13 Desember 2008

Parpol Tidak Siap Lakukan Pendidikan Politik Terhadap Perempuan

• Perempuan Harus Bersatu
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Partai politik (parpol) yang ada saat ini dinilai belum siap dalam melakukan pendidikan politik terhadap perempuan. Bahkan, tidak saja tidak siap melakukan pendidikan politik terhadap perempuan, parpol juga bahkan tidak mampu melakukan pendidikan politik terhadap laki-laki juga kader partai itu sendiri.
Penegasan ini disampaikan Gusti Kanjeng Ratu Hemas di hadapan perempuan Ende dalam dialog di aula asrama SMPK-SMAK Frateran Ndao, Selasa (25/11) malam. Kanjeng Ratu mengatakan, ketidakmampuan dan ketidaksiapan parpol dalam memberikan pendidikan politik ini mengakibatkan timbulnya kekecewaan masyarakat terhadap parpol dan kepercayaan terhadap parpol menjadi hilang.
Selama ini, kata Kanjeng Ratu, parpol hanya mengambil perempuan tanpa melihat apakah mereka berpengalaman atau tidak, siap atau tidak yang terpenting untuk memenuhi kuota 30 persen. Namun, katanya, perempuan harus saling mendukung dan mendorong untuk bisa memenuhi kuota tersebut siapapun dia entah berpengalaman atau tidak. Selama ini orang selalu mempersoalkan kualitas perempuan untuk memenuhi kuota 30 persen. Padahal, kondisi saat ini di mana rata-rata lebih banyak laki-laki yang duduk di lembaga legislative toh kualitasnya tidak sama. Apalagi sekarang ini, sudah ada artis, pelawak yang merambah ke dunia politik dan duduk di lembaga legislative.

Perempuan Pilih Perempuan
“Perempuan siapapun dia kita dorong. Ini tahun di mana perempuan harus berjuang bersama. Perempuan harus pilih perempuan.” Perempuan, kata Kanjeng Ratu tidak boleh lagi hanya dijadikan alat untuk memenangkan calon laki-laki mengingat masih banyak yang memanfaatkan perempuan pada saat kampanye.
Adanya peraturan 30 persen perolehan suara untuk menduduki lembaga legislative, katanya memang dirasakan tidak gampang bagi perempuan. Namun, hal itu bisa menjadi gampang bagi perempuan jika bisa memanfaatkan hal-hal kecil seperti kelompok arisan untuk bisa meraih suara terbanyak. Perempuan harus lebih banyak aktif dan terlibat di berbagai kegiatan karena dengan aktif perempuan akan semakin dikenal.
Kanjeng Ratu berharap, pada tahun 2014 nanti, minimal 20 persen perempuan di Flores mampu mengisi kursi di DPRD. Perempuan menurutnya harus bisa memainkan peran dan kesempatan itu untuk masuk di lembaga legislative.
Lebih Banyak Korupsi
Dikatakan, kondisi saat ini di DPR di mana mayoritasnya laki-laki lebih banyak korupsi. Masuknya perempuan yang dikenal jujur dan disiplin setidaknya dapat mengurangi korupsi baik di legislative maupun di eksekutif karena perempuan lebih jujur.
Maria Imakulata dari Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Cabang Ende mengatakan merasa bangga dengan kuota 30 persen perempuan di legislative. Namun dia juga merasa sedih karena rata-rata perempuan yang direkrut untuk menjadi calon legislative adalah perempuan yang baru tamat sekolah menengah atas dan belum pernah bergelut di dunia politik sehingga minim pengalaman. Kondisi ini, katanya mungkin perempuan hanya dimanfaatkan untuk mendukung laki-laki agar bisa lolos.

Bangkitkan Semangat
Nur Aini Rodja di hadapan Kanjeng ratu mengatakan, pada pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah di Ende beberapa waktu lalu dia tampil mencalonkan diri menjadi calon wakil bupati. Namun pada saat itu dia merasakan bahwa perempuan belum bersatu dan belum saling mendukung sesama calon perempuan. Menurut dia, sekarang saatnya untuk kembali membangkitkan semangat perempuan untuk saling mendukung jika ada perempuan yang tampil menjadi calon. Hal itu menurutnya sangat penting agar ada perempuan yang lolos dan bisa duduk di lembaga legislative. “Kalau tidak kompak Ende kali ini bakal tidak ada anggota DPRD perempuan.”
Anastasia Reo, guru pada SMAK Syuradikara mengatakan, selama ini hambatan perempuan untuk maju untuk dicalonkan adalah karena sumberdaya manusia perempuan yang masih rendah, prempuan kurang berani dan kurang percaya diri untuk tampil di arena politik. Selain itu hambatan lain yang dirasakan adalah factor budaya yang masih menganggap perempuan sebagai nomor dua. Hambatan-hambatan ini sebenarnya yang harus diatasi agar perempuan bisa setara dengan laki-laki. Untuk itu, kata dia, perlu adanya pendidikan politik bagi perempuan khususnya yang selama ini tidak pernah dilakukan oleh partai politik.

Tidak ada komentar: