada tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp1,060 miliar dan telah terealisasi Rp1,009 miliar atau 95,17 persen. Komponen terakhir adalah lain-lain PAD yang sah yang ditargetkan sebesar Rp5,647 dan telah terealisasi sebesar Rp3,717 miliar atau 65,82 persen.

Dalam kaitan dengan penerimaan daerah, selain PAD menjadi sumber penerimaan juga terdapat beberapa komponen penerimaan daerah yang lain. Antara lain, dana perimbangan yang tahun 2009 ini ditargetkan sebesar Rp411,946 miliar. Dari target ini telah terealisasi sebesar Rp273,079 miliar atau 66,29 persen. Untuk dana perimbangan ini, kata Syukur pemerintah menunggu pencairan dari pemerintajh pusat. Penerimaan lainnya yakni lain-lain pendapatan daerah yang sah seperti bagi hasil pajak dari provinsi, bantuan keuangan dari provinsi dan pendapatan hibah. Koponen lain-lain pendapatan daerah yang sah ditargetkan pada tahun 2009 senilai Rp19,679 miliar. Sejauh ini telah terealisasi sebesar Rp5,526 miliar atau 28,08 persen. “Kita baru capai angka ini karena bantuan keuangan baru realisasi Oktober-Nopember sesuai serapan di daerah.”

Menurut Syukur pada 2010 nanti PAD memiliki sejumlah sumber yang cukup potensial yang dapat menggenjot PAD lebih tinggi dari tahun 2009. potensi tersebut antara lain pajak galian golongan C. Selain itu berdasarkan regulasi menyangkut pajak dan retribusi daerah untuk komponen PBB sektor perkotaan dan perdesaan akan sepenuhnya diambil oleh daerah 100 persen. “Kalau sebelumnya ada pembagian daerah hanya dapat 64,8 persen ditambah 9 persen biaya pemungutan. Tapi ke depan daerah terima PBB 100 persen.” Selain itu, kata dia 2010 diharapkan adanya perimbangan dari sektor PBB yang bersumber dari PLTU Ropa dan WKP Mutubusa. “Jadi untuk PAD semakin cerah apalagi kalau galian C lebih dimaksimalkan, didata dan ditagih semuanya.”

Arminus Wuni Wasa, Anggota DPRD Ende dari Partai Demokrat mengatakan, melihat capaian penerimaan daerah baik dari PAD dan komponen penerimaan lainnya yang telah didapat pemerintah sudah cukup bagus. Namun dia berharap, pemerintah tidak berpuas diri namun terus menggenjot aparaturnya agar target yang telah ditetapkan itu bisa tercapai pada tahun anggaran. Apalagi, kata Wuni Wasa waktu pemerintah untuk menggenjot sumber-sumber penerimaan tinggal beberapa bulan lagi.

Hanya saja terkait retribusi, dia berharap agar tidak terlalu membebankan masyarakat. Pemikiran itu didasari pengalaman hasil pengamatannya di pasar di mana masyarakat yang hanya menempati tnda-tenda darurat yang dibuat sendiri di pasar pungutan retribusinya justru sama dengan mereka yang mendiami los-los di pasar yang disiapkan oleh pemerintah. Seharusnya, pemerintah lebih berlaku bijak dalam menerapkan pemberlakuan retribusi dengan melihat kondisi di pasar. “Kita bukan mau bela tapi kenyataan seperti itu. Mama-mama yang jual di bawah matahari retribusi sama dengan yang duduk di dalam los pasar yang sejuk. Ini harus ditinjau lagi.”