17 Februari 2010

Azhar Arifin, Penderita Kanker Ganas Butuh Uluran Tangan

* Dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Soetomo

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Azhar Arifin (14), siswa SD Negeri Roja 3 Arubara, Kelurahan Tetandara Kecamatan Ende Selatan didiagnosa menderita kanker ganas. Untuk menjalani perawatan, anak tunggal pasangan Arifin dan Sairi Hamid ini harus dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Namun untuk ke Surabaya, ibunda Har tidak sanggup membiayainya karena ayahanda Har yang merantau ke Malaysia sejak Har masih berusia enam bulan di dalam rahim ibudannya tidak pernah mengirimkan uang. Untuk itu, agar bisa mendapatkan perawatan di RS Dr. Soetomo, Azhar sangat mengharapkan uluran tangan dari semua pihak untuk meringankan beban penderitaan yang Har alami saat ini.


Har yang ditemui di kediaman orang tuanya di Arubara, Selasa (16/2) masih mengenakan seragam sekolah walau sudah disuruh pulang istirahat oleh kepala sekolahnya, Agus Radja. Pada leher bagian kiri dan kanan telah terjadi pembengkakan yang cukup besar. Tidak hanya pada bagian leher, ketiak kiri dan kanan serta pada bagian selangkangan Har juga sudah membengkak sebesar telur bebek.


Namun Har yang duduk didampingi ibudannya, Sairi dan bapak kecilnya Ahmad Yani serta kerabat dekatnya yang datang tetap ceria dan sesekali tertawa lebar walau tidak mengeluarkan suara. Tapi Har tidak mengeluhkan adanya rasa sakit atas kanker yang dialaminya sejak setahun yang lalu itu. Cita-citanya menjadi anggota polisi tetap ia gantungkan walau kondisi fisiknya kian kurus digerus penyakit aneh yang dia derita kini. “Porsi makan tiap hari makin banyak tapi badannya makin kurus,” kata Bapak Kecilnya, Ahmad Yani.


Sairi Hamid, ibunda Har bertutur, Har lahir 11 Februari, 14 tahun silam. Saat lahir, kondisi Har normal-normal saja. Har lalu tumbuh layaknya anak-anak Arubara lainnya. Pada usia sekolah, Har pun masuk sekolah sebagaimana biasa dan rajin ke sekolah. Har bahkan mampu menunjukan prestasi di sekolah. Menurut guru wali kelasnya, Siti Rahma, Har tergolong murid yang mampu dan masuk 10 besar di dalam kelasnya dalam prestasi akademik. Namun saat menginjak usia 13 tahun pada 2009 silam, mendadak ada benjolan yang muncul pada rahang bawah Har pada bagian kiri dan kanan. Benjolan yang tumbuh itu kian membesar. “Tapi Har tetap sekolah seperti biasa. Dia hanya batuk pada malam hari.” Enam bulan kemudian, benjolan itu semakin membesar dan membengkak. Seiring dengan itu, tubuh Har kian kurus walau porsi makannya semakin diperbanyak.


Melihat kondisi anaknya demikian, Sairi Hamid membawa Har ke dokter Robby. Dua kali Har di rawat dan hanya mendapatkan obat dari dokter. Obat yang diberikan tidak memberikan perubahan apa-apa. Khawatir bengkak yang diderita Har kian memburuk, Sairi Hamid lalu membawa Har periksa ke RSUD Ende. Di rumah sakit, Har menjalani pemeriksaan tensi darah dan foto rontgent. Dari pemeriksaan itu, oleh dokter, Har didiagnosa menderita kanker ganas. “Dokter bilang tidak bisa rawat di sini harus di Surabaya. Dokter juga bilang ini tidak boleh terlalu lama,” kata Sairi.


Berdasarkan surat rujukan yang diterbitkan dokter spesialis anak, Agustini Utari pada 8 Februari 2010, Har mengalami Suspek keganasan DD/Limtoma Maligna dan harus dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Dirincikan pula riwayat penyakit yang diderita Har, yakni lebih kurang tiga bulan terjadi bengkak pada leher, ketiak dan selangkangan dan tidak nyeri, mengalami batuk.


Untuk kesembuhan anaknya, Sairi terus berjuang. Dia tetap ingin melihat anaknya sembuh seperti sedia kala karena hanya Har anaknya. Tapi apa daya, sebagai petani yang telah lama ditinggal suami merantau ke Malaysia dan tidak pernah dikirimi uang, Sairi tidak dapat berbuat banyak. Untuk bisa rujuk ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Apalagi, kata Sairi, di sana mereka tidak punya keluarga. Inilah nasib masyarakat miskin di Indonesia. Ingin sembuh, tidak punya biaya, urus Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) juga sulit namun akhirnya Jamkesmas berhasil dikantongi Sairi. Bersama Har, Sairi akan tetap berjuang memperoleh biaya untuk bisa berobat ke Surabaya.


Sedianya, Har dan Sairi ibudanya berangkat ke Surabaya pada Kamis (18/2) menumpang KM Awu. Namun hingga kini, tiket pun belum dapat dibeli karena ketiadaan uang. Namun semangat Sairi dan Har tetap berkobar. “Apapun yang terjadi, Har tetap saya bawa berobat ke Surabaya,” tekad Sairi.


Keinginan untuk sembuh, tetap membara di hati Har. Hasratnya menjadi polisi masih tetap ia kejar. Ia kini sangat mendambakan kesembuhan untuk mengejar cita-citanya menjadi polisi. Melalui mulut Kepala SDN Roja 3, Agus Radja, Har berpesan kepada sesama sahabat sebayanya di seluruh SD di Kabupaten Ende dan di manapun berada untuk bisa menolongnya meraih kesembuhan. Dia juga minta kepada semua pihak yang budiman untuk menolongnya berobat ke Surabaya. “Saya mau sembuh. Saya mau jadi polisi,” kata Har lirih hampir tak kedengaran suaranya. Jika ada sahabat, kenalan, penderma budiman di manapun berada yang ingin membantu meringankan beban Har, bisa langsung menyalurkan bantuan melalui rekening ibunda Har, BRI Unit Nusantara, atas nama Sairi Hamid, Nomor Rekening 3565-01-022898-53-1.




Antisipasi DBD, Komisi C, Dinkes dan RSUD Buat Kesepakatan

* Setelah Gelar Rapat Koordinasi

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Dalam rangka mengantisipasi terjadinya keadaan luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) seperti yang telah terjadi di kabupaten tetangga Sikka, Komisi C DPRD Ende menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ende. Dari rapat koordinasi tersebut, berhasil dikeluarkan tujuh butir kesepakatan tentang pengendalian dan penanggulangan malaria dan DBD di Kabupaten Ende.


Tujuh poin kesepakatan yang dihasilkan dari rapat koordinasi Komisi C, Dinas Kesehatan dan RSUD Ende di ruang rapat Gabungan Komisi, Senin (15/2), pertama, menyatakan bahwa malaria dan DBD merupakan musuh bersama yang harus diberantas dan cegah dengan sejumlah program aksi yang konkrit. Kedua, menggerakan semua pihak termasuk masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dini berupa pemberantasan sarang nyamuk dan mencegah perkembangbiakan nyamuk melalui sejumlah langkah aksi seperti pengasapan terfokus (fogging focuss), pembagian larvasida (abate) secara gratis serta memasyarakatkan aksi 3M plus (menguras, menutup, mengubur, memakai kelambu saat tidur siang, tidak lupa mengoles atau membakar obat nyamuk).


Ketiga, mensosialisasikan langkah-langkah penanggulangan dan pencegahan DBD kepada seluruh lapisan masyarakat melalui media cetak, media elektronik maupun pamflet. Keempat, mewajibkan RSUD, puskesmas maupun klinik kesehatan swasta untuk memberikan pertolongan yang cepat, tepat dan tuntas dan biaya pengobatan serta perawatan dibebankan kepada pemerintah dan atau pemerintah daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Keenam, meningkatkan kapasitas peralatan, obat-obatan dan SDM di RSUD maupun puskesmas rawat inap se Kabupaten Ende dalam mencegah dan mengendalikan timbulnya DBD maupun dalam menangani pasien penderita penyakit malaria/DBD. Ketujuh, merekrut kuru pemantau jentik dan melakukan penelitian/kajian sero-epidemologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue selanjutnya diumumkan kepada masyarakat.


Sebelum menghasilkan tujuh butir ksepakatan tersebut, terlebih dahulu digelar rapat dengar pendapat. Rapat dipimpin Ketua Komisi C, Heribertus Gani didampingi Sekretaris Komisi C, Yulius Cesar Nonga, Wakil Ketua kOmisi C, Philipus Kami dan dihadiri sejumlah anggota Komisi C diantaranya, Yulius Rada, Eugenia Goreti Lado Lay, Efraim B Ngaga dan Chairul Rasyid.


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ende, Agustinus G Ngasu pada kesempatan itu mengatakan, seperti telah diberitakan media, jumlah penderita DBD di Ende telah mencapai 13 kasus. Namun dari 13 kasus tersebut semuanya sudah tidak dirawat lagi karena telah sembuh. Menghadapi ancaman DBD, kata Gusti Ngasu, seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Ende telah siap hanya saja dari segi laboratorium untuk pemeriksaan trombosit saja yang belum siap. Karena itu, jika ada pasien yang dirawat di puskesmas dan dari gejala klinisnya mirip dengan DBD maka pihak puskesmas langsung merujuknya ke rumah sakit terdekat.


Dokter Gusti menjelaskan, nyamuk jenis adies agipti penyebar demam berdarah tidak hidup di air comberan. Namun nyamuk jenis ini biasanya hidup di tempat penampung air bersih, bak mandi, pot bunga, gantungan pakaian dan piringan parabola. Dalam rangka pengendalian, dilakukan melalui program advokasi kepada masyarakat. Kondisi ril di masyarakat perkotaan saat ini, katanya, masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengendalikan DBD dan konidis ini dimungkinkan karena sosialiasi dan kampanye pemberantasan DBD belum terlalu mengakar.


Dikatakan, daya jangkau atau kemampuan terbang nyamuk penyebab DBD sejauh 200 meter. Untuk itu foging dilakukan sampai radius 200-250 meter dari lokasi ditemukan adanya kasus DBD. Dengan demikian, nyamuk pada radius tersebut mati. Foging juga tidak dapat dilakukan jika belum ada kasus karena dikhawatirkan zat yang ada pada saat dilakukan foging dapat mematikan makluk hidup yang lain yang dapat merusak mata rantai di lokasi tersebut.


Direktur RSUD Ende, Yayik Prawitra Gati mengatakan, kesiapan rumah sakit menghadapi KLB DBD antara lain telah disiapkan 400 lebih tempat tidur dan akan ditambah lagi sejumlah kamar jika terjadi penambahan jumlah pasien. rumah sakit juga telah menyiapkan obat-obatan dalam menghadapi situasi KLB. pada prinsipnya, rumah sakit sudah siap jika sampai terjadi KLB DBD.



Yulius Rada pada kesempatan itu mengatakan, Ende merupakan daerah rawan DBD terutama bagi anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah. Untuk itu butuh penanganan serius mengingat anak-anak ini dalam waktu dekat akan mengikuti ujian nasional. DBD menjadi KLB, kata Rada sangat tidak diharapkan terjadi untuk itu butuh penanganan dan pencegahan dini.


Yulius Cesar Nonga mengatakan, dari penjelasan dan penanganan dini oleh RSUD dan Dinas Kesehatan sudah cukup baik. Hanya saja terkadang strategi yang sudah diambil dengan implementasi di lapangan kurang sejalan. Terkadang dalam situasi KLB, pihak RSUD mengalami keterlambatan dalam penanganan dan melakukan langkah antisipasi dan bahkan ada kasus yang tidak terdeteksi.


Philipus Kami katakan, jika di kabupaten tetangga Sikka sudah KLB maka nyamuk yang ada di sana akan terbang ke Ende. Menurutnya, kondisi ini jika tidak diantisipasi bersama akan menjadi kekhawatiran bersama. Mengingat persoalan ini merupakan persoalan kemanusiaan dan butuh antisipasi dari semua pihak. Dia menyarankan menyikapi persoalan ini butuh gerakan bersama pada titik-titik DBD. Dia berharap, kondisi ini tidak saja menjadi tugas dinas dan rumah sakit tetapi menjadi tugas bersama dan harus dilihat sebagai hal penting yang harus disikapi bersama seluruh elemen masyarakat.


Eugenia Goreti Lado Lay katakan, DBD bukan hanya karena nyamuk. Hal ini terjadi disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dan juga disebabkan kelancaran arus transportasi sehingga mobilisasi manusia yang sudah terkena DBD bisa berpindah ke daerah lain dan menyebar di daerah tersebut. Menyikapi DBD agar tidak sampai menimbulkan KLB, kata Lado Lay dibutuhkan peranan semua pihak. Langkah-langkah antisipasi perlu secepatnya dilakukan agar Ende tidak sampai terjadi KLB DBD.


Heribertus Gani berharap, jika pada tahun lalu telah terjadi KLB DBD maka pada tahun ini tidak ada lagi KLB DBD dan jika tahun lalu ada korban meninggal akibat DBD diharapkan agar tidak lagi terulang di tahun ini. Dengan kesepakatan yang telah dibuat tersebut, Gani berharap dapat disosialisasikan kepad masyarakat sehingga timbul kesadaran dari masyarakat dalam rangka mengantisipasi terjadinya KLB DBD di Kabupaten Ende.




Keluarga Siswi SMA Tarvid Keroyok Guru

* Pecahkan Sejumlah Kaca Ruang Kepala Sekolah

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sejumlah keluarga Maria Natali Fe, Siswi kelas 2 SMA Taruna Vidia (Tarvid) Ende mengeroyok seorang guru dan memecahkan kaca jendela pada ruangan kerja kepala sekolah. Kejadian tersebut berawal ketika guru mata pelajaran Geografi, Emiliana Sara menasihati para siswi di sekolah tersebut. Nasihat tersebut membuat Natalia tersinggung dan tidak terima karena dibilang pernah tidur di pangkuan laki-laki di dalam kelas.


Setelah hal itu diceritakan kepada om dan bapak besar Natalia, pihak keluarga tidak terima baik dan langsung berangkat menuju SMA Tarvid. Tiba di sekolah, keluarga Natalia langsung bertemu Thomas da Silva, salah seorang guru di sekolah itu dan langsung mengeroyoknya. Kendati sudah diamankan di ruang kepala sekolah, pihak keluarga tetap memaksa masuk dan berupaya memecahkan sejumlah kaca jendela ruang kepala sekolah.

Pihak sekolah melaporkan kasus ini ke Kepolisian Sektor (Polsek) Ende. Polisi langsung turun ke lokasi kejadian. Empat orang pelaku berhasil diamankan polisi saat sedang beraksi merusak dan membanting kursi di sekolah tersebut.


Kepala Kepolisian Sektor Ende, AKP Yulius Ola di ruang kerjanya, Senin (15/2) mengatakan, kejadian tersebut bermula dari sms yang dikirimkan Natalia kepada keluarganya yang berisi penyapaian bahwa dia dituduh gurunya tidur di pangkuan laki-laki. Menyikapi sms tersebut, spontanitas pihak keluarga langsung ke sekolah dan melakukan tindakan penganiayaan terhadap Thomas da Silva, guru pada sekolah tersebut. Selain melakukan pengeroyokan, mereka juga melakukan tindakan pengrusakan sekolah.


Atas kejadian ini, Thomas korban penganiayaan melapor ke sekolah dan polisi langsung turun ke lokasi kejadian. Saat ke lokasi, polisi langsung menangkap empat orang pelaku pengeroyokan dan pengurakan sekolah. Keempat pelaku yang berhasil ditahan masing-masing, Vinsensius Flori, Yustinus Sumarna, Paskalis Koten dan Frenkinandus Riu. “Mereka langsung kita amankan dan sekarang sedang diperiksa,” kata Yulius Ola.


Kepala SMA Tarvid, Yohanes Leta menyesalkan tindakan penganiayaan dan pengrusakan yang dilakukan oleh pihak keluarga yang langsung melakukan penaniayaan dan pengrusakan yang merusak fasilitas sekolah. Menurutnya, sejak pukul 07.00-14.00 seluruh aktifitas di sekolah menjadi tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah sehingga dia tidak membenarkan adanya tindakan main hakim sendiri seperti yang dilakukan pihak keluarga.


Pada saat kejadian, kata Leta, dia sedang berada di ruang kepala sekolah. Dia melihat sejumlah orang melangkah masuk areal sekolah. Mereka langsung menuju ke ruang guru dan melakukan pengeroyokan. Pada saat kejadian, dia berupaya melindungi guru yang dikeroyok dan membawanya ke ruang kepala sekolah. Namun pihak keluarga tetap menyerang ke ruang kepala sekolah hingga merusak sejumlah kaca jendela.


Maria Natalia Fe mengakui, kejadian itu bermula saat selesai mengikuti ulangan geografi. Selesai ulangan, dia mencabut rambut salah seorang teman laki-lakinya di dalam kelas. Saat itu, oleh guru mata pelajaran geografi dia dilarang dan katakan bahwa sebagai perempuan tidak boleh gabung dengan laki-laki. Saat itu, kata Natalia, gurunya juga katakan bahwa pak Thomas pernah bilang kalau pernah lihat dia tidur di paha laki-laki di dalam kelas.


Mendapat nasihat demikian, lanjut Natalia dia sangat kaget dan shok. Dia lalu menangis dan oleh teman-temannya katakan bahwa pak Thomas memang jengkel dengan dia. “Selama ini memang pak Thomas selalu marah-marah saya. Kalau ada anak laki-laki yang buat salah selalu salahkan saya.” Natalia, akhirnya minta ijin pulang dan mengirim sms kepada bapak besarnya untuk menjemput. Setibanya di rumah di Jalan Anggrek, oleh omnya ditanya guru siapa yang katakan dia tidur di pangkuan laki-laki dan kepada omnya, Natalia katakan pak Thomas. “Lalu om dan bapak keluar dan langsung gas motor ke sekolah,” kata Natalia. Saat di rumah, oleh bibinya disuruh istirahat. Namun selang beberapa waktu kemudian, dia dijemput ke sekolah. “Saat saya tiba di sekolah saya lihat kaca pecah dan kursi-kursi berantakan.”


Emiliana Sara, guru yang menasihati Natalia mengatakan, sebagai guru, dia hanya menasihati Natalia dan teman-teman perempuan lainnya tanpa bermaksud apa-apa. “saat itu saya ingatkan mereka semua. Kamu itu perempuan dan saya ambil contoh Natalia. Dulu Pak Thom pernah lihat dia tidur di paha laki-laki di dalam kelas,” kata Sara. Namun nasihatnya itu tidak diterima baik oleh Natalia. Setelah kembali ke rumah, sejumlah keluarganya langsung ke sekolah. “Waktu masuk ruang guru mereka ketemu Pak Thomas. Mereka tanya, kamu pak Thomas dan langsung pukul dan kejar ke ruang kepala sekolah.” Mereka juga melempar namun tidak mengenai Thomas.




Belasan Pasang Remaja Terjaring dalam Operasi Pekat

* Di Kecamatan Ende Selatan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Kecamatan Ende Selatan bekerja sama dengan Kecamatan Ende Utara, Koramil Kota dan Polsek Ende menggelar operasi terkait masalah penyakit masyarakat (pekat). Langkah penertiban ini demi mengurangi terjadinya penyakit masyarakat yang marak terjadi akhir-akhir ini. Dalam setiap operasi pekat, tim berhasil menjaring sejumlah pasangan yang berpacaran di tempat-tempat gelap di lokasi samping Cafe Mahakam. Setelah mendata dan memberikan pembinaan para remaja yang terjaring dikembalikan kepada orang tua masing-masing.


Hal itu dikatakan Camat Ende Utara, Ismail Petorsila kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Senin (15/2). Petorsila mengatakan, pelaksanaan kegiatan atau operasi penyakit masyarakat tersebut dilakukan dalam rangka menjawab program pemberantasan penyakit masyarakat (pekat). Dalam pelaksanaan operasi pekat ini, kata Petrosila, ditertibkan pula remaja yang berpacaran di tempat-tempat gelap di pinggir pantai dekat Cave Mahakam.

Pelaksanaan operasi pekat tersebut, kata Petrosila bekerja sama dengan Kecamatan Ende Utara, Koramil Kota Ende dan Polsek Ende. Menurutnya, lokasi yang menjadi tempat para remaja berpacaran itu merupakan wilayah Kecamatan Ende Utara namun pihaknya merasa perlu melakukan operasi pekat di daerah tersebut. Hal itu karena selama ini sudah banyak masyarakat yang mengeluhkan kondisi tersebut. Bahkan, masyarakat sering menelepon ketika melintas di daerah tersebut dan melihat ada remaja yang berpacaran di tempat gelap.


“Kejadian seperti ini buat kita malu. Tapi mereka sendiri tidak malu orang lihat mereka pacaran di tempat-tempat seperti itu,” kata Petorsila. Bahkan, katanya, pada saat dijaring, dari kejauhan hanya terlihat cahaya handphone yang sedang mereka tonton. Di dalam memori handphone tersimpan gambar-gambar dan film porno.


Dari beberapa kali operasi yang dilakukan dalam minggu ini, lanjutnya, tim berhasil menjaring belasan remaja yang sedang berpacaran. Setelah diambil data nama, alamat, pekerjaan masing-masing, para remaja diberikan pembinaan. Selanjutnya dikembalikan kepada orang tua dan kepada orang tua diminta untuk mengawasi anak mereka masing-masing. Kebanyakan para remaja yang dijaring dalam operasi pekat masih sekolah, ada juga yang sudah tamat dan putus sekolah.


Kepada para remaja yang dijaring, kata Petrosila, diminta untuk menjaga sopan santun dan tidak lagi berpacaran ditempat gelap seperti itu. Kepada mereka juga diingatkan untuk tidak mengulangi kembali perbuatan tersebut. Jika dikemudian hari mereka masih terjaring, hal ini menunjukan orang tua tidak mengontrol anaknya sehingga mereka akan diserahkan kepada pihak kepolisian untuk dibina. Kepada segenap masyarakat dia juga berharap untuk sama-sama menjaga situasi Kota Ende agar tetap aman, nyaman dan tertib karena untuk menciptakan kondisi seperti itu menjadi tanggung jawab semua pihak.


Ke depan, kata Petorsila, operasi pekat akan terus dilaksanakan apalagi telah terbentuk Forum Pemberantasan Penyakit Masyarakat sehingga pelaksanaan secara terpadu. Kegiatan ini sudah disampaikan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan orang tua dan langkah tersebut telah mendapat dukungan dari semua pihak.

Haji Mohamad Taher, anggota DPRD Ende dari daerah pemilihan Ende satu kepada Flores Pos di gedung DPRD Ende, Jalan El tari, Senin mengatakan mendukung langkah yang dilakukan pemerintah Kecamatan Ende Selatan dalam menggelar operasi pekat. Bahkan Haji Taher mendukung agar kegiatan serupa dilakukan secara rutin agar segala penyakit sosial yang meresahkan masyarakat berangsur-angsur dapat dihilangkan.


Namun, kata Haji Taher, agar kebiasaan buruk seperti pacara di tempat gelap tidak lagi terjadi, pemerintah juga perlu memikirkan langkah-langkah pemecahan. Dia menyarankan agar perlu dipasang lampu pada lokasi-lokasi yang sering dijadikan tempat pacaran para remaja. Pemasangan lampu tersebut, kata dia tetap menjaga nilai-nilai estetika dan keindahan kota. Dia yakin, jika tempat-tempat yang selama ini dijadikan tempat pacaran dipasang lampu jelas kejadian seperti itu akan berkurang dengan sendirinya.


Selain itu, Haji Taher juga meminta pemerintah untuk memperhatikan semua taman kota yang ada saat ini. Taman kota yang ada juga disinyalir menjadi tempat pacaran karena rimbun ditumbuhi pepohonan dan tidak ada penerangan. Pada lokasi-lokasi taman kota tersebut seperti di taman Rendo perlu dipasang lampu dan ditata dengan baik. “Itu perlu diperhatikan karena kebersihand an keindahan adalah bagian dari iman. Agama manapun mengajarkan hal yang demikian ini,” kata Haji Taher.


Haji Taher juga mengatakan, di lokasi taman kota yang ada saat ini perlu pula ditempatkan petugas jaga yang diangkat menjadi tenaga honorer. Pemerintah dapat pula membangun pos jaga yang dilengkapi fasilitas pendukung agar petugas jaga bisa tinggal di tempat tersebut. Kepada petugas jaga dapat diberikan kewenangan untuk bertindak jika mendapati para remaja yang berpacaran di lokasi tersebut. “Tapi tindakan yang diambil tetap ada batasannya. Jangan sampai berlebihan dan akhirnya main hakim sendiri.”