13 Juni 2010

UN Ulang Diharapkan Mampu Naikan Persentase Kelulusan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Anggota Komisi C DPRD Ened, Chaerul HA Rasyid mengharapkan, pelaksanaan ujian nasional (UN) ulang bagi siswa SMA/MA dan SMK di Kabupaten Ende yang digelar sejak 10-14 Mei 2010 ini mampu mendongkrak persentase kelulusan yang sempat anjlok pada saat pengumuman hasil UN pada beberapa waktu yang lalu. Hanya saja, dia kurang yakin UN ulang ini bisa memberikan hasil yang maksimal mengingat minimnya persiapan yang dilakukan sekolah dan para siswa dalam menghadapi UN ulang tersebut.


Kepada Flores Pos di gedung DPRD Ende, Selasa (11/5) usai memantau pelaksanaan UN ulang di SMAN 1 Ende, Rul Rasyid mengatakan, pelaksanaan UN ulang itu hanya untuk pelajaran yang belum lulus. Jadi jika pada UN lalu siswa belum lulus di mata pelajaran Matematika maka dia hanya mengulang di pelajaran tersebut. Dari pantauan di SMAN 1 Ende, ada sejumlah siswa yang mengulang dua sampai tiga mata pelajaran. Hanya di jurusan Bahasa yang hanya satu siswa yang mengulang untuk pelajaran matematika. Sedangkan siswa lainnya rata-rata mengikuti ujian ulang untuk beberapa mata pelajaran.


Sistem pengawasan, lanjut Rul Rasyid juga masih dilakukan sama seperti pelaksanaan UN lalu. Sistem pengawasan silang tetap dilaksanakan dan suasana ujian juga tetap dijaga agar berjalan sejujur-jujurnya tanpa ada kecurangan sehingga hasilnya pun benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Pantauan pelaksanaan UN di SMAN 1 Ende, lanjut Rul Rasyid, pelaksanaannya berjalan lancar. Tidak ditemukan adanya kendala yang dihadapi baik menyangkut soal maupun adanya dugaan kecurangan. “Semua berjalan lancar dan aman,” kata Rul Rasyid.


Dia berharap, kendati pelaksanaan UN ulang tanpa didahului bimbingan tes kepada para siswa, namun setidaknya hasilnya nanti akan lebih memuskan. Hal itu agar mampu mendongkrak angka persentase kelulusan yang demikian anjloknya pada pengumuman beberapa waktu lalu dan menempatkan Kabupaten Ende berada pada urutan kelima dari bawah dalam persentase tingkat kelulusan.


Untuk diketahui, untuk tingkat SMA/MA dan SMK, total peserta UN ulang merupakan jumlah siswa yang tidak lulus UN dalam pengumuman beberapa waktu lalu. Dengan demikian, total keseluruhan peserta UN untuk tingkat SMA/MA yang tidak lulus kali lalu dan mengikuti ujian ulang adalah sebanyak 1.875. Sedangkan untuk tingkat SMK sebanyak 547 orang yang tidak lulus dalam UN lalu dan mengikuti UN ulang.

Kapolres Sugiarto, Saya Bahkan Jadi “Bodoh” Tangani Kasus PDAM

* Kajari Ende, Sudah Gelar Koordiasi Bersama di Kejati

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ende, AKBP Bambang Sugiarto mengaku merasa menjadi “bodoh” menangani kasus dugaan korupsi dalam pembelian mesin pompa air di PDAM Ende. Dia membantah tudingan jika dalam penanganan kasus tersebut dia telah membodohi dan membohongi masyarakat.


Hal itu diungkapkan Kapolres Bambang Sugiarto di hadapan peserta seminar sehari yang digelar GMPI di aula gedung Paroki Onekore, Sabtu (8/5) lalu. Menurut Kapolres Sugiarto pihaknya sama sekali tidak membohongi apalagi membodohi masyarakati. “Saya bahkan jadi bodoh tangani kasus PDAM,” kata Kapolres Sugiarto kala itu. Hal itu karena berlarut-larutnya penanganan kasus ini di mana masih bolak-baliknya berkas dari polisi ke jaksa.


Dalam penanganan kasus dugaan korupsi di PDAM, lanjut Sugiarto, pihaknya telah berupaya maksimal. Namun ada kendala yakni soal adanya dua keterangan saksi ahli dari BPKP yang berbeda. Saksi ahli yang pertama menyatakan bahwa karena pembayaran dilakukan dengan cara mencicil sehingga kerugian negara tidak dapat dihitung. Sementara keternagan saksi ahli yang kedua menyatakan ada kerugian negara. Kondisi ini menyebabkan kasus PDAM belum bnisa dituntaskan. Penyidik, lanjutnya telah menyurati BPKP untuk mempertegas keterangan mana yang dipakai.


“Dua kali kami surati BPKP tapi tidak ada jawaban,” kata Sugiarto. Namun setelah dilakukan koordinasi, BPKP akhirnya menyatakan bahwa keterangan saksi ahli yang kedua yang dipakai.


Menurutnya, selama ini kendala menyangkut keterangan saksi ahli tentang adanya kerugian negara terkadang menjadi kendala. Kendati ada unsur melanggar hukum lainnya sudah terpenuhi namun jika saksi ahli menyatakan kerugian negara tidak dapat dihitung atau tidak ada kerugian negara maka akan menjadi kendala. Hal-hal seperti ini, menurut Sugiarto yang selama ini kurang dipahami masyarakat.


Dia mengatakan, jika polisi memiliki kewenangan melakukan penyidikan, penuntutan dan bisa memutuskan maka kasus korupsi bisa dituntaskan oleh polisi. Hanya saja, dalam penanganan kasus-kasus korupsi adanya criminal justice sistem (CJS) di mana mengatur adanya penyidik Polri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hakim yang menyidangkan. Dalam penanganan kasus korupsi diakui memang berbeda dengan pidana umum lainnya. Kasus korupsi membutuhkan pembuktian yang terkadang sulit dilakukan. Kondisi ini, lanjutnya cukup berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa melakukan penyidikan, penuntutan dan mengadili sendiri kasus korupsi. “Kalau polisi bisa lidik, tuntut dan adili sendiri tentu kasus korupsi bisa dituntaskan polisi,” kata Kapolres Sugiarto.


Kepala Kejaksaan Negeri Ende, Marihot Silalahi pada kesempatan itu mengatakan, terkait penanganan kasus kosupsi di PDAM Ende, penyidik dan jaksa sudah melakukan gelar perkara di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT di Kupang beberapa waktu yang lalu. Dalam koordinasi tersebut diupayakan agar mempunyai persepsi yang sama dalam penanganan kasus PDAM. Hal itu perlu agar mensukseskan pada saat penuntutan agar tersangka tidak lepas begitu saja saat persidangan nanti. Jaksa, lanjutnya sangat hati-hati dalam menyusun tuntutan dan butuh pembuktian berdasarkan bukti-bukti tindak pidana karena jika sampai di persidangan para tersangka bebas jaksa yang menagani kasus bisa diperiksa.


Dikatakan, selama ini, penyidikan kasus PDAM dan kasus alat uji ditangani oleh polisi namun setiap kali ada demo, selalu kejaksaan yang didemo. Kepada para pendemo, lanjutnya, dia selalu meminta agar membantu kerja-kerja kejaksaan dengan memberikan data-data dugaan korupsi. Menurutnya, penuntasan kasus korupsi butuh kerja sama semua pihak sehingga dia meminta dukungan masyarakat kepada kejaksaan agar mampu menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Ende.

Siapkan Kader Pemimpin, SMP Ndao Gelar LKTD

* Diikuti 28 Siswa Pengurus OSIS

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Dalam upaya menyiapkan kader pemimpin masa depan yang handal, memiliki nilai religiositas, humanitas dan nilai nasionalisme, SMPK Frateran Ndao menggelar latihan kepemimpinan tingkat dasar (LKTD). LKTD ini diikuti oleh para pengurus OSIS sebanyak 28 orang dan menghadirkan pendamping dari Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Ende dibawah Koordinator Romo Remigius Misa, Pr.


Hal itu dikataan Wakil Kepala SMPK Frateran Ndao, David Noa kepada Flores Pos di sela-sela kegiatan yang dipusatkan di aula Olangari, Selasa (11/5). David Noa mengatakan, pelatihan yang diikuti 28 peserta dari pengurus OSIS ini dilaksanakan selama tiga hari dari 10-12 Mei bertempat di Olangari.


Pembina yang mendampingi para peserta dalam LKTD ini, kata David Noa yakni tim dari Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Ende yang dikoordinir oleh Romo Remigius Misa, Pr. Pembina lainnya yakni Rm. Fidelis Markus Demu, Suster Maria Sumarni, FCJ dan Angela Merici Reineldis Naro. Materi yang dipaparkan kepada para peserta yakni hal-hal yang terkait dengan dasar-dasar kepemimpinan dan kepemimpinan yang beriman dan memiliki nilai religiositas, humanitas dan nasionalis


Dari kegiatan LKTD ini, lanjut Noa, para peserta diharapkan makin memahami apa itu kepemimpinan dan kepemimpinan yang baik itu seperti apa. Selain itu, dari kegiatan ini, lembaga berharap bisa menjadfi ajang menyiapkan kader pemimpin di masa depan yang memiliki nilai-nilai religiositas, humanitas dan nasionalis.


Tashya Ngasu, Humas OSIS SMPK Ndao dan juga salah satu peserta pelatihan mengatakan, pelatihan yang dibuat tersebut sangat bermanfaat bagi mereka apalagi selama ini mereka sudah dipercayakan menjadi pengurus OSIS di sekolah. Menurut Tashya, kegiatan LKTD seperti ini sangat penting bagi mereka karena lewat kegiatan ini mereka bisa menggali potensi pribadi mereka dan mulai menemukan jati diri. Melalui pelatihan ini, lanjutnya, mereka juga bisa belajar menjadi pemimpin serta belajar untuk menjadi lebih mandiri dalam hal apapun.


Dia mengakui, sebelum mengikuti kegiatan LKTD, banyak teman-temannya yang kurang percaya diri dan kurang mampu mengemukakan pendapat di hadapan umum. Namun setelah tergabung dalam kegiatan LKTD, mereka mulai mampu membuka diri dan tampil mengemukakan pendapat. “Setelah ikut baru kami rasakan bahwa kami juga bisa tampil sebagai pemimpin,” kata Tashya.


Tashya juga berharap, ke depan agar kegiatan LKTD dan kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih mengasah kemampuan siswa lebih ditingkatkan. Bila perlu, kegiatan serupa tidak saja diikuti oleh pengurus OSIS tetapi juga secara berkelanjutan diikuti oleh semua siswa. Hal itu penting agar tidak hanya siswa tertentu saja yang mendapatkan kesempatan belajar dan membentuk diri namun semua siswa di SMP Ndao pada akhirnya mampu membentuk diri dan belajar mempersiapkan diri menjadi kader pemimpin di masa-masa mendatang.

Yusuf Ali Fattah Minta Perlindungan ke DPRD Ende

* Terkait Kasus Laporan Penyerobotan ke Polres Ende

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Yusuf Ali HA Fattah warga Jalan Masjid Kelurahan Kota Raja Kecamatan Ende Tengah meminta perlindungan diri dan hukum kepada DPRD Ende terkait persoalan yang tengah dihadapainya. Fattah merasa diperlakukan secara tidak adil oleh penegak hukum dalam hal ini Polres Ende terkait dengan kasus laporan penyerobotan tanah oleh Daeng Marewa.


Dalam suratnya perihal permohonan perlindungan diri dan hukum, Yusuf Ali HA Fattah menulsikan bahwa dirinya telah diperlakukan secara tidak adil oleh penegak hukum sebagai pelindung masyarakat dalam hal ini Polres Ende sehubungan dengan kasus yang sedang dia hadapi di Polres Ende atas laporan penyerobotan tanah oleh Daeng Marewa.


Dinyatakan, dalam kasus tersebut, dirinya telah dipanggil polisi sebanyak tiga kali sebagai tersangka atas kasus penyerobotan tanah. Sedangkan dia sendiri belum pernah diperiksa atau diambil keterangan sekalipun oleh polisi. Dalam suratnya itu, dia juga mengkronologiskan panggilan polisi kepadanya. Pada pemanggilan pertama pada 29 April lalu, dia sempat menanyakan kepada polisi atas dasar apa Daeng Marewa melaporkan dirinya telah menyerobot tanah. Polisi memberikan jawaban bahwa dia tidak perlu tahu hal itu dan menunggu saja nanti di pengadilan. Merasa tidak puas atas jawaban itudia mengatakan bahwa tidak perlu pula memberikan keterangan kepada polisi sehingga dia tidak diperiksa polisi.


Dalam panggilan kedua pada 1 Mei lalu, lanjut Fattah dia sempat menanyakan kepada polisi atas dasar apa dirinya ditetapkan sebagai tersangka padahal belum pernah diperiksa. Polisi waktu itu tidak dapat memberikan jawaban secara tegas dan jelas sehingga dia meminta untuk meluruskan kembali surat panggilan tersebut. Selanjutnya pada tanggal 4 Mei, tegas Fattah dia kembali dipanggil polisi. Panggilan ketiga ini juga dia penuhi dan pada saat itu hanya bercerita seputar persoalan tanah tersebut dan telah menyampaikan secara jelas kepada polisi. Pada 6 Mei, dia juga kembali dipanggil dan masih dalam kapasitas sebagai tersangka.


Dia menceritakan pula, kejadian tersebut bermula saat dia menurunkan batu dan pasir di atas tanahnya sendiri yang sah. Tanah tersebut merupakan peninggalan dari orang tuanya sesuai bukti yang dikeluarkan raja Ende pada tahun 1948 dan bukti sudah diserahkan kepada polisi. “Saya berpikir kenapa polisi bertindak seperti itu terhadap diri saya, padahal saya punya bukti kepemilikan tanah yang sah,” tulis Fattah. Dinyatakan pula bahwa pelapor juga memiliki bukti yang sah dan terhadap hal ini, Fattah pertanyakan kenapa tidak disarankan polisi untuk mengalihkan persoalan ke masalah perdata.


Sebagai warga yang buta akan hukum, tulisnya, tidak mengerti akan apa yang diinginkan pihak polisi dalam kasus ini sehingga tanpa didahului pemeriksaan awal sudah langsung ditetapkan sebagai tersangka. Polisi juga memihnta agar dia mau memberikan sedikit keterangan namun dia tetap pada pendirian untuk tidak memberikan keterangan sepanjang polisi tidak merubah panggilan sebagai tersangka. Jika dalam pemeriksaan terbukti telah melakukan tindakan pidana dia menyatakan siap ditetapkan sebagai tersangka bahkan ditangkap.


Haji Pua Saleh anggota DPRD Ende dari Fraksi Demokrat di kantor DPRD Ende, Senin (10/5) mengatakan, persoalan itu memang sudah dilaporkan ke DPRD Ende karena warga merasa diperlakukan tidak adil oleh polisi di Polres Ende. Menyikapi laporan dan permintaan perlindungan warga tersebut, kata Pua Saleh, menurutnya tidak dapat langsung disimpulkan secara sepihak. Akan tetapi, persoalan itu perlu dilihat sebagai persoalan masyarakat yang membutuhkan perlindungan diri dan hukum kepada lembaga Dewan.

Untuk itu, sangat diharapkan lembaga Dewan khususnya Komisi A sebagai komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan dapat merespon persoalan ini. Komisi perlu mengundang polisi untuk dengar pendapat agar bisa diketahui pokok persoalan yang sebenarnya seperti apa.


Mencermati beberapa poin yang tertuang dalam surat permohonan perlindungan diri dan hukum yang dilakukan Yusuf Ali Fattah tersebut, kata Pua Saleh, ada beberapa kejanggalan yang harusnya dapat dicermati polisi. Kejanggalan yang dimaksu, lanjut Pua Saleh adalah pelapor Daeng Marewa berdasarkan surat kuasa dari Hj Umi Kalsum. Padahal di dalam bukti gambar situasi (GS) tercantum nama Aminah HA Nggobe. Terhadap petunjuk-petunjuk tersebut, seharusnya penyidik sudah dapat menyimpulkan untuk menghentikan proses kasus ini. “Namun yang terjadiu mala sebaliknya seolah-olah masalahnya sangat luar biasa,” kata Haji Pua Saleh.


Kasat Samapta Polres Ende, AKP Paulus Conye kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Senin mengatakan, polisi dalam menindaklanjuti setiap kasus selalu berdasarkan pada laporan polisi yang dibuat oleh pelapor. Terkait penanganan kasus penyerobotan yang dilaporkan oleh Daeng Marewa terhadap terlapor Yusuf Ali Fattah polisi telah melakukan pemanggilan terhadap terlapor sebanyak empat kali. Polisi sudah berupaya meminta keterangan dari terlapor namun dia tidak mau memberikan keterangan.


Dalam proses ini, lanut Conye, polisi tidak dapat menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar karena polisi tidak punya kewenangan untuk itu. Benar atau salah nanti ditentukan di sidang pengadilan. Polisi, katanya hanya menindaklanjuti laporan dan memint aketerangan para pihak yang terkait dengan laporan dimaksud. Namun dalam proses ini, lanjut Conye, terlapor tidak mau diperiksa dan tidak mau ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, sejumlah saksi yang sudah memberikan keterangan kemudian menarik kembali keterangan mereka.


Terkait permintaan untuk mengalihkan kasus itu ke persoalan perdata, Conye katakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk itu karena hal itu adalah kewenangan pelapor. Mengingat dalam melaporkan kasus itu adalah tindakan penyerobotan dan sudah masuk perbuatan pidana maka polisi menindaklanjuti laporan polisi dengan memanggil pihak terkait untuk dimintai keterangan untuk diproses lebih lanjut. “Kalau terlapor tidak mau beri keterangan kita tidak paksa. Tapi kita tetap tindaklanjuti laporan penyerobotan dan akan dilimpahkan untuk diproses lebih lanjut,” kata Paulus Conye.