15 Februari 2011

Dipertanyakan Proses Tender di Badan Penanggulangan Bencana Daerah

  • Perpres 54 Tahun 23010 Diterapkan Menyeluruh

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Sejumlah kalangan di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ende mempertanyakan proses tender sejumlah proyek pasca bencana di Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Mereka mengharapkan agar jika pemerintah telah menerapkan Peraturan presiden (prepres) Nomor 54 Tahun 2010 agar peraturan itu diterapkan secara menyeluruh. Jangan hanya menerapkan aturan-aturan yang menguntungkan secara sepihak sedangkan yang tidak menguntungkan tidak digunakan.

Hal itu dikemukakan Maryani Astuti Juma, Abdul Kadir HMB dan Haji Pua Saleh saat ditemui di Kantor DPRD Ende, Sabtu (29/1).

Astuti Juma mengatakan, dalam proses tender proyek penanganan pasca bencana di Badan Penanggulangan Bencana Daerah sudah tidak dibenarkan lagi jika masih menggunakan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Petunjuk pengadaan Barang dan Jasa Lingkup Pemerintah. Hal itu menurutnya karena, pemerintah sudah memberlakukan Perpres Nomor 54 Tahun 2010. dengan diberlakukannya secara efektif prepres ini pada 1 januari 2011 maka dengan sendirinya Kepres 80 Tahun 2003 batal demi hukum. “Kesalahan fatal kalau proses tendernya masih pakai Kepres 80 Tahun 2003,” kata Astuti.

Dalam Perpres 54 Tahun 2010, lanjut Astuti, telah disyaratkan bahwa penentuan atau penetapan pemenang tidak boleh dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK). Penetapan pemenang sesuai Perpres 54 Tahun 2010, harus ditetapkan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP). Dalam proses tender di Badan Penanggulangan Bencana Daerah jika telah menerapkan Perpres 54 maka patut dipertanyakan pula kapan pemerintah membentuk ULP.

Abdul Kadir Hasan mengatakan, pemerintah dalam menerpakan suatu regulasi hendaknya diterapkan secara menyeluruh. Jangan hanya melihat peraturan mana yangmenguntungkan saja yang digunakan sedangkan yang tidak menguntungkan atau berpihak tidak digunakan. Menurutnya, jika dalam proses lelang di Badan Penanggulangan Bencana Daerah itu telah merujuk pada Perpres 54 Tahun 2010 tentu penetapan pemenang dilakukan oleh ULP. ULP, lanjutnya adalah suatu unit yang bersifat permanen dan harus dibentuk pemerintah. Unit ini keberadaannya berkelanjutan sedangkan personilnya dapat diganti. “ULP itu seperti satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Jadi harus dibentuk secara resmi oleh pemerintah,” kata Kadir.

Karena itu, katanya, jika dalam proses tender ini telah merujuk pada perpres dan ULP telah dibentuk, patut dipertanyakan kapan ULP itu dibentuk. Jika sudah dibentuk pun, sejauh ini tidak ada pemberitahuan dari pemerintah kepada lembaga Dewan. Karena itu, keberadaan ULP dalam proses lelang di Badan Penanggulangan Bencana Daerah patut dipertanyakan.

Senada dengan Kadir, Haji Pua Saleh juga mempertanyakan legalitas ULP dalam proses tender tersebut. Menurut Haji Pua, jika pemerintah membentuk ULP, keberadan ULP dan legalitasnya harus diatur dengan peraturan daerah. Hal itu karena keberadaan ULP merupakan salah satu unit kerja yang kedudukannya setara dengan SKPD yang lain. Sejauh ini, ULP tidak pernah dibahas dan ditetapkan dengan perda dan tidak pernah ada penyampaikan keberadan unit ini ke Dewan.

Terhadap proses tender yang menyalahi legalitas dan reguilasi itu, Haji Pua Saleh meminta kepada aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan. Dia juga meminta agar aparat penegak hukum menyita dokumen pelelangan agar dapat memudahkan proses pengusutan.

Dia juga mempertanyakan proses dan mekanisme lelang yang dilakukan terutama menyangkut verifikasi faktual di lapangan menyangkut kepemilikan peralatan oleh rekanan yang mengikuti proses tender. Hal itu menurutnya sangat penting mengingat selama ini pemerintah mengakui bahwa terjadinya keterlambatan pengerjaan paket proyek dana stimulus tahun anggaran 2010 terjadui karena rekanan tidak memiliki alat berat dan harus menunggu alat dari Dinas Pekerjaan Umum.

Menurutnya, dalam proses tender ini verifikasi faktual sangat pengint untuk melihat kesiapan rekanan dalam mengerjakan pekerjaan yang diberikan. Dinas, lanjut dia juga tidak boleh memberikan dukungan peralatan dalam proses tender kepada semua rekanan. Jika sudah memberikan dukungan peralatan untuk satu rekanan harusnya rekanan lain yang meminta dukungan tidak diberikan. Jika semua rekanan yang tidak memiliki alat dan meminta dukungan dinas, nantinya akan berdampak pada pelaksanaan pekerjaan. “Karena semua sudah didukung Dinas PU akhirnya kerja tunggu roling alat berat. Ini yang buat semua pekerjaan terhambat dan akhirnya tidak selesai tepat waktu,”

Sabtu, Peletakan Batu Pertama Pembangunan PLTA Nndungga

  • Semua Proses Sudah Dilalui

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Menurut rencana, Sabtu (5/2) mendatang akan dilakukan peletakan batu pertama pembangunan pembangkit listrik tenaga air mini hidro di Ndungga Kecamatan Ende Timur. Seluruh persiapan untuk acara ii sudah dilakukan termasuk kesiapan masyarakat dalam menerima kehadiran proyek ini.

Hal itu dikatakan Kepala Desa Titutewa, Robertus Ato Manggo kepada Flores Pos, Sabtu (29/1). Manggo mengatakan, rencana pembangunan PLTA Ndungga itu sudah dirintis sejak tahun 1987 degan melakukan penelitian awal. Penelitian lanjutan baru dilakukan pda tahun 1996 yang kemudian dilanjutkan dengan penbayaran pembebasan tanah dan ganti rugi tanaman pada tahun 2006.

Selanjutnya, kata Manggo, sejak tahun 2006-2009, masyarakat menunggu proyek Bank Dunia ini ditenderkan di Jakarta. Proses tender kemudian dimenangkan oleh PT Brantas Adi Praya. Tahun 2009 kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi keberadaan proyek PLTA mini hidro Ndungga ini kepada masyarakat. Sosialisasi terus berlanjut hingga tahun 2010.

Pengerjaan di lokasi, kata Manggo sudah mulai dilakukan sejak tahun 2009. pekerjaan yang dikerjakan seperti pembukaan jalan menuju rumah mesin, pembuatan lubang untuk bendungabn dan peledakan batu cadas yang awalnya dilarang namun kemudian setelah dilakukan pembicaraan dengan tua adat akhirnya diijinkan sambil menunggu pelaksaan seremoni adat.

Pada awal bulan Januari 2011 lalu, telah dilakukan pertemuan bersama antara PT PLN Wilayah NTT, PLN Surabaya dan PLN Ende. Pertemuan dihadiri juga oleh kepasla desa dan BPD. Dalam pertemuan itu, kata Manggo, telah disepakati untuk dilakukan seremoni adat pada 5 Februari mendatang. “Kesepakatan pertemuan itu juga sudah disetujui bupati,” katanya. Selanjutnya, pada 27 Januari lalu telah dilakukan rapat bersama tiga kepala desa di lokasi PLTA yakni kepala desa Tuwutewa, Ndungga dan kepala desa Tomberabu 2 bersama mosalaki tiga suku yakni Mosalaki Tombe, Watumbena dan Ndungga. Semuanya sepakat seremoni adat tetap dilaksanakan 5 Februari.

Ditanya kesiapan masyarakat, Manggo katakan, di kalangan masyarakat awalnya memang sempat terjadi pro dan kontra karena banyak hal baru yang dilakukan di lokasi. Namun berkat sosialisasi yang terus dilakukan, akhirnya masyarakat mulai memahami pentingnya proyek ini. Bahkan masyarakat yang semula menolak pengeboran pada kedalaman 100 meter karena khawatir merusak tanaman mereka akhirnya menerima. Manajemen PT Brantas juga menyetujui adanya ganti rugi berupa uang sirih pinang yang diminta masyarakat.

Soal ganti rugi tanah dn tanaman, kata Manggo juga sudah diselesaikan hingga tuntas. Pembayaran, kata dia sudah dilakukan pada bulan Desember 2006 lalu dengan nilai total ganti rugi Rp2 miliar lebih. “Jadi intinya sudah tidak ada lagi persoalan di masyarakat soal kehadiran PLTA ini. Masyarakat sudah terima dan berharap segera dibangun,” kata Manggo

Pelayanan Tidak Berjalan, Badan Layanan Satap Diusul Dibubarkan

  • Masyarakat Masih Kesulitan Urus Perijinan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Kehadiran Badan Layanan Perijinan Satu Atap yang diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam proses perijinan usaha kepada masyarakat ternyata belum memberikan dampak maksimal. Selama ini, pelayanan badan ini sama sekali tidak dirasakan oleh masyarakat. Karena itu, jika badan yang dibentuk ini tidak dapat mempermudah perijinan kepda masyarakat sebaiknya diusulkan untuk dibubarkan.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua DPRD Ende, Haji M Anwar Liga kepada Flores Pos di kantor DPRD Ende, Jumad (28/1). Menurut Anwar Liga, keberadaan badan ini yang sudah dibentuk setahun yang lalu dengan peraturan daerah itu hingga saat ini belum menunjukan kinerjanya. Harusnya, kata dia, dibentuknya badan ini dapat mempermudah dan mempersingkat pelayanan perijinan bagi usaha masyarakat namun kenyataan masyarakat masih melalui proses perijinan seperti dulu layaknya belum dibentuk badan layanan perijinan satu atap. “Saya lihat saudara-saudara saya dari Wolowaru yang urus ijin usaha masih bolak-balik di sejumlah instansi untuk urus ijin. Padahal kita sudah punya badan layanan satu atap,” kata Anwar Liga.

Padahal, kata dia, badan ini sudah dialokasikan anggaran untuk mendukung operasional pelayanan kepada masyarakat. Bahkan, sejumlah staf badan ini sudah pernah mengikuti studi banding ke daerah yang telah melakukan sistem pelayanan stu atap. Namun, sekembalinya dari studi banding yang melibatkan anggota DPRD Ende itu sama sekali tidak memberikan manfaat bagi perubahan pelayanan kepada masyarakat.

Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan maka sama halnya lembaga atau badan layanan ini hanya akan membebankan anggaran pemerintah karena tanpa diimbangi pelayanan kepada masyarakat. Jika demikian, kata Anwar Liga, badan ini baiknya dipertimbangkan kembali keberadaannya. “Kalau perlu agar tidak membenakan daerah sebaiknya ditinjau kembali dan dibubarkan saja,” katanya. Anggaran untuk badan ini lebih baik dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Hal yang sma juga dikatakan anggota DPRD Ende, Arminus Wuni Wasa. Menurutnya, studi banding yang dilakukan staf badan layanan satu atap bersama Dewan beberapa waktu lalu tidak ada hasilnya. Hasil studi banding yang harusnya dapat dijadikan bahan untuk implementasi di Ende ternyata tidak menunjukan hasil apa-apa. Pelayanan perijinan ternyata masih seperti yang dulu sebelum adanya badan ini.

Dia mengatakan, agar badan ini dapat berjalan efektif memang harus ditunjang staf yang memahami soal perijinan. Pemerintah perlu memperhatikan lagi penempatan staf pada badan ini. Mereka, lanjutnya, dapat direkrut dari sejumlah staf yang selama ini bertugas di instasi yang melayani perijinan. Dengan demikian, bebekal pengalaman selama mereka di instansi lama dapat dipakai saat ditempatkan di badan ini. Selanjutnya, setiap tahun perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan bagi staf agar semakin menambah kemampuan mereka dalam menunjang pelayanan kepada masyarakat.

Berkas Kasus Calon CPNS Sudah Bisa Dilimpahkan

  • Tim dari Jakarta Sudah Selesai Lakukan Penyelidikan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan di Jakarta, penyidik saat ini tengah melengkapi berkas berita acara kasus calo pegawai Negeri Sipil. Setelah berkas dilengkapi, penyidik akan segera melimpahkan berkas ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ende. Pelimpahan diupayakan akan dilaksanakan pada Senin (31/1).

Hal itu dikatakan Kepala Satuan Reserse dan Kriminalitas Polres Ende, AKP Alexander Aplunggi per telepon dari Kupang, Kamis (27/1). Aplunggi mengatakan, tim yang dikirim ke Jakarta untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan keberadaan Haryanto, oknum yang mengaku Kepala Bagian Urusan Kenaikan Pangkat di Badan Kepegawaian Nasional (BKN) sudah kembali ke Ende pada Rabu (26/1).

Dikatakan, dua penyidik yang dikirim ke Jakarta itu sudah melakukan penyelidikan dan melakukan pemeriksaan di BKN. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Haryanto bukan pegawai di BKN apalagi menjabat Kepala Bagian Urusan Kenaikan Pangkat. Hal itu karena dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa di BKN tidak ada jabatan kepala bagian Urusan Kenaikan Pangkat.

Selain melakukan pemeriksaan di BKN, polisi juga sudah memeriksa ketua RT di Petamburan Jakarta Barat, alamat mana yang diberikan oleh tersangka calo PNS Tubagus sebagai alamat Haryanto. Dari keterangan ketua RT, mengakui bahwa di alamat itu tidak ada Haryanto dan alamat Haryanto di Petamburan Jakarta Barat Nomor 116 itu tidak ada.

Terhadap keterangan seperti itu, kata Aplunggi, disimpulkan bahwa alamat yang diberikan Tubagus itu adalah alamat fiktif dan hanya merupakan bentuk penipuan penipuan dari tersangka Tubagus. Namun untuk oknum Haryanto, Tubagus mengakui bahwa ada oknum bernama Haryanto. Karena itu, secara prosedur penyedikan polisi akan menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Haryanto kqrena alamatnya tidak jelas tapi menurut Tubagus Haryanto itu ada.

Terkait saksi, Aplunggi mengatakan, penyidik sudah memeriksa sembilan saksi termasuk Santos. Sedangkan empat dari 13 korban yang belum diperiksa sejauh ini belum diketahui alamatnya sehingga belum dimintai keterangan. Namun, lanjutnya, dari hasil pemeriksaan kesembilan korban, keterangan mereka sudah dinilai cukup dan sudah memenuhi dan mencerminkan perbuatan penipuan oleh tersangka Tubagus.

Setelah memenuhi semua ketentuan, lanjutnya, peyidik akan segra merampungkan berkas. Jika tidak ada aral melintang, katanya, penyidik akan segera melimpahkan berkas ke JPU. “Kalau tidak ada hambatan hari Senin berkas sudah kita dorong ke JPU,” kata Aplunggi.

Diberitakan sebelumnya, penyidik Polres Ende mengirim tim untuk melakukan pemeriksaan di Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dalam kaitan dengan kasus calo CPNS yang melibatkan Tubagus Yusuf Candra dan Santos. Dalam kasus ini, penyidik juga sudah memeriksa 10 orang masing-masing sembilan saksi korban dan juga Santos sebagai saksi.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ende, AKBP Darmawan Sunarko melalui Kepala Satuan Reserse dan Kriminalitas (Reskrim), AKP Alexander Aplunggi di ruang kerjanya, Senin (17/1) mengatakan, dari hasil pemeriksaan baik terhadap sembilan saksi korban maupun Santos yang turut serta dalam penipuan CPNS ini, hasil penyelidikan menyatakan cukup bukti penipuan yang dilakukan Tubagus dan Santos.

Dalam proses penanganannya, kata Aplunggi, penyidik Polres hanya menangani pelaku Tubagus. Sedangkan Santos sudah diserahkan kepada POM dan proses hukumnya ditangani POM.

Untuk lebih mendalami keterangan Tubagus terkait keterlibatan oknum H yang mengaku sebagai Kepala Bagian (bukan Kepala Seksi) Urusan Kenaikan Pangkat di BKN, polisi mengirim tim yang terdiri atas dua orang untuk melakukan pemeriksaan di Jakarta. Tim, lanjutnya menurut rencana akan diberangkatkan ke Jakarta pada Rabu (19/1). Tim ini selain melakukan pemeriksaan keberadaan oknum H di BKN juga menelusuri alamat yang diberikan Tubagus.

Kendati dalam penelusuran awal pihak BKN melalui Kasubag Publikasi BKN, Petrus Sujendra telah menyatakan bahwa oknum H tidak bekerja di BKN di BKN tidak ada jabatan Kabag Urusan Kenaikan Pangkat namun untuk melengkapi data dan keterangan perlu dilakukan pemeriksaan langsung ke BKN. “Kita sudah koordinasi dengan BKN dan Rabu tim akan ke sana untuk pastikan hal itu,” kata Aplunggi.

Dalam upaya ini, lanjutnya, tim yang diberangkatkan juga akan berkoordinasi dnegan Polda Metro Jaya dan Polsek Petamburan untuk mengecek keberadaan alamat yang disampaikan Tubagus.

Penanganan kasus ini, lanjut Aplunggi akan tetap jalan. Untuk keterangan dari BKN merupakan bukti tambahan. “Hasil pemeriksaannya seperti apa nanti kita sampaikan kepada teman-teman wartawan,” katanya.

Kepada para korban penipuan bermodus pengangkatan menjadi CPNS di BKN, Aplunggi mengimbau agar melaporkan ke Polres. Para korban dapat datang langsung bertemu petugas maupun bertemu langsung dengan Kasat Reskrim. Hal itu dimaksudkan agar dapat membantu jalannya penuntasan proses hukum dalam kasus ini.

Poskesdes Tidak Dibangun, Mosalaki Ancam Ambil Kembali Tanah

  • Bangun Harus dalam Satu Paket

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Mosalaki di desa Randoria Kecamatan Detusoko mengancam akan mengambil kembali tanah yang telah diserahkan untuk pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) jika tanah yang sudah diserahkan itu tidak jadi dibangun Poskesdes sebagaimana sudah dijanjikan pemerintah.

Hal itu disampaikan anggota DPRD Ende, Simplisius Lea Mbipi dalam rapat gabungan Komisi membahas RKA Dinas Kesehatan, Rabu (26/1). Simpli mengatakan, setelah emncermati RKA Dinas Kesehatan, di dalamnya tidak termuat program kegiatan pembangunan Poskesdes di desa Randoria. Padahal, kata dia, masyarakat sudah menyerahkan tanah untuk lokasi pembangunan Poskesdes.

Menurutnya, apa yang dia sampaikan itu tidak bermaksud untuk merubah RKA karena RKA sudah dibahas. Hanya saja, lanjutnya, hal itu sudah disampaikan dan merupakan aspirasi masyarakat yang telah dimasukan saat Musrembang 2010 untuk diakomodir tahun anggaran 2011.

Dikatakan, tanah yang sudah diserahkan itu terancam diambil kembali oleh mosalaki jika pembangunan Poskesdes tidak dilaksanakan.

Kepala Dinas Kesehatan, Agustinus G Ngasu mengatakan, aspirasi pembangunan Poskesdes di Desa Randoria Kecamatan Detusoko sudah masuk saat Musrembang 2010 dan direncanakan akan diakomodir dalam APBD 2011. hanya saja, dana alokasi khusus (DAK) 2011 tidak dapat menjawab aspirasi dimaksud.

Menurut Dokter Gusti, jika hanya membangun Poskesdes memanfaatkan dana DAK nantinya tidak akan berkelanjutan. Memanfaatkan dana DAK untuk pembangunan fasilitas kesehatan seperti Poskesdes harus dilakukan dalam satu paket. Pembangunan Poskesdes harus dilakukan bersamaan dengan pembangunan fasilitas rumah dokter dan pengadaan fasilitas pendukung lainnya.

Jika tidak dilakukan demikian, setelah pembangunan Poskesdes tidak dapat dilanjutkan dengan pembangunan fasilitas penunjang lainnya karena dana tidak dikucurkan lagi. Pada akhirnya, pembangunan fasilitas pendukung lainnya harus dibebankan kepada APBD. Karena itu, dia menyarankan agar pembangunan dapat tuntas maka harus dilakukan dalam satu paket pembangunan agar seluruh fasilitas penunjang Poskesdes dapat dibangun sekaligus dalam satu paket.