19 Januari 2015

Warna-Warni Hujan

Warna-Warni Hujan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Jika merah adalah cinta dan kuning adalah persahabatan, maka Jingga adalah kebahagiaan.

Kudengar di luar hujan turun begitu deras seolah menggambarkan kecemasannya akan takdirku. Seolah ikut merasakan segala kegalauan dan kesedihan yang tengah kurasakan. Seolah ingin berkata, “Jingga, tak usah kau lara begitu, lihatlah pelangi yang akan datang setelah aku pergi.” Ah sudahlah, selalu saja begitu pikiranku. Terlalu banyak berfantasi. Entah kenapa, setelah kejadian tragis itu, aku semakin sering berfantasi, berimajinasi atau lebih parah berhalusinasi. Terlebih ketika hujan deras mengguyur seisi kota. Ya, memang benar sepertinya hujan berperan penting dalam membangkitkan kenangan dan hujan menciptakan lagu indah bagi orang tertentu yang memiliki daya fantasi tinggi. Mungkin aku termasuk salah satu orang itu. Atau, mungkin saja aku hampir tak waras. Entahlah. Aku sendiri takut jika aku menjadi gila. Gila karena emosi yang meletup-letup. Gila karena depresi tak terkendali. Ah, lupakan!

Kau ingat
... baca selengkapnya di Warna-Warni Hujan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

18 Januari 2015

Isi Liburan Sekolah Jadi Penggali Pasir

Oleh Hieroimus Bokilia
Matahari mulai bergerak. Sedikit lagi matahari akan berada tepat di atas kepala. Bunyi gemerisik sekop saat beradu dengan batu dan kerikil menjadi suara penghibur siang itu. Tiga orang anak manusia sedang serius. Sejurus mereka mengangkat kepala saat klakson sepeda motor saya bunyikan. Setelah tersenyum sejenak ke arahku ketiganya kembali serius menekuni pekerjaan masing-masing. Panas menyengat bukan penghalang. Mereka begitu asyik menikmati apa yang sedang mereka lakukan. Saya terhenyak seolah-olah disekiling mereka ada kipas angin yang membuat mereka bekerja tanpa henti dan tidak mempedulikan teriknya matahari. Siang itu panas begitu terik padahal penunjuk waktu di handphone saya baru menunjuk pukul 11.30.
Hari itu Sabtu (27/9). Tanpa sengaja saya menyusuri jalanan menuju tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Rate. Sepanjang jalan menuju lokasi TPA sejak berada di ujung kampung, aroma sampah sudah mulai tercium. Sampah berserakan sepanjang jalan. Padahal TPA masih jauh. Tujuan saya waktu itu mau menghadiri kegiatan penyaluran bantuan paket ramadhan dari Yayasan Al Imam. Namun seperti orang tanpa tujuan saya terus menyusuri jalan menuju TPA Rate. Sekembalinya saya dari TPA Rate saya mencoba singgah di tempat mereka menggali pasir.
Hamdan Muhamad (30), Iksan dan Aladin masing-masing berusia sebelas tahun asyik menggaruk dan mengumpulkan pasir. Sejenak Iksan dan Aladin menghentikan kerja sejenak saat saya hampiri. Hamdan mengeluarkan sebatang surya 12 dari kantung plastik putih di dekat tumpukan batu. Dia lalu membakar dengan korek api dan menghirup asap surya 12 dan mengepulkan asapnya. Iksan dengan alat penggaruk di tangan kembali melanjutkan kerjanya. Mengenakan baju merah hitam khas klub bola Italia AC Milan, dia terus menggaruk kerikil dan batu kecil yang ada di pasir. Dia berupaya memisahkannya dari pasir yang baru dikoreknya. Setelah selesai disisir memisahkan kerikil bersama Aladin yang siang itu mengenakan baju tanpa lengan, Iksan mulai menyekop pasir dan memindahkannya perlahan-lahan ke tumpukan pasir yang sudah mulai tampak meninggi dua langkah dari tempat mereka mengorek pasir. Iksan dan Aladin dua siswa SDI Paupanda I Kecamatan Ende Selatan. Mereka dua sekarang duduk di kelas lima. Siang itu mereka tidak sekolah. Iksan bilang sekarang sedang libur lebaran. Untuk isi masa liburan mereka membantu Hamdan abang mereka menggali pasir.
Iksan dan Aladin sibuk kerja. Saat beberapa kali saya jepretkan kamera ke arah mereka, keduanya tidak berpaling. Iksan dengan penggaruk terus memisahkan kerikil. Aladin yang beberapa kali menggoda Iksan karena saya potret tapi dia hanya menyeringai dan terus melanjutkan kerja. Hamdan bilang pasir yang mereka kumpul itu untuk mereka dua. Tidak gabung degan yang dia kumpul. Kalau sudah banyak mereka jual sendiri. Uangnya untuk mereka. Saat saya tanya uangnya mau buat apa. Spontan Aladin bilang uang jual pasir mereka mau pakai untuk beli beras. Jawaban singkat Aladin itu membuat saya sempat termenung. Saat usia saya sebelas tahun 21 tahun silam, tidak pernah terbayang sedikitpun pikiran untuk cari uang bantu orang tua. Hal itu mungkin juga terjadi pada anak-anak Kota Ende lainnya yang sebaya dengan Iksan dan Aladin. Ada yang mengisi waktu libur dengan bermain playstation di rumah atau di rental-rental, ada juga yang bermain sepeda berkeliling Kota Ende. Ada anak seusia mereka juga hanya berpikir bagaimana menghabiskan jatah uang jajan yang diberikan orang tua mereka tiap hari.
Tapi kondisi itu sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan dua bocah ini. Mereka berdua sudah berpikir bagaimana mencari uang untuk beli beras. Dua sisi kehidupan yang berbeda sekali. Di satu sisi ada anak yang hanya mau menghabiskan uang dari orang tua. Di sisi yang lain ada anak seusia mereka yang banting tulang cari uang apalagi cari uang untuk beli beras. Beberapa kali saya memuji ketegasan sikap keduanya. Iksan dan Aladin hanya tersipu sambil melanjutkan kerja mereka menggaruk dan menyekop pasir.
Hamdan bilang, Iksan dan Aladin keponakanya baru dua hari kerja gali pasir. Kebetulan mereka sedang libur sekolah. Hamdan sebelumnya kerja sebagai buruh proyek bangunan. Bayaran per hari hanya Rp40 ribu. Kerjanya nonstop sampai sore. Hanya isirahat jam 12.00 untuk makan siang. Jam 12.30 atau jam 13.00 sudah harus lanjutkan pekerjaan. Dengan kerja penuh tapi penghasilan tidak seberapa Hamdan akhirnya berhenti dari buruh proyek dan memilih jadi penggali pasir. Tiap pagi dia berangkat dari rumahnya di Rate Kelurahan Tanjung. Kerja gali pasir dilakoni sampai pukul 10.00. tapi kadang sampai jam 12.00 baru dia pulang ke rumah untuk istirahat dan makan. Kerja baru dia lanjutkan sekitar pukul 16.00 atau jam empat sore. Hamdan bilang satu hari dia bisa kumpulkan pasir satu reit dum truk. Dia tidak tahu persis berapa kubik tapi dia kira-kira bisa sampai tiga atau empat meter kubik per hari. Satu reit pasir itu dia jual Rp150 ribu. Selain kumpulkan psir, Hamdan juga kumpul batu. Harga batu juga sama Rp150 ribu tiap reit. ”Tiap hari selalu ada truk yang datang muat. Kadang truk langsung muat biar saya tidak ada. Mereka sudah langganan.”
Dia bilang kalau satu hari ada truk yang muat pasir dan batu dia bisa dapat Rp300 ribu. Tapi kalau hanya muat pasir hanya dapat Rp150 ribu. Tapi dia bilang kerja sebagai penggali pasir malah lebih enak walau harus kuras banyak tenaga. Kerja jadi tukang gali pasir, Hamdan bilang lebih santai. ”Mau kerja, kerja. Mau istirahat, istirahat. Tidak ada yang perintah.” Penghasilan juga malah jauh lebih baik dibanding menjadi buruh proyek. Kalau pasir laku tiap hari, sudah dipastikan uang Rp150 ribu masuk kantung. Belum lagi kalau pasir juga laku sudah pasti tiap hari Rp300 ribu dikumpulkan. Tapi dia bilang kerja gali pasir memang pekerjaan berat dan menguras tenaga namu dia menikmatinya.
Saat itu dua truk beriringan melintas di depan jalan tempat mereka kumpul pasir. Hamdan bilang truk itu mau pergi angkut pasir di langganan mereka yang agak jauh dari situ. Sepanjang jalan itu memang ada beberapa tempat galian pasir. Ada tumpukan pasir dan batu yang dionggok menunggu diangkut truk. Hamdan bilang, kendati banyak tempat galian pasir tapi dia selalu dapat jatah satu reit tiap hari. Penggali asir yang lain dia anggap bukan saingan. Rejeki tiap oang beda-beda. Dia optimis tiap hari pasti ada truk yang datang mengangkut pasir yang dia kumpul. Semula saya pikir lokasi dia menggali pasir itu milik orang. Dia hanya penyewa. Tapi Hamdan bilang lokasi menggali pasir itu miliknya sendiri jadi tidak perlu bayar ke orang lain lagi. Penghasilan dari menggali pasir murni untuknya sendiri.
Saya sempat membuat kalkulasi. Kalau satu hari Hamdan bisa jual satu reit pasir maka kalau satu minggu dia kerja enam hari maka dia sudah bisa kumpul Rp900 ribu. Kalau satu bulan maka dia sudah bisa kumpulkan Rp3,6 juta. Penghasilan yang fantastis menurut saya. Saya lalu bandingkan saat Hamdan jadi buruh proyek. Kalau satu hari kerja dia dapat upah Rp40 ribu, dalam seminggu dia hanya mengumpulkan Rp240 ribu dan sebulan dia baru mengumpulkan Rp960 ribu. Upahnya sebulan di buruh proyek sebanding dengan hasil dia menggali pasir selama satu minggu. Dan hasil itu baru bisa sebanding dengan penghasilan Hamdan sebulan kalau dia bekerja selama empat bulan lagi. Maka pilihan Hamdan banting setir jadi penggali pasir memang bukan keputusan sia-sia tapi sudah membuktikan hasil yang jauh lebih baik.
Saat saya tanya penghasilan dari gali pasir untuk apa, Hamdan hanya bilang untuk penuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya anak sekolah belum ada karena anaknya masih kecil. Istrinya Erna hanya ibu rumah tangga. Tapi istrinya tidak bantu dia bekerja. Tiap hari dia sendiri yang kerja sedangkan istrinya di rumah menyiapkan makan siang dan mengurus rumah.
Hamdan bilang, kerja apa saja tidak jadi soal. Terpenting menurut dia adalah kemauan karena dia berprinsip kalau ada kemauan semuanya bisa diatasi. Benar juga apa ang dikatakan Hamdan. Sesulit apapun hidup ini tapi kalau tgar kita hadapi semua kesuitan bisa teratasi. Hamdan, Iksan dan Aladin poter hidup penggali pasir yang terus menghadapi kerasnya hidup ini. Menikmati kerja merupakan pelajaran dari Iksan dan Aladin yang diusia sebelas tahun tidak lagi menghiraukan teriknya matahari yang membakar tubuh. Hamdan, Iksan dan Aladin tersenyum saat saya pamit pulang. Saat saya starter motor mereka masih memandang ke arah saya. Ketika saya mulai membalikan motor mereka kembali asyik dengan pekerjaan mereka masing-masing tanpa menghiraukan teriknya mentari pukul 12.20 saat mentari mulai merayap di atas ubun-ubun siang itu.

Ngada Menangis

* Sejarah 1972 Kembali Terulang
Oleh Hieronimus Bokilia


Bajawa, Flores Pos Ngada menangis, itulah kata yang terucap ketika menyaksikan tim kesayangan mereka PSN Ngada harus tumbang di tengah jalan. Kekalahan satu gol dari tembakan first time Willy A Pong di menit 44 membuat supporter fanatic PSN Ngada terhenyak tidak percaya menyaksikan tim kesayangan mereka harus kalah. Kekalahan ini seakan mengulang sejarah 37 tahun silam. Bagi PSN Ngada kekalahan ini adalah kekalahan pertama dalam sejarah ETMC di kandang sendiri sedangkan dalam ajang El Tari Cup, PSN Ngada juga pernah mengalami kekalahan di tahun 1972 saat PSN Ngada tumbang oleh PSK Kota Kupang juga dengan skor 1-0 lewat kaki Marsel Dugis. Kejadian itu masih terekam baik di dalam benak pelaku sejarah, Martinus Meo Watu.

Pertandingan yang dipimpin wasit Idris Boli di Stadion Lebijaga, Rabu (29/7), kedua tim langsung bermain menekan sejak menit awal pertandingan. PSN Ngada yang turun dengan kostum kebesaran orange-hitam langsung menghentak pertahanan Persim lewat bola-bola panjang langsung ke jantung pertahanan Persim. Permainan bola-bola panjang PSN Ngada ternyata diladeni Persim Manggarai. Turun dengan kostum hijau-hijau, anak asuhan Priyo Handoko justru melayani pola permainan yang dikembangkan PSN Ngada. PSN Ngada yang bermain di hadapan supporter fanatiknya mencoba menekan pertahanan Persim Manggarai lewat kerja sama No Liko, Hendro Toda, Otha Pone dan Heru Nery. Umpan matang Heru kepada No Liko yang bergerak dari second line. Penjaga gawang Persim, Bram F Mangilay telah keluar dari sarangnya, namun sayang tandukan No Liko melebar di sisi kanan gawang

Kendati selalu gagal merubah kedudukn, tuan rumah PSN Ngada terus menekan pertahanan Persim Manggarai dan sempat membuat repot barisan pertahanan Persim di bawah koordnir Albertus Ambal sang kapten tim. Hendro Toda maupun Otha Pone yang terburu-buru dalam penyelesaian akhir mengakibatkan gol sulit tercipta. Bahkan satu tembakan keras terukur Heru Nery nyaris berbuah gol. Namun berkat akselerasi Bambang Mangilay dengan sigap mengamankan bola dalam pelukannya.

Berada di bawah tekanan, tidak membuat Persim bermain lengah. Justru mereka mampu keluar dar tekanan dan balik membangun serangan. Striker Wily A Pong ditopang sejumlah pemain seperti Laurens Pupa maupun Yoahens Ambon mampu mendukung dalam menekan pertahanan PSN Ngada. Pergerakan dengan bola ataupun tanpa bola yang dilakukan oleh ketiga pemain tersebut membuat lini pertahanan PSN Ngada yang dikoordinir Saver Neto dipaksa bekerja keras mengamankan area pertahanannya. Bahkan beberapa kali lini pertahanan PSN Ngada yang menempatkan Mirus Dhiu, Saver Neto dan Dami Ria dipaksa harus bekerja menghalau pergerakan para pemain Persim Manggarai.

Menit ke-44 babak pertama seakan jadi milik Persim Manggarai. Satu serangan balik cepat Persim mampu dimanfaatkan dengan sempurna. Tendanan first time yang dilesakan Wily A Pong membuat penonton terdiam. Gol tersebut terjadi ketika Wily yang mendapatkan bola matang di area kotak penalty langsung menyambar bola dan mampu mempedayai Hans Dore yang sepanjang laga babak penyisihan grup tidak pernah kebobolan.

PSN Ngada yang tertinggal satu gol mencoba bangkit membangun serangan dan menekan pertahanan Persim Manggarai. Kerja sama yang dibangun No Liko dan sejumlah peman tengah lainnya blum mampu membuahkan gol. Hingga Idris Boli meniup pluit panjang pertanda turun minum babak pertama PSN Ngada belum mampu mengejar ketertinggalan.

PSN Ngada yang ketinggalan satu gol langsung mengurung pertahanan Persim Manggarai di babak kedua. Area pertahanan Persim dikuasai sepenuhnya oleh PSN Ngada. Serangan demi serangan dibangun dari segala lini baik melalui pergerakan Kletus Gabhe, Evo Sabu serta Heru Nery di sayap kanan maupun Hendro Toda dari lini tengah. Namun serangan yang dilancarkan tersebut senantisa kandas begitu memasuki area pertahanan Persim yang begitu teratur menjaga lini pertahanan. Sulitnya PSN Ngada menciptakan gol tidak terlepas dari penampilan gemilang Bram F Mangilay penjag gawang Persim. Bram Mangilay beberapa kali mampu menyelamatkan gawangnya dari tekanan PSN Ngada.

Tekanan demi tekanan yang dibangun PSN Ngada seperti tak kenal lelah untuk menciptakan gol. Persim yang tidak mau kecolongan berupaya bermain bertahan. Namun mereka juga mampu keluar dari tekanan dan membangun serangan balik lewat striker Wily A Pong. 15 menit terakhir serangan PSN Ngada demikian gencarnya dan praktis mengurung pertahanan Persim Manggarai. Namun serangan demi serangan yang dibangun tidak juga berbuah gol.
PSN Ngada nyaris saja menyamakan kedudukan satu menit menjelang pertandiang berakhir namun sontekan Heru yang tinggal berhadapan dengan penjaga gawang gagal membuah gol. Bahkan tendangan kapten tim No Liko hanya membentur tiang gawang. Sundulan Otha Pone juga lagi-lagi gagal menyamakan kedudukan.

Seakan tak percaya, para supporter fanatic ketika wasit Idris Boli meniup pluit panjang berakhirnya pertandingan dengan kemenangan Persim Manggarai. Dengan kemenangan ini Persim Manggarai akan berhadapan dengan Perseftim Flores Timur yang sudah merebut satu tiket ke babak semifinal. Partai keduanya akan dimainkan, Sabtu (1/8) di Stadion Lebijaga.
Priyo Handoko, pelatih Persim Manggarai, mengatakan kemenangan tim Persim karena memang tim Persim berhasil memanfatkan celah di balik kelengahan kubu PSN Ngada dalam mengamankan daerahnya. Persim, kata dia memiliki peluangkecil namun dari satu peluang itu para pemain bisa menciptakn gol. Priyo mengatakan, kubu Persim berani bermain terbuka dalam melayani pola permainan yang dikembangkan oleh PSN Ngada sehingga berhasil menciptakan gol untuk meraih kemenangan atas kubu PSN Ngada.


Surat Kabar di Indonesia Masih Kuat


-->* Diskusi Media dengan Janet Steele Difasilitasi Konjen AS
Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos
Profesor Janet E Steele, Assosiate Professor Jurnalisme di School of Media and Public Affairs pada George Washington University mengatakan, surat kabar yang ada di Indonesia saat ini tergolong masih sangat kuat. Kendati selama kurang lebih 32 tahun berada di bawah rezim pemerintahan Soeharto yang represif namun media di Indonesia tetap hidup. Bahkan, kata Janet Steele, Tempo yang dibredel pada jaman Soeharto namun tidak tidak bisa membunuh tempo yang kemudian masih bisa kembali eksis di Indonesia.
Hal itu dikatakan Janet Steele dalam diskusi bersama para pegiat media di Ende yang digelkar di ruang Lepembusu Grand Wisata Hotel, Kamis (8/7). Di Amerika, kata Steele, pendapatan iklan surat kabar mengalami penurunan pada tahun 2009 bahkan mencapai 26 persen. Pemasang iklan memilih memasang iklan di internet ketimbang di surat kabar yang relatif lebih mahal. Namun, dari hasil studi dengan ribuan responden, hanya 79 persen responden yang membaca berita di internet. 80 persen berita di dapan dari media sosial seperti blog yang berasal dari media tradisional.
Profesor yang menyelesaikan studi doktoralnya dengan tesis tentang The New York Time ini mengatakan, surat kabar The New York Time pernah melakukan revolusi dalam hal penjualan koran. Orang Amerika kata Steele tidak mau membayar mahal untuk membaca koran maka The New Yor Time menjual koran dengan harga murah.
Dalam kaitan dengan pemberitaan media, Steele mengatakan, di Amerika pada masa kepemimpian George Bush, banyak media yang tidak transparan dan independen dalam menyajikan berita. Banyak permasalahan yang muncul dalam pemerintahan Bush dan terjadinya perang Iran namun hal itu tidak dikritisi oleh media. Media hanya menerima release tetapi tidak bertanya dan membaca dengan baik release yang diberikan.
Dikatakan, dalam pemberitaan, yang perlu diperhatikan adalah elemen dasar jurnalisme itu sendiri yang oleh Bill Covach dirignkas dalam sembilan elemen jurnalisme. Paling pertama adalah kebenaran yang paling penting. Sebuah berita, kata Steele harus benar dan kebenaran terbaru dapat diperoleh dan kebenaran terbaru itu bisa dikoreksi besok. Wartawan, kata Steel keberadaannya untuk melayani masyarakat dan bukan ada untuk melayani kepentingan pemilik media, pemasang iklan dan pemerintah.
Steele mencontohkan saat dia menjadi pembicara di Sudan. Di sana, media sangat dikontrol oleh pemerintah. Kondisi ini, menurut dia sama dengan keberadaan media di Indonesia pada masa Soeharto berkuasa. Dikatakan, media di Idnonesia saat ini memang sudah mulai independen dari pemerintah. Tetapi, media di Indonesia belum independen dari pemilik modal. “Misalnya wartawan Surabaya Post yang akhirnya memilih keluar karena tidak bisa menulis bebas tentang kasus lumpur lapindo karena Surabaya Pos miliknya Aburizal Bakrie,” kata Steele.
Bicara soal kebebasan pers yang ada di Indonesia menurut dia, bukan menjadi hal penting karena terpenting menurutynya adalah pers yang independen. Jika pers yang bebas dan bertanggung jawab, kepada siapa pers bertanggung jawab apakah kepada pemerintah atau kepada masyarakat. Di Indonesia saat ini sudah banyak organisasi pers independen yang selalu mendorong agar media independen.
Menurutnya, tidak ada sistem media yang sempurna. Di Amerika misalnya, pemerintah tidak terlibat dalam media dan media bebas tetapi tidak bebas dari kegiatan bisnis dan kepentingan bisnis. Kepentingan bisnis bisa mempengaruhi pemberitaan.
Media juga harus selalu membuka ruang publik untuk berdiskusi terhadap pemberitaan yang diturunkan. Baik yang menyetujui atas tulisan maupun yang tidak setuju atas tulisan diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat. Media juga harus melihat hal-hal yang penting, berpikir tentang semua hal dan biasanya menulis tentang orang kecil. Steele mengkritik media di Indonesia yang selalu menulis berita tentang pejabat negara. “Menteri berkata sesuatu selalu dilaporkan. Tetapi masih ada banyak hal yang menarik yang jarang ditulis dan diberitakan seperti kegiatan orang-orang kecil,” katanya
Pada kesempatan itu, Steele juga membicarakan jusnalisme narasi yang di Indonesia dikenal dengan jurnalisme sastrawi. Selama ini, banyak media yang menulis berita dengan menggunakan pola piramida terbalik di mana pada awal berita selalu menonjolkan unsur 5W + 1H. Penggunaan gaya penulisan seperti ini sudah sering dan mengakibatkan banyak yang tidak mau membaca. Penggunaan penulisan jurnalisme narasi, kata dia sangat baik. Dia bahkan membacakan narasi terkait perang Irak yang menurutnya sangat bagus. Dalam tulisan itu, ada hal-hal yang sangat sederhana namun begitu baik diangkat dalam berita yang ditulis dengan gaya narasi.
Esti Durahsanti, Public Affairs Assistant pada Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya kepada wartawan usai diskusi mengatakan, Ende menjadi pilihan Konjen AS sebagai tempat kegiatan diskusi bermula saat Andrea De Arment, Public Affairs Officer Konjen AS di Surabaya mengunjungi Ende. Saat berdiskusi dengan teman-teman media dan meminta agar dilaksanakan diskusi media di Ende. Pada saat itu karena Janet Steele ada di Indonesia maka dilakukan pendekatan dengan dia untuk bersedia menjadi pembiaca dan karena bersedia maka dilaksanakan diskusi media di Ende.
Selain itu, kata Esti, pemilihan Ende sebagai tempat diskusi agar muda mudah dijangkau rekan-rekan media dari Kupang dan Maumere. Walau tidak diharidi jurnalis dari Kupang dan Maumere, namun kehadiran jurnalis di Ende menurut dia sudah cukup representatif dan mereka sangat senang para jurnalis mau menghadiri diskusi bersama Janet Steele.
Ke depan, kata Esti, memang belum ada rencana yang mau dilakukan Konjen AS. Namun dengan pertemuan ini dia berharap bisa menjadi pintu pembuka untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya. “Kita berharap kerja sama ini bisa berlanjut,” kata Esti.

Negara Menjamin Juga Membatasi Kebebasan Beragama


Woorkshop Peliputan Agama yang Berperspektif Pluralisme (2)


Asrosi S Karni di sesi kedua dalam materi strategi mengembangkan berita agama lebih banyak mengurai soal liputan agama yang masih kurang diminati dan kebanyakan masih soal isu-isu doktrin dan seremoni keagamaan. Padahal menurut pemenang penghargaan jurnalistik Mochtar Lubis Award 2008 ini, liputan agama bisa masuk ke semua aspek kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan segala tema di mana agama memainkan peran pentingnya. Terpenting, dalam menulis berita agama, perlu diperhatikan kepekaan terhadap isu-isu agama yang masuk dalam isu nasional. Jika liputan agama dikemas secara lebih menarik dan menjadi cover story akan berpengaruh terhadap serapan pasar yang cukup tinggi. Berita agama, kata Asrosi harus menjadi ruang dialog sehat produktif dari orientasi konflik ke orientasi dialog dan sebagai bagian upaya konsolidasi demokrasi.
Isu agama, menurut dia juga dapat menjadi urat nadi berbagai isu publik lainnya dan menjadi media promosi toleransi berperspektif pluralisme dan pendekatan damai. Berita-berita konflik dalam agama hendaknya dikemas sedemikian rupa agar tidak menjadi ajang provokatif tetapi sebaliknya menjadi ajang edukatif. Pemberitaan soal isu agama harus mulai digeser dari orientasi konflik ke dialog untuk mendorong iklim kehidupan dan dialog antar agama yang lebih sehat.
Isu agama sebagai media promosi toleransi, perspektif pluralisme, dan pendekatan damai.
Perspektif pluralisme menurut Asrosi hendaknya jangan menjadi penjebak dalam sikap partisan. Untuk mampu menghasilkan sebuah berita yang berkualitas tentang agama yang berprespektif pluralisme, perlu adanya peningkatan kompetensi jurnalis itu sendiri. Wartawan agama harus benar-benar memahami agama yang hendak ditulis.
Dalam menulis berita tentang agama, sebenarnya cukup memperhatikan dan mencermati praktek keagamaan keseharian yang dijadikan sebagai fokus liputan. Wartawan dapat menemukan pertalian dengan kebutuhan keseharian pembaca/pemirsa/pendengar. Berita agama dapat berupa ritual unik yang menyimpan pesan kearifan. Ritual unik sebagai instrumen mobilitas politik. Polemik doktrin keagamaan (validitas kitab suci, konsep nikah beda agama, konsep kenabian, arah kiblat, polemik penanggalan agama, dll). Tradisi peringatan hari besar agama dan fungsi/dampak sosial-ekonomi-politiknya dapat pula diangkat dalam berita-berita tentang agama. Di sini, media lebih menjalankan fungsi edukasi, informasi dan hiburan
Terkait reportasi agama dan konflik, Asrori mengatakan, dalam menulis konflik lintas agama, seorang wartawan harus mampu memainkan perannya untuk mencari model resolusi konflik. Konflik internal agama, perlu diupayakan penyemaian toleransi dan titik temu serta mendorong konflik menjadi sebuah ruang dialog. Melalui tulisan di media, wartawan juga mampu mediasi konflik agar bisa menjadi pijakan toleransi. Konflik, kata dia dapat pula dijadikan sumber pembelajaran kesadaran pluralisme. Dengan demikian, nantinya mampu mendorong penyelesaian konflik dengan cara non-kekerasan, bisa mediasi, bisa jalur hukum. Dalam hal ini, media pada akhirnya mampu memainkan perannya dalam fungsinya sebagai sarana edukasi dan informasi
Siti Musdah Mulia, tampil di sesi ketiga. Profesor perempuan pertama yang diberikan oleh LIPI ini membawakan materi kebijakan dan implementasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, perspektif pluralisme. Ketua Umum ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) ini mendefinisikan agama merupakan kepercayaan pada kekuatan-kekuatan supra-natural. Agama juga berarti suatu sistem kepercayaan, praktik dan nilai-nilai filosofis yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dari yang suci, pemahaman hidup, dan penyelamatan dari masalah keberadaan manusia.
Durkheim mendefinisikan agama adalah sebuah sistem keyakinan dan upacara (ritual) dengan mengacu pada yang mengikat orang bersama dalam kelompok sosial. Selanjutnya Max Weber dan ahli teologi Paul Tillich (1970) menjelaskan agama sebagai setiap rangkaian jawaban yang koheren pada dilema keberadaan manusia (kelahiran, kesakitan atau kematian) yang membuat dunia bermakna. Max memasukkan agama ke dalam ideologi yang lebih luas, yang juga mencakup ide-ide seperti 'sisi kebaikan' (rightness) dari persaingan dalam sistem kapitalis.
Praktik empiris menunjukkan pemerintah Indonesia membuat pengertian sendiri tentang agama. Agama secara sepihak oleh pemerintah (sedikitnya sebagian aparat negara) dan sebagian kelompok masyarakat, didefinisikan “Suatu sistem kepercayaan yang mengandung ajaran jelas mengenai ketuhanan dan hari akhirat, mempunyai nabi dan kitab suci.” Implikasi sosial dari pengakuan negara atas agama maka agama yang diakui pemerintah adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Lalu, sejak 2006 masuk Konghucu. Pendekatan sosiologis dan praktik empiris di Indonesia itu memiliki implikasi yang berbeda, karena agama-agama lokal yang dipraktikkan dan banyak pula pemeluknya di Indonesia (yang dalam pendekatan sosiologis termasuk dalam kategori agama) tidak diakui sebagai agama dan oleh karena itu pengikutnya mendapat perlakuan diskriminatif, terutama dari (aparat, birokrat) negara.
Perlakuan diskriminatif negara atas pengikut agama dan kepercayaan lokal serta selain keenam agama yang 'diakui' itu terjadi dalam pemenuhan hak sipil dan politik mereka.
Musdah Mulia mencontohkan, mereka dipaksa menyebut agama lain yang 'diakui' dalam KTP, meski sebenarnya tidak memeluk agama tersebut. Demikian pula hak untuk dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau KUA ketika melakukan pernikahan; dan hak mendapatkan Akta Lahir bagi anak mereka.
Dokumen hak asasi manusia tidak memberikan definisi terhadap kosakata 'agama', karena disamping pemikiran tentang 'agama' sulit diberikan dalam rumusan-legal, juga untuk menghindari kontroversi filosofis dan ideologis. Hukum hak asasi manusia internasional memiliki sebuah katalog tentang hak dan cara melindungi hak-hak itu di bawah judul yang disepakati yaitu 'kebebasan berpikir, berkesadaran dan beragama. Kebanyakan kaidah internasional yang dikembangkan bersifat melindungi pengejawantahan atau ungkapan (ekpresi) dari kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Lebih jauh Musda Mulia menerangkan bahwa di dalam ranah HAM, dikenal istilah 'hak-hak asasi manusia dasar' (Basic Human Rights), yaitu hak asasi manusia yang pada umumnya dianggap amat perlu untuk memberikan keutamaan atau prioritas di dalam hukum dan kebijakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hak-hak tersebut adalah hak yang memastikan terpenuhinya kebutuhan primer material dan non-material manusia, dan selanjutnya mengarahkan mereka kepada keberadaan manusia yang bermartabat. Meskipun tidak ada daftar hak yang diterima secara umum tentang hak yang bersifat dasar ini, akan tetapi termasuk di dalamnya adalah hak untuk hidup, hak atas makan, papan, pelayanan medis, kebebasan dari penyiksaan, dan kebebasan beragama (termasuk kebebasan berkeyakinan).
Definisi kebebasan dalam HAM, kata Musdah Mulia adalah kekuasaan atau kemampuan bertindak tanpa paksaan; ketiadaan kendala (hambatan); kekuasaan untuk memilih tindakan seseorang vis-à-vis negara, yang seringkali dilihat di dalam arti kebebasan dasar (fundamental freedom), yang menunjukkan suatu kebebasan yang sangat dibutuhkan secara mutlak bagi pemeliharaan dan perlindungan atas martabat manusia di dalam masyarakat yang terorganisasikan sebagai satu jenis perlindungan paling minimum yang dapat diterima.
Dikenal empat kebebasan (four freedom) yaitu kebebasan berekspresi, kebebasan beribadah, kebebasan untuk berkeinginan (dalam hal ini adalah kepastian atau keamanan ekonomi); dan kebebasan dari rasa takut (pengurangan persenjataan). Empat kebebasan ini mengacu pada pidato Franklin Delano Roosevelt, Januari 1941: bahwa eksisitensi dari perdamaian dunia dikaitkan dengan empat kebebasan yang esensial. Pidato ini kemudian menjadi satu dokumen kunci di dalam upaya membentuk PBB dan memberikan perlindungan dan pemajuan HAM. Pidato itu diberikan sebelum AS terlibat dalam Perang Dunia II.
Seyyed Hussein Nasr, seorang sufi dan ilmuwan Iran, memilah dua bentuk kebebasan beragama, pertama kebebasan menjadi (freedom to be), ditandai oleh pengalaman keberadaan diri yang asali berkaitan dengan mistikisme yang kepedulian utamanya adalah kebebasan pribadi, bukan kebebasan politis. Kebebasan pribadi adalah kebebasan mutlak (absolute or infinite freedom), yang terdapat di dalam kehidupan spiritual, yang juga disebut sebagai kebebasan moral (kebebasan menentukan sendiri tanpa hambatan sebab-sebab eksternal), atau kebebasan batin pada pikiran dan imaginasi. Kebebasan ini menjadi bagian dari apa yang disebut sebagai 'forum internum' yakni ranah internal di mana kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama atau berkeyakinan dipandang mutlak.
Kebebasan kedua adalah kebebasan bertindak (freedom to act) yang ada dalam batas-batas yang dipaksakan oleh realitas eksternal kepada manusia. Hak untuk mengekpresikan atau mengejawantahkan agama atau keyakinan (misalnya hak menyebarkan ajaran agama atau keyakinan, hak beribadah, hak mendirikan tempat ibadah) termasuk dalam hak untuk bertindak (freedom to act). Menurut beberapa kovenan hak asasi manusia, hak ini dapat ditangguhkan, diatur dan dibatasi (derogable, regulable, limitable).
Klausul pembatasan hak kebebasan untuk mengejawantahkan atau mengekspresikan agama atau keyakinan itu dapat ditemukan di dalam pasal 18 (3) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenan on Civil and Political Rights): 'Freedom to Manivest one's religion or beliefs may be subject only to such limitation as or precribed by law and are necessary to protect public safety, order, health, or morals or the fundamental rights and freedom of others'. Juga dapat ditemukan dalam Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (Europen Convention on Human Rights) pasal 9 (2); dan Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia (American Convention on Human Rights) pasal 12 (3)
Terkait kebebasan beragama, aspek yang vital dari kebebasan beragama atau berkeyakinan, bagi komunitas keagamaan adalah untuk berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh karena itu komunitas keagamaan mempunyai kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan termasuk di dalamnya hak kemandirian di dalam pengaturan organisasinya. Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh undang-undang dan demi kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum atau hak-hak asasi dan kebebasan orang lain. Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun.
Indonesia menjamin rakyatnya dalam memeluk agama. Kebebasan beragama diatur di dalam UUD 1945 Pasal 28E, ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. UUD pasal 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dan di TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM pasal 13,"Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

Belum Bayar Rekening Listrik, Sejumlah Fasilitas Pemerintah Bakal Dimatikan


· * RSPD Sudah Seminggu Dimatikan
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Sejumlah fasilitas pemerintah seperti kantor bupati, rumah jabatan bupati, rumah jabatan wakil bupati, rumah jabatan sekretaris daerah dan kantor Bapesiteldi terancam akan diputukan atau dimatikan listriknya. Hal itu mengingat rekening listrik untuk bulan September 2010 hingga kini belum dibayar. Sedangkan RSPD Ende, radio pemerintah telah diputuskan sejak seminggu yang lalu sehingga aktifitas penyiaran tidak berjalan sama sekali. Hutang rekening lisrik pemda senilai Rp64 juta lebih.
Kepala Bagian Umum Setda Ende A Yani kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa(12/10) mengatakan, membantah jika listrik di sejumlah fasilits umum pemerintah itu akan dipadamkan pihakPLN. Hal itu karena pihaknya telah melakukan pendekatan baik menemui langsung Asisten Manajer bidang Keuangan maupun melalui surat permohonan penundaan pembayaran kepada pihak PLN.
Dikatakan, kendala sampai belum dibayarnya rekening listrik tersebut karena dana yang dimiliki Bagian Umum sudah habis. Hal itu karena saat penetapan anggaran dana yang diajukan sebesar Rp6 miliar lebih hanya disetujui sebesar Rp2,633 miliar. Padahal, katanya, di Bagian Umum ini semua item kegiatan merupakan kegiatan yang haris dilaksanakan dan tidak dapat ditunda.
Karena itu, dana yang dialokasikan itu hanya dapat membiayai pelaksanaan egiatan selama 4-6 bulan. Setelahnya, Bagian Umum sudah tidak memiliki dana lagi. “Saat ini bahkan minus. Dana sudah tidak ada lagi,” kata Yani.
Namun demikian, lanjutnya, pihaknya telah mengajukan penggunaan dana silpa ke DPRD Ende. Dia berharap, pengajuan dana itu dapatdisetujui secepatnya. Dikatakan, jika dana sudah disetujui DPRR maka akan langsung dibayar rekening listrik di PLN yang ash menunggak. “Pokoknya kalau dana sudah cair kita akan langsung bayar pada kesempatan pertama,” katanya.
Elyas P Salo, penanggungjawab RSPD mengakui, listrik di RSPD memang sudah dipadamkan sejak sminggu yang lalu. Pemadaman dilakukan karena rekening listrik diRSPD belum dibayar. Biasanya, rekening listrik di RSPD rata-rata sebesar Rp1 juta. Namun kadang juga bias lebih rendah dari Rp1 juta. Akibat pemadaman listrik itu, lanjutnya, aktifitas penyiaran di RSPD tidak dapat dilaksanakan.

118 PNS Ikuti Orientasi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Desa

• Akan Ditempatkan di Desa-DesaOleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Sebanyak 118 pegawai negeri sip8il (PNS) lingkup Pemerintah Kabupaten Ende yang akan menjadi fasilitator pemberdayaan masyarakat desa mengikuti orientasi. Mereka ini nantinya akan ditempatkan di desa-desa dalam membantu pemerintah mensukseskan berbagai program yang diturunkan.

Orientasi kepada 118 PNS ini dilaksanakan di lantai dua kantor bupati Ende, Sabtu (6/11). Kegiatan orientasi dibuka Bupati Ende, Don Bosco M Wangge.

Dalam sambutannya, Bupati Don Wangge mengatakan, banyak kalangan yang ketika mendengar disebutkan kata desa di otaknya selalu berpikir bahwa suasana di desda gelap, berpendidikan rendah dan segala macam yang minus di desa. Namun, lanjutnya, sebagai orang yang datang dari desa, semua tentu sadar benar akan kondisi riil seperti itu yang ada di desa. Kondisi ini pula yang membuat orang terkadang enggan untuk kembali ke desa.

Padahal, katanya, di desa banyak hal yang dapat diperoleh yang selama ini tidak diperoleh di bangku sekolah. Selain itu, dengan bertugas di desa dapat membuktikan kemampuan diri yang sebenarnya dn menunjukan sebagai orang terpilih. Diakuinya, keberadaan bupati, wakil bupati dan sekretaris daerah saat ini yang menjadi besar di Ende mengawali karirnya dari desa.

Bupati Don Wangge menceritakan pengalamannya saat menjadi kader pelopor pembangunan desa (KPPD) di Desa Mataru Kecamatan Alor Barat Daya Kabupaten Alor. Menurutnya, desa Mataru merupakan desa yang dianggap paling minus dan begitu banyak tantangan namun dapat dilakukan pendekatan untuk merubah pola perilaku yang buruk.

Dalam kaitan dengan pemberdayaan masyarakat di desa, lanjut Bupati Don, apa yang harus dilakukan tergantung pada pemahaman terhadap masyarakat desa. Untuk itu, perlu orientasi dan mengenal karakteristik desa, mengenal para tokoh masyarakat yang berperan di desa selain kepala desa. Setelah pendekatan dilakukan dan sudahmulai diterima baru mulai menjalankan lagkah apa yang dikerjakan. “Tapi kunci dari semua itu adalah kesiapan untuk bekerja di desa,” kata Bupati Don.

Dalam melaksanakan tugas, lanjutnya, tentu ada tantangan yang dihadapi. Menghadapi tantangan tersebut harus dihadapi dengan pendekatan dari hati ke hati. Sesuai pengalamannya di Mataru, lanjutnya, ada kepala dusun yang sulit diajak kerjasama dan selalu mempengaruhi warga untuk tidak bekerja. Namun setelah dilakukan pendekatan dari hati ke hati dan sudah memasuki hati mereka, justru dia yang menjadi pendukung dalam sukseskan kegiatan. Karena itu, lanjutnya, ketika ditempatkan di tempat yang sulit justru akan semakin diasah dan jika bekerja dengan sepenuh hati maka tidak akan merasa terbebani.

Dia juga mengingatkan kepada PNS yang mengikuti orientasi agar tidak berpikir bahwa ditempatkan di desa merupakan suatu bentuk hukuman. Karena, jika menganggap sebagai hukuman maka akan gagal dalam melaksanakan tugas. Namun jika menerima tugas yang diberikan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh maka akan berhasil. Dikatakan pula, keberadaan para PNS tenaga fasilitator di desa tidak mungkin dibiarkan terus di desa. Jika menunjukan keberhasilan tentu akan dipromosikan. Namun jika gagal maka tetap bertahan di desa dulu.

Dionisius Ali, Ketua Panitia Orientasi mengatakan, pelaksanaan orientasi fsilitator pemberdayaan masyarakat desa ini bertujuan agar PNS yang akan menjadi fasilitator dapat mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi. Juga untuk meningkatkan kemampuan fasilitator pemberdayaan masyarakat desa agar memiliki kemampuan dalam memfasilitasi program-program pembangunan yang berbasis pemberdayaan.

Kepada 118 PNS yang mengikuti orientasi, lanjut Ali diharapkan mampu menggerakan minat, kemampuan dan semangat masyarakat perorangan atau kelompok untuk seczra swadaya gotong-royong melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Mereka juga diharapkan mampu memberikan informasi, melakukan pendekatan dengan mengutakan sikap mengajak dan menyampaikan gagasan-gagasan dengan memperhatikan nilai-nilai budaya setempat. Para fasilitator juga nantinya diharapkan dapat berperan dan mnumbuhkan prakarsa, menghimpun pendapat dan harapan serta kebutuhan masyarakat dan mencari pemecahan masalah yang dihadapi. Mengorganisir kegiatan yang ada di desa dan emngkomunikasikan kepda pihak terkait serta mampu memperkenalkan teknologi tepat guna kepada masyarakat atau kelompok.