19 Januari 2010

Tidak Ada Dana Operasional, Ketua Dewan Naik Ojek ke Kantor

* Ada Skenario Besar Membunuh Karakter Dewan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sejak 1-18 Januari 2010 ini, dana operasional DPRD Ende tidak ada. Kondisi ini mengakibatkan sejumlah kendaraan dinas baik kendaraan dinas pimpinan Dewan maupun kendaraan operasional Dewan lainnya tidak dapat dialokasikan dana untuk pengisian bahan bakar minyak (BBM). Akibatnya, pimpinan DPRD Ende terpaksa menggunakan kendaraan pribadi untuk ke kantor. Bahkan ketua DPRD Ende harus menggunakan ojek dari rumah dinas ke kantor DPRD Ende di Jalan El Tari.


Kondisi ini dibenarkan Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu saat ditemui Flores Pos di ruang kerjanya, Senin (18/1). Marsel Petu mengatakan, dana operasional DPRD Ende tidak ada sehingga untuk operasional di Dewan, pimpinan menggunakan kendaraan pribadi untuk ke kantor. Petu juga mengakui dia harus menggunakan ojek waktu ke kantor pada Senin itu.


Diakuinya, secara disiplin anggaran, sangat bersyukur karena DPRD Ende telah menetapkan Peraturan Daerah APBD Tahun Anggaran 2010 tepat pada waktunya yakni 31 Desember 2009. terkait implementasi anggaran menjadi kewenangan pemerintah sesuai dengan norma-norma anggaran dan akuntabilitas anggaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Dari sisi siklus anggaran, kata Petu, lembaga Dewan sudah disiplin dan dalam implementasinya atau sahnya suatu produk adalah setelah 15 hari dimasukan dalam lembaran daerah.


Dalam pelaksanaan, katanya, DPRD juga telah menunjukan bukti disiplin anggaran dengan baik di mana tidak satupun pos angaran yang dialokasikan di dalam APBD 2010 dimanfaatkan sebelum penetapan. Bahkan hingga ditetapkan sampai saat ini pun, Dewan belum menggunakan anggaran. Kondisi ini, kata Petu mengakibatkan kendaraan operasional pimpinan juga belum bisa digunakan karena ketiadaan biaya membeli BBM.


“Dampak dari itu ketiga pimpinan Dewan datang ke kantor dengan kendaran pribadi. Bahkan sekali-kali diantar ojek. Berkaitan dengan ini apakah tugas dan fungsi DPRD harus mandek hanya karena uang operasional belum ada. Dari tanggal 1-18 Januari tugas dan fungsi Dewan tetap berjalan walau kebijakan pimpinan dan anggota Dewan untuk menggunakan biaya operasional dan perjalanan dengan gunakan biaya sendiri,” kata Petu. Sebagai pimpinan, tetap memberikan penegasan kepada anggota Dewan untuk menanggapi kondisi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pengawasan dan pembinaan kemasyarakatan tanpa menggunakan surat perintah perjalanan dians (SPPD).


Petu mensangsikan, ketika DPRD Ende betul-betul melaksanakan disiplin anggaran apakah di sisi lain pemerintah juga mengimbangi disiplin anggaran dengan tertib anggaran mengingat bupati, wakil bupati dan SKPD tetap melalukan perjalanan-perjalanan juga sudah dilakukan operasional. Tentu di sana ada kiat dan strategi dalam pemanfaatan namun hal itu belum diketahuinuya. Namun demikian, katanya, muncul pertanyaan apakah hal ini hanya berlaku untuk pemeritah saja dan tidak berlaku pada lembaga Dewan.


Berkaitan dengan akuntabiltas anggaran, pimpinan berdasarkan pos anggaran DPRD dengan kebutuhan operasional dalam tahun berjalan dapat digunakan sejauh mana dapat dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban terhadap beban pos yang dialokasikan yangh telah ditetapkan dalam APBD kecuali terjadi penganggaran baru atau melebihi pagu yang ditetapkan. “Itu baru dikatakan pelangaran atau tidak disiplin.”


Namun, katanya, kendala seperti ini perlu ada respek dan respon pemerintah yang memiliki kewenangan pengelolaan terhadap alokasi dan besaran anggaran untuk Dewan. Respek pemerintah terhadap Dewan sebagai mitra dalam menjalankan fungsi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat sehingga tidak terkesan berat sebelah. “Kok dalam setiap momen hanya pemerintah saja yang tampil. Dwewan kehilangan momen tertentu dalam kemasyarakatan hanya karena tidak ada uang dalam pelaksanaan.”


Menyikapi kondisi ini, pada Senin kemarin juga digelar dengar pendapat dengan pemerintah yang dihadiri Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Abdul Syukur M didampingi sejumlah staf.


Skenario Besar Bunuh Karakter Dewan

Pada kesempatan ini, Heribertus Gani mengatakan, saat menerima tugas dari pimpinan dan melaksanakan tugas-tugas komisi alami hambatan sarana pendukung akibat ketiadaan bahan bakar. Bahkan, hasil pantauan Ketua DPRD gunakan ojek dan saat ditelusuri mobil EB 4, EB 7 dan EB 10 milik tiga pimpinan dan mobil Dewan lainnya ketiadaan bahan bakar. Namun kondisi ini menurut Gani bertolak belakang dengan pemerintah yang berbondong-bondong hingga 30-an kendaraan dalam salah satu kegiatan. Benturan seperti yang dialami Dewan ini, kata Gani tidak dialami oleh pemerintah. Kondisi ini dilihatnya ada diskriminasi.


Bahkan Gani mengatakan, ada skenario besar yang dimainkan untuk membunuh karakter secara kelembagaan dan orang-perorangan. Hal itu nampak ketika ada undangan dari masyarakat pimpinan dan anggota Dewan harus datang terlambat bahkan tidak dapat hadir karena kondisi seperti yang dialami saat ini.


Abdul Kadir Hasan mengatakan, jika taat asa maka implementasi 15 hari setelah APBD ditetapkan namun sampai 18 hari penetapan ada kevakuman aktifitas di DPRD Ende baik perjalanan dalam daerah maupun ke luar daerah. “Kalau taat asas jangan diskriminatif.” Menurutnya, bupati melakukan perjalanan dinas dengan fasilitas negara dan kondisi ini jelas ada konsekwensi pada anggaran. Menurutnya, dengan kondisi ini kemitraan yang disampaikan bupati bersifat semu tidak diaplikasikan. “Kalau seperti ini kita tidak lagi mitra tapi boleh saya katakan kita kibarkan bendera ‘perang’ karena lembaga Dewan tidak dihargai,” kata Abdul Kadir.


Yustinus Sani merasa heran bahwa tahun 2010 ini ada ketentuan selama 15 hari setelah penetapan APBD di mana belum dilembar daerahkan anggaran tidak dapat digunakan. Padahal, ada ketentuan yang menyatakan bahwa jika sampai 31 Desember APBD belum ditetapkan maka dapat digunakan dengan tetap merujuk pada APBD tahun sebelumnya. Untuk itu dia meminta kepada Dinas PPKAD untuk secepatnya mencairkan dana untuk DPRD Ende.


Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ende, Abdul Syukur Muhamad pada kesempatan itu menjelaskan, terhambatnya pengalokasian APBD karena pada beberapa SKPD perlu penyesuaian angka-angka terkait struktur APBD di SKPD bersangkutan. Selain itu, belum adanya keputusan bupati menyangkut pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran dan bendaharawan. Diakui, drafnya sudah ada namun ada sejumlah bendaharawan yang mengundurkan diri termasuk bendaharawan di Sekretariat DPRD Ende. Untuk itu dibutuhkan pengganti dan untuk memindahkan staf dibutuhkan SK bupati.


Abdul Syukur juga membantah adanya sinyalemen bahwa ada sejumlah SKPD yang telah menggunakan angagran 2010 karena hingga saat ini belum ada SKPD yang menggunakannya. Namun untuk kegiatan mendesak, katanya SKPD bisa mengajukan surat permohonan pinjaman kepada bupati dengan rincian penggunaan yang jelas. Dari situ dapat mempermudah diterbitkannya SP2D. “Penggunaan APBD 2010 bisa fleksibel dengan ajukan permohonan kepada bupati.”


Dia juga membantah adanya sinyalemen dari anggota Dewan soal adanya skenario untuk membunuh karakter lembaga Dewan. Bantahan yang sama juga disampaikan Sekretarisd DPRD Ende, Suka Damai Sebastianus. Menurutnya sebagai pemegang kendali internal Dewan tidak pernah rekayasa skenario untuk membunuh karakter Dewan baik secara lembaga maupun orang perorangan. Keberadannya di lembaga Dewan justru untuk membangun sistem dalam mendukung keberadaan lembaga Dewan.




Kades Kebirangga Selatan Minta Perbaikan Jalan

* Sudah pernah Dibahas dalam APBD 2010-01-19

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Kepala Desa Kebirangga Selatan Agustinus Mosa meminta perhatian DPRD Ende dan pemerintah untuk melakukan pengerjaan perbaikan jalan di jalur jalan Boafeo-Kebirangga Selatan. Kondisi jalan sepanjang tujuh kilometer tersebut saat ini sangat memprihatinkan dan tidak dapat dilewati kendaraan. Setiap kendaraan yang datang dari Ende tidak bisa sampai ke Kebiranga Selatan dan hanya sampai di Boafeo.


Kepada Flores Pos di gedung DPRD Ende saat bertemu dengan Wakil Ketua DPRD Ende, M Liga Anwar, Sabtu (16/1), Mosa mengatakan, jika tidak secepatnya ditanggapi, kondisi jalan ini akan semakin memburuk dan tidak tertutup kemungkinan ruas jalan ini bisa tidak dapat digunakan sama sekali. Padahal pada wilayah-wilayah yang sulit dijangkau kendaraan seperti di Kebirangga Selatan ini, banyak komoditi pertanian seperti vanili, kemiri, kopra, kakao. Jika kendaraan tidak dapat menjangkau wilayah tersebut, jelas komoditi petani ini sulit dipasarkan. Jika ingin memasarkan hasil mereka baik ke pasar Maukaro maupun ke Ende, masyarakat terpaksa harus mengangkutnya sendiri dengan tenaga manusia. “Kondisi jalan seperti ini sangat menyulitkan kami,” kata Mosa.


Mosa meminta kepada pemerintah dan lembaga Dewan untuk memprioritaskan pembangunan jalan jurusan Boafeo-Kebirangga Selatan pada tahun 2010 ini. Menurutnya, jika pemerintah dapat merealisasikan pembangunan jalan ini maka jalur jalan Nangaba-maukaro bida dileweti kendaraan dengan baik.


Wakil ketua DPRD Ende, M Liga Anwar di ruang kerjanya mengatakan, ruas jalan Boafeo-Kebirangga Selatan tersebut memang merupakan jalur jalan yang menjadi prioritas pada tahun 2010 ini. Hal itu karena alokasi anggaran untuk jalur jalan ini sudah dibahas dan ditetapkan dalam APBD 2010.


Liga Anwar juga berharap, dengan telah dialokasikannya anggaran untuk perbaikan jalur jalan ini maka tahun 2010 ini sudah dapat direalisasikan. Apalagi, kata dia, seperti yang disampaikan oleh kepala desa Kebirangga Selatan bahwa di lokasi-lokasi pada jalur jalan tersebut banyak hasil pertanian yang sulit dipasarkan. Karena itu, katanya, diharapkan agar isolasi ini dapat dibuka sehingga komoditi masyarakat petani dapat lebih mudah dipasarkan dan dapat memberikan dampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. Karena menurutnya, sasaran dari pembangunan adalah bisa memberikan dampak secara ekonomi kepada masyarakat di mana adanya peningkatan pendapatan yang dapat berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat.




Melarang Buku, Menerbitkan Kegelapan

Oleh Steph Tupeng Witin

· Mahasiswa Magister Jurnalistik IISIP Jakarta

Melarang peredaran sebuah buku merupakan tindakan yang tidak demokratis. Buku adalah ruang bagi siapa pun untuk mengekspresikan kemerdekaan berpikir dan kebebasan mengakses informasi. Peran ini menempatkan buku sebagai cahaya, terang bagi peradaban. Maka, ketika sebuah buku hendak dilarang peredarannya dari tengah publik, sesungguhnya cahaya, terang peradaban, itu sedang dipadamkan. Lembaga atau instansi formal yang melarang peredaran sebuah buku sesungguhnya tengah menghadirkan dan menerbitkan kegelapan bagi peradaban. Tindakan itu merupakan kiamat bagi dinamisme sejarah peradaban dan perkembangan demokrasi.

Menurut Goenawan Mohamad, pelarangan sebuah buku merupakan tindakan yang menakjubkan. Ketertakjuban itu tidak sebatas bahwa buku tersebut akan menjadi komoditas bisnis yang menggairahkan penulis dan penerbit. Tetapi bahwa kebebasan berpikir, berpendapat, yang terekspresikan dalam buku yang dilarang itu sesungguhnya akan semakin mendapatkan apresiasi yang mendalam. Publik akan semakin keranjingan memburu pikiran dan gagasan yang dilarang itu. Perburuan intelektual itu akan semakin mengagungkan pikiran dan gagasan. Pada saat yang sama, negara yang disimbolkan oleh instansi formal tertentu yang melarang buku itu akan semakin menuai badai kecaman, sinisme, dan terpinggirkan dari ranah percaturan civil society.

Buku memainkan peran penting dan strategis dalam ranah kehidupan manusia. Kehadirannya, meski menuai kontroversi, akan bersentuhan dengan publik karena ia menghadirkan pikiran, gagasan, dan ide yang dibutuhkan. Pikiran, gagasan, dan ide itu merupakan rekonstruksi atas realitas publik. Maka buku merupakan cermin untuk membaca realitas secara lebih intens. Ketika buku itu dilarang, publik akan melakukan perlawanan karena kebebasan berpikir, perbedaan berpendapat, dan keberagaman perspektif dalam membaca kenyataan yang merupakan hak asasi itu sedang dilanggar. Pelarangan sebuah buku yang berarti pemutusan ruang bagi publik untuk membaca kenyataan secara subtil tidak lain merupakan sebuah upaya sistematis menggiring publik untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan otoriter-represif, yang dicemaskan dan digelisahkan oleh eksistensi sebuah buku.

Barbara Tuchman mengatakan, buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah akan diam, sastra bungkam, sains lumpuh, pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, mercusuar yang dipancangkan di samudra waktu. Dan teolog Denmark, Thomas Bartholin, menambahkan, tanpa buku, Tuhan diam; keadilan terbenam; sains macet; sastra bisu; dan seluruhnya dirundung kegelapan (Gramedia:180).

Ungkapan-ungkapan ini menegaskan bahwa buku adalah kekuatan peradaban yang menghadirkan terang pencerahan. Terang pencerahan itu hadir dalam pikiran, gagasan, dan ide yang tertulis dalam sebuah buku yang menerbitkan kebebasan, kemerdekaan, perbedaan, keberagaman, alternatif solusi atas berbagai persoalan publik dan keberagaman paradigma dalam membaca dan menafsir realitas. Buku bisa menghadirkan opini atas realitas sosial politik dan sejarah dari perspektif tertentu. Buku adalah ruang bagi publik untuk menguji sebuah realitas dari sudut pandang dan paradigma berpikir tertentu. Buku adalah ruang yang menampung dan menghadirkan beragam perspektif pendapat atas kenyataan sosial-politik.

Maka tindakan melarang peredaran sebuah buku adalah kejahatan kemanusiaan karena melanggar kebebasan dan hak publik untuk mengakses beragam informasi yang memperkaya pemahaman dan kesadaran kritis. Tindakan pelarangan yang berarti mengharamkan perbedaan pikiran dan menutup ruang keberagaman gagasan bertentangan dengan semangat demokrasi. Negara yang menutup ruang perbedaan berpendapat sesungguhnya sedang mengatakan bahwa demokrasi sedang menunggu saat kematiannya.

Mengelola perbedaan

Goenawan Mohamad mengatakan, tindakan pelarangan sebuah buku lebih kejam daripada bedil dan peluru, karena hal itu akan membekukan pikiran. Lenyapnya buku dari ruang publik atas perintah negara merupakan lonceng kematian bagi demokratisasi percaturan pikiran dan ide. Mungkinkah pertukaran ide, perdebatan, penalaran, dan pencarian jalan baru memperoleh saluran ketika pikiran membeku? Ruang publik sumpek dan pengap. Ide-ide berkelebatan dalam gelap. Penguasa bisa gampang membuat kesimpulan tanpa sebuah pengujian publik yang rasional dan transparan. Toleransi surut dan pendangkalan terjadi. Kita lalu kehilangan dasar yang cukup kuat untuk mengelola perbedaan pendapat secara damai, teratur, dan berbuah demokrasi (Grafiti Pers: 336).

Suasana chaos pelarangan sebuah buku akan menuai perlawanan publik yang intens karena melukai hak asasi. Kekuasaan dalam bingkai negara demokratis tidak boleh dengan dalih apa pun melanggar kebebasan civil society untuk mendapatkan informasi yang luas serta kemerdekaan siapa pun untuk menyampaikan pikiran dan gagasannya. Perbedaan pendapat dalam sebuah negara demokrasi merupakan sebuah keniscayaan. Negara mesti menyediakan ruang demokrasi bagi segenap warganya untuk berbeda pendapat dan pandangan. Bukan zamannya lagi kalau negara menjadi satu-satunya otoritas kebenaran. Negara mesti rendah hati dan berbesar hati untuk menerima pikiran dan gagasan "yang berbeda" dari warganya yang mungkin tidak pernah singgah di benaknya.

Negara mesti mengapresiasi dan mengelola perbedaan-perbedaan itu sebagai peluang untuk merancang sebuah bangsa yang demokratis dan bermartabat. Bangsa ini mesti dibangun dalam alam demokrasi yang meniscayakan perbedaan pendapat sebagai bentuk partisipasi rakyat dalam membangun peradaban. Menerima perbedaan pendapat (buku) berarti menghadirkan terang bagi peradaban bangsa. Melarang perbedaan pendapat (buku) berarti menerbitkan kegelapan bagi bangsa. Rakyat mengharapkan agar negara, melalui Kejaksaan Agung, tidak seenaknya memasung kebebasan berbeda pendapat warga dengan dalih untuk menciptakan keamanan semu bagi kekuasaan otoriter. Pelarangan buku apa pun dalam era reformasi ini merupakan tindakan yang melukai roh reformasi dan demokrasi.




SDK Mbakaondo Terancam Ditutup

* Jika Tidak Diperhatikan Tenaga Pengajarnya

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

SDK Mbakaondo di Desa Kebirangga Selatan Kecamatan Maukaro terancam ditutup. Pasalnya, sekolah dengan 154 murid ini saat ini hanya dilayani tiga orang guru PNS. Sedangkan sejumlah guru yang pernah ditempatkan pada sekolah tersebut hanya lapor diri dan setelah itu tidak pernah bertugas. Jika tidak diperhatikan dan persentase kelulusan kembali nol persen seperti yang terjadi pada tahun ajaran yang lalu, sekolah ini bakal ditutup.


Hal itu dikatakan Kepala Desa Kebirangga Selatan, Agustinus Mosa saat menyampaikan permasalahan tersebut kepada Wakil ketua DPRD Ende, M Liga Anwar di ruang kerjanyanya, Sabtu (16/1). Agustinus Mosa mengatakan, SDK Mbakaondo ini hanya ada tiga guru PNS termasuk kepala sekolah yang harus bertanggung jawab terhadap 154 murid pada enam rombongan belajar. Sebelumnya pemerintah memang pernah menempatkan tenaga guru baik PNS maupun tenaga kontrak. Namun sejumlah guru yang ditempatkan tersebut tidak betah mengajar di sana dan bahkan ada yang hanya datang lapor diri lalu tidak kembali lagi untuk mengajar.

Saat ini, kata dia, ada empat putra daerah yang telah lulus PGSD. Mereka sudah mengabdi di sekolah itu.


Namun saat ini mereka sepertinya tidak mau lagi mengajar karena nasib mereka kurang diperhatikan pemerintah. “Mereka hanya guru kontrak komite dengan honor yang pas-pasan. Maklum kondisi kami di desa apa adanya.” Namun karena diminta mengabdi di daerahnya maka mereka masih mengajar. Dikatakan, setyelah mencoba mengikuti testing CPNSD baru-baru lalu dan tidak lulus tes mereka semakin putus asa. “Mereka kelihatan pasrah saja,” kata Mosa. Kepada mereka, kata Mosa, pemerintah desa dan masyarakat tetap mengharapkan agar mereka tetap mengajar dan menunggu sampai tes CPNSD mendatang.


Dia berharap, persoalan ini dapat direspon dan disikapi oleh pemerintah melalui dinas pendidikan. Dia meminta agar dinas secepatnya mengatasi kesulitan tenaga guru ini dengan menambah lagi tenaga pengajar. Hanya saja dia meminta agar empat tenaga honor yang merupakan putra daerah ini diperhatikan oleh pemerintah pada saat pelaksanaan tes CPNSD mendatang agar mereka dapat diangkat.


Wakil Ketua DPRD Ende, M Liga Anwar kepada Flores Pos mengataka, dalam kaitan dengan masalah pendidikan merupakan permasalahan utama yang harus menjadi prioritas perhatian. “Ini hal mendesak dan menjadi prioritas penyelesaian,” kata Liga Anwar. Dia sangat merespon laporan dari kepala desa tersebut dan berjanji akan menyikapinya secepatnya dengan menyampaikannya kepada pemerintah. Dia berharap, pemerintah melalui Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dapat menyikapi persoalan tenaga guru yang dialami di SDK Mbakaondo. “Apalagi tadi kades bilang kalau tidak secepatnya disikapi sekolah itu terancam ditutup. Ini harus jadi perhatian secepatnya.”


Menyikapi adanya sejumlah guru dan tenaga kontrak yang sudah ditempatkan pada sekolah itu namun tidak menjalankan tugasnya, Liga Anwar mendesak pemerintah untuk memanggil guru bersangkutan. Guru seperti itu, kata Liga Anwar perlu diberikan peringatan dan bila perlu diberikan sanksi tegas. Hal itu karena mereka diangkat baik sebagai PNS dan tenaga kontrak dan sudah membuat pernyataan bersedia ditempatkan di mana saja. Dengan demikian, menurut Liga Anwar, tidak ada alasan bagi mereka untuk meninggalkan tempat tugas mereka di tempat terpencil sekalipun.


Terhadap empat tenaga kontrak lulusan PGSD yang saat ini mengabdi di sekolah itu, Liga Anwar berharap agar diperhatikan oleh pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus belajar dari pengalaman di mana tenaga guru dari luar yang ditempatkan di sekolah tersebut dan tidak betag mengajar di sana maka dipikirkan agar dalam penempatan tenaga guru faktor asal daerah juga dipertimbangkan. Misalnya empat guru kontrak tersebut saat ini mengabdi di SDK Mbakaondo karena mereka adalah putra-putri asli daerah tersebut sehingga mereka mengabdi dengan tekun di sekolah tersebut. “Kita berharap, ke depan keempatnya dapat diperhatikan untuk diangkat menjadi guru kontrak daerah atau diangkat menjadi PNS.”