10 Desember 2009

Polisi Kembali Didesak Segera Tuntaskan Kasus Raskin Desa Hangalande

* Sudah Periksa Saksi Ahli Pangan
Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Aparat penyidik Polsek Detusoko yang menangani kasus penjualan beras untuk masyarakat miskin (raskin) Desa Hangalande Kecamatan Kota Baru didesak untuk secepatnya menuntaskan kasus tersebut. Penyidik diminta untuk segera melimpahkan berita acara pemeriksaan (BAP) ke kejaksaan agar proses hukum kasus ini secepatnya dituntaskan. Jika terlalu lama dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan kasus ini akhirnya lenyap begitu saja.

Hal itu dikatakan anggota DPRD Ende, Gabriel Dalla Ema kepada Flores Pos di gedung Dewan, Kamis (3/12). Gaby Ema mengatakan, sudah sekian lama kasus raskin Desa Hangalande itu ditangani aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Detusoko. Namun hingga saat ini, belum juga dilimpahkan ke kejaksaan. Dia empertanyakan sudah sejauh mana penanganan kasus ini karena selama ini Kepala Desa Hangalande Gerardus Friedrich Gani dan Andi Suryadarma alias Leang sebagai penadah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dibiarkan bebas dan dikhawatirkan dapat menimbulkan perbuatan pidana baru karena saat ini proses penyaluran raskin masih berjalan.

Untuk itu, Ema meminta penyidik Polsek Detusoko agar tidak mengulur-ulur waktu lagi dalam menangani kasus ini. Pemeriksaan para saksi dan tersangka yang telah dirampungkan agar secepatnya dibuatkan resume dan diberkaskan sehingga BAP dapat secepatnya dilimpahkan ke kejaksaan. Apalagi, kata Ema, dalam kasus ini, semua unsur baik itu barang bukti, saksi dan tersangka semuanya sudah memenuhi unsur sehingga tidak ada alasan lagi bagi penyidik Polsek Detusoko untuk mengulur pelimpahan BAP tersebut ke kejaksaan. “Polisi jangan malah mempersulit lagi kasus ini. Semua unsur sudah sangat jelas terpenuhi. Sekarang jaksa tinggal tunggu kapan penyidik limpahkan BAP ke jaksa,” kata Ema.

Dia berkeyakinan saat ini jaksa menunggu pelimpahan kasus ini ke kejaskaan. Dengan sudah terpenuhinya semua unsur ini, kata Ema tentu kejaksaan akan dengan mudah menindaklanjutinya. “Saya sangat yakin pihak kejaksaan sangat proaktif tangani kasus ini. Apalagi dalam kasus ini barang bukti, saksi dan tersangka semuanya sudah sangat jelas.”

Ema menghawatirkan, jika terlalu lama kasus ini mengendap di Polsek Detusoko justru akan mengakibatkan raskin yang ditahan dan diamankan akan rusak. Kalau rusak, kata Ema jelas raskin tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi. Padahal itu merupakan hak masyarakat yang telah disalahgunakan oleh kepala desa.

Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Detusoko, Iptu Willy Role kepada Flores Pos per telepon dari Detusoko, Kamis mengatakan, polisi masih terus melakukan prnyidikan dalam kasus ini untuk melakukan pengembangan. Terakhir kemarin penyidik telah memeriksa saksi ahli pangan dari Badan Ketahan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKP3) Kabupaten Ende. Pemeriksaan saksi ahli pangam ini dilakukan meningat ada penambahan pasal terkait dengan penyalahgunaan pangan. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan saksi ahli pangan terkait dengan penyalahgunaan pangan terutama melalui perubahan lebel dari raskin dengan kemasan dari Dolog ke mangga manis.

Sebelumnya, kata Role, penyidik juga sudah mengambil keterangan saksi ahli dari Bulog Ende. Keterangan saksi dari bulog ini terkait dengan raskin yang dijual terebut. Dari keterangan saksi ahli menyebutkan bahwa beras yang diamankan tersebut merupakan campuran antara raskin dengan beras lokal di mana raskin sebanyak tiga ton dan beras lokal sebanyak 1,8 ton yang dibeli di pasar.

Role mengakui, penyidikan harus dilakukan hingga tuntas dan setelah semua unsur terpenuhi baru bisa dibuatkan resume dan pemberkasan. Dia khawatir jika penyidikan tidak dilakukan secara cermat nantinya bisa mengakibatkan kasus ini terhenti di tengah jalan. Diakui, jika semua prosedur telah dilalui penyidik akan secepatnya memberkas BAP untuk kemudian dapat dilimpahkan ke kejaksaan. Diakuinya, dalam kasus ini penyidik hanya menetapkan dua orang tersangka yakni Kades Hangalande, Gerardus Dani dan Andi Alias Leang. Keduanya sebelumnya sempat ditahan namun kemudian dibebaskan setelah keduanya mengajukan permohonan penangguhan penahanan.



Badan Angaran DPRD Ende Pertanyakan Dana Hibah Rp11 Miliar

* Terealisasi Baru Rp4 Miliar Lebih
Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Badan Anggaran DPRD Ende dalam rapat dengan Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) mempertanyakan keberadaan dana Rp11,9 miliar yang merupakan dana hibah pemerintah pusat. Dana tersebut pada tahun anggaran 2009 lalu dianggarkan di dalam APBD perubahan sebagai dana talangan untuk mengantisipasi pengalokasian dana hibah tersebut.

Hal ini mencuat dalam rapat pembahasan di ruang gabungan Komisi antara Badan Anggaran DPRD End dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Rapat dipimpin Fransiskus Taso dihadiri anggota Badan Angggaran. Dari TAPD hadir Ketua TAPD, Bernadus Guru, Kepala Bappeda, Dominggus M Mere, Kepala Dinas BPKAD, Abdul Syukur Muhamad dan sejumlah pejabat lainnya.

Haji Pua Saleh, anggota Badan Anggaran Dewan mengatakan, dana senilai Rp11 miliar tersebut dianggarkan dan telah ditetapkan di dalam APBD 2009 perubahan. Dana tersebut merupakan dana talangan untuk mengantisipasi dana hibah dari pemerintah pusat. Dari dana yang ditetapkan itu, lanjut Pua Saleh, sesuai pelaporan menyatakan bahwa dana telah dikucurkan sebesar Rp4 miliar lebih dan telah dimanfaatkan. Kondisi itu menunjukan bahwa fisik uang dana terebut ada. Untuk itu sangat tidak beralasan jika dikatakan bahwa dana itu tidak ada. Karena itu, kata dia, pemerintah harus mengakui bahwa dana sisa senilai Rp6 miliar atau Rp7 miliar lebih itu harus dinyatakan ada dan merupakan tagihan kepada pihak donatur. Pua Saleh juga mengatakan, dari penjelasan pemerintah menyebutkan bahwa dana tersebut disetor ke kas negara namun berdasarkan klarifikasi ternyata tidak disetor ke kas negara.

“Sebagai bentuk tanggung jawab maka saya katakan dana itu harus ada.” Penetapan alokasi dana itu, kata Pua Saleh ditandatangani oleh bupati dan untuk itu hendaknya jangan sampai bupati terjebak. Untuk itu, dia mengimbau agar perlu dilakukan klarifikasi dengan bupati soal keberadaan dana tersebut. Klarifikasi dimaksud perlu dilakukan guna mempertegas bahwa dana tersebut masih ada. Oleh karena itu, lanjutnya, sisa dana yang belum dialokasikan itu baiknya dialokasikan dalam APBD 2010 dalam komponen pembiayaan.

Menurut Pua Saleh, mengingat dana itu sudah dianggarkan di dalam APBD dan kemudian dianggap ada kesalahan pencatatan dia balik mempertanyakan dana Rp4 miliar lebih yang telah digunakan itu diambil dari mana. “Kalau salah pencatatan ini rekayasa. Dana Rp4 miliar sudah dibelanjakan lalu sisa Rp7 miliar dikemanakan?” tanya Pua Saleh. Dana yang ditetapkan itu sebenarnya sudah didisposisikan kepada SKPD untuk dimanfaatkan terutama ke Dinas Pekerjaan Umum. Namun dalam perjalanan ternyata terjadi gagal lelang sehingga dananya tidak dimanfaatkan.

Arminus Wuni Wasa, anggota Badan Anggaran Dewan lainnya mengatakan, dana pendamping senilai Rp11 miliar tersebut agar perlu dijelaskan secara transparan oleh TAPD. Pemerintah dalam hal ini TAPD, kata Armin perlu mengakui secara jujur. “Kalau fiktif katakan fiktif dan ini ada indikasi kejahatan anggaran,” tegas Armin. Dia mengatakan, jika pemerintah mengakui bahwa dana yang dianggarkan senilai Rp11 miliar dan telah digunakan senilai Rp4 miliar lebih itu berarti ada dananya. Dengan telah digunakan Rp4 miliar lebih makan dana tersebut masih tersisa sebesar Rp7 miliar lebih. Armin mengatakan, sepakat dengan apa yang dikatakan Haji Pua Saleh yang mengatakan dana itu harus ada karena menurutnya, jika dana itu tidak ada maka dana ini sudah dikorupsi.

Armin meminta Badan Anggaran untuk secara tegas menyikapi persoalan itu dan meminta kejelasan terkait keberadaan dana Rp7 miliar tersebut. Badan Anggaran, kata dia tetap mengacu pada penetapan APBD perubahan senilai Rp11 miliar. “Kalau peerintah tidak tahu maka ini fiktif. Dalam waktu dekat perlu dibuat rekomendasi kepada pemerintah. Dana itu diakomodir di dalam APBD dan APBD sudah ditetapkan jadi tidak mungkin dana itu fiktif.” Menurutnya, mengingat MoU dana hibah itu sudah ditandatangani maka dia mendesak agar tetap dilakukan pencatatan. “Silahkan yang tandatangan MoU untuk cari kembali itu dana Rp7 miliar. Sekarang masih ada waktu. Pu agar segera mengajukan usulan.”

Heribertus Gani mengatakan, jika dana Rp11 miliar merupakan dana pendamping yang tidak selesai dipakai maka wajib hukumnya untuk dicatat kembali di dalam APBD 2010. namun jika dana tersebut merupakan kelebihan dana hibah maka disetor kembali ke pemilik dana bukan disetor ke kas daerah. Jika perlu, Dewan perlu meminta pihak berkompeten untuk melakukan audit keberadaan dana tersebut. Gani yakin, riil cash dana tersebut tidak ada di kas daerah untuk itu dia meminta agr perlu dicatat di APBD 2010.

Ketua Tim Anggaran Pemeritah Daerah, Bernadus Guru mengatakan, dana antisipasi senilai Rp11 miliar bukan berasal dari dana alokasi umum (DAU). Dau yang dialokasikan hanya senilai Rp22 miliar yang didampingi. Dana Rp11 miliar yang dimasukan bukan seluruhnya merupakan DAU. Pengembalian dana Rp6 miliar lebih akibat gagal tender merupakan kerugian akibat tender yang dilakukan naik sampai Rp18 miliar padahal alokasi dana hanya Rp6 miliar. Kondisi ini mengakibatkan gagal lelang dan dana harus disetor kembali kepada pemberi uang. “Kita berani tetapkan dana itu padahal dana itu belum ada. Dana itu tidak ada di kas daerah.” Dikatakan, secara administrasi, mungkin ada kekeliruan pencatatan. Dana hibah senilai Rp11 miliar dalam RAPBD 2010 menurut informasi dari Kadis PU baru dilanjutkan kembali.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Yos Mario Lanamana mengatakan, sisa dana hibah senilai Rp6,8 miliar tersebut sebelumnya tidak dapat dimanfaatkan karena terjadi gagal tender. Saat ii, kata dia, sedang dalam proses reviu desain di Jakarta untuk dilakukan pelelangan ulang pada tahun anggaran 2010.