18 April 2013

Bom Waktu di Unwira Akhirnya Meledak Jua

Oleh Hiero Bokilia

ISU mogok mengajar para dosen Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang yang sempat mencuat awal bulan September lalu yang dipelihara ibarat bom waktu, akhirnya meledak juga. Mahasiswa merasa dirugikan atas aksi mogok mengajar, mogok konsultasi nilai, dan mogol konsultasi mata kuliah oleh  para dosen. Mahasiswa yang merasa telah memenuhi kewajibannya membayar biaya perkuliahan di kampus swasta termegah di Kota Kupang dan NTT ini namun haknya diabaikan mengambil sikap. Bom waktu pertama meledak di FKIP Unwira.

Dimotori koordinator lapangan Siprianus RK Ama, mahasiswa FKIP menggelar aksi demonstrasi di kampus, Senin (8/10). Aksi demo dimulai pukul 08.00 Wita hingga 14.00 Wita. Mereka long march dari kantor FKIP menuju kantor pusat Unwira yang berjarak sekitar 200 meter. Mereka diterima Rektor Unwira Pater Yulius Yasinto, SVD dan Bendahara Yayasan Pendidikan Arnoldus (Yapenkar) Pater Didi, SVD.

Pada kesempatan itu, Ayu Solah, perwakilan mahasiswa dari Program Studi Kimia, mengeluhkan masalah dosen yang mogok mengajar serta persoalan konsultasi nilai dan konsultasi mata kuliah yang belum dilaksanakan sampai saat ini.  Selain itu, persoalan fasilitas laboratorium dan ruangan kuliah yang terbatas.
Para dosen yang selama ini terkesan malu-malu menuntut kesejahteraan melalui penaikan gaji setara dengan PNS akhirnya berani menentukan sikap. Mogok mengajar dan tidak melayani konsultasi nilai dan mata kuliah merupakan langkah yang mereka lakukan. Langkah itu secara tidak langsung, telah menyulut amarah mahasiswa yang merasa diabaikan padahal sudah memenuhi segala kewajibannya. Aksi mogok para dosen tentunya bukan tanpa sebab. Berbagai upaya negosiasi dengan rektorat dan yayasan sudah dilakuan.

Tuntutan perubahan kesejahteraan dengan menaikan gaji setara PNS hanya dijawab yayasan dengan menaikan gaji 10 persen dari gaji pokok. Penaikan gaji 10 persen sangat minim, sehingga para dosen tidak puas. Mereka tetap berjuang menuntut penyetaraan gaji. Yayasan bergeming, dengan alasan, yayasan hanya pelaksana bukan sebagai pengambil kebijakan. Akibatnya, mogok mengajar, konsultasi KRS tidak dilayani, demikian pula konsultasi mata kuliah.

Selain menuntut perbaikan kesejahteraan setara dengan PGPNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011, para dosen dan karyawan Unwira juga menuntut diselenggarakan rapat umum anggota (RUA) luar biasa untuk memberhentikan pengurus Yapenkar dari jabatan, pengurus Yapenkar diminta memperhatikan tiga komponen pendiri Unwira, dan transparansi dalam pengelolaan keuangan oleh Yapenkar dan universitas.

Rektor Unwira Yulius Yasinto secara gamblang memang telah mengakui persoalan mendasar yang terjadi di Kampus Unwira. "Masalah utama yang terjadi di Unwira saat ini adalah persoalan tuntutan kenaikan gaji dari dosen. Para dosen meminta kenaikan gaji yang disetarakan dengan PNS sehingga sejauh ini belum ada kesepakatan antara dosen dan yayasan. Yayasan hanya mengabulkan kenaikan 10 persen dari gaji pokok. Ya, dari perhitungan yayasan sesuai dengan keuangan yang ada maka per 1 Oktober gaji dinaikkan 10 persen," katanya.

Jika melihat standar gaji yang ada di Unwira saat ini, memang memrihatinkan. Bila disandingkan dengan gaji yang diperoleh para dosen Unwira dengan gaji dosen dengan pangkat dan golongannya sama di lembaga perguruan tinggi lainnya terutama perguruan tinggi negeri, maka perbedaannya sangat mencolok, ibarat langit dan bumi. Persoalan gaji memang tidak dapat dipungkiri memberikan dampak ikutan lainnya terutama terhadap kinerja para dosen. Dengan gaji yang rendah, jelas sangat mengganggu persiapan para dosen untuk memberikan kuliah kepada para mahasiswa. Dengan gaji yang rendah, dosen juga terpaksa harus mencari pendapatan lain di luar gaji dosen yang sah dari yayasan. Misalnya menerima job mengajar di universitas atau sekolah lain di luar jam kerja di Unwira. Bahkan praktik-praktik penjualan diktat dan modul seperti yang terjadi di lembaga lainnya bisa saja terjadi walau itu selama ini belum ada mahasiswa yang mengeluhkannya.
Kenaikan 10 persen gaji para dosen jelas belum mampu menyamai gaji dosen PNS. Itu yang membuat belum ada kesepakatan antara Yayasan yang menaungi Unwira dengan para dosen. Dosen masih bersikap belum mau mengajar. Mahasiswa tetap dirugikan.
Karena itu, sesuai janji rektor yang memberi waktu penyelesaian sampai Senin (15/10), maka mahasiswa juga mengambil sikap akan terus menggelar aksi sampai ada kejelasan keputusan. Mahasiswa akan melakukan mimbar bebas di depan kampus sampai hari Senin pekan depan.  "Kami sangat kecewa dengan jawaban pihak Yayasan dan Rektor yang meminta waktu hingga Senin pekan depan," kata Siprianus RK Ama.

Menurutnya, jika hingga Senin (15/10) apa yang dijanjikan tidak terselesaikan, maka mahasiswa akan kembali melakukan demonstrasi dengan jumlah yang lebih besar dengan tuntutan yang lebih tajam.
Ketua Yapenkar Pater Gregor Neon Basu mengatakan, meski selaku pengelola Unwira, Yapenkar tidak berwenang memutuskan kenaikan gaji dosen/karyawan. Kenaikan gaji merupakan keputusan Badan Pembina Yapenkar. "Itu keputusan Badan Pembina. Kami ini hanya badan pengurus, jadi kami tidak bisa untuk memutuskan kenaikan gaji. Kami hanya menyampaikan saja tuntutan kenaikan gaji kepada Badan Pembina," katanya.
Meski demikian, sebelumnya Yapenkar telah menaikkan gaji sebesar lima persen. Namun karena ada gejolak, kembali menaikkan sebesar 10 persen. Bahkan, untuk kenaikan gaji itu, keputusan Badan Pembina tidak ada tetapi karena ada tuntutan, maka dinaikkan.
Kenaikan gaji 10 persen itu, tambahnya, telah diumumkan namun tetap menimbulkan gejolak. Karena itu telah melakukan pendekatan persuasif melaui rektor dan para dekan. Yayasan dan seluruh badan pengurus tengah melakukan rapat dan proses negosiasi.

Ditanya mengenai uang kuliah yang mahal namun tidak sebanding dengan gaji yang diberikan kepada para dosen, dia membantah. Menurut dia, selama beberapa tahun terakhir uang kuliah tidak dinaikkan.
Mantan dosen FKIP Unika John Dekresano yang kini menjabat Rektor Universitas San Pedro mengatakan, selama ini yayasan mengabaikan  kesejahteraan dosen dan karyawan. Padahal, ini sangat penting demi meningkatkan mutu dan kualitas di Kampus. "Jika dosen tidak diperhatikan maka ini menjadi masalah bagi dosen dalam menjalankan tugas, misalnya, dalam mempersiapkan bahan-bahan perkuliahan," katanya.
Menurutnya, yang menjadi penyebab utama dari masalah yang terjadi, pengelolaan keuangan dari yayasan yang kurang memberikan perhatian terhadap kesejahteraan dosen. "Ini adalah masalah lama yang menjadi pemicu dari semua persoalan di Unika. Perhatian yayasan terhadap kesejahteraan dosen dan karyawan sangat kurang. Pengelolaan keuangan tidak memihak pada karyawan dan dosen," katanya.

Miris memang mencermati kasus di Unwira ini. Perhitungan gaji para dosen, masih merujuk pada PGPNS tahun 2003. Itu pun hanya 68 persen dari PGPNS tahun 2003.
Kasus yang menimpa Unwira mendapat simpati banyak kalangan. Sekretaris Kopertis Wilayah VIII Bali-NTB-NTT Anom Sukarta meminta kepada para dosen dan yayasan untuk berdialog mencari solusi terbaik. "Apapun persoalannya, saya imbau kepada para dosen untuk tetap menjalankan tugas dan tanggung jawab mengajar sehingga tidak merugikan mahasiswa yang membutuhkan ilmu dan suasana yang kondusif untuk belajar," pintanya.

Sekretaris Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Provinsi NTT Godlif Neonufa mengharapkan pengelola dan para dosen dapat segera menemukan jalan keluar untuk mengatasi kemelut yang ada agar tidak merugikan mahasiswa.
Sementara itu, Divisi Pendidikan PIAR NTT Yusak Bilaut mengatakan, yayasan pengelola Unwira harus memperhatikan kesejahteraan dosen dan pegawai agar tidak berpengaruh pada layanan perkuliahan kepada  mahasiswa. "Pihak yayasan dan rektorat harus terbuka kepada para dosen mengenai kondisi yang ada agar mahasiswa tidak dirugikan," katanya.

Pertemuan tertutup yang digelar Badan Pemina, Yayasan dan Dekan juga belum ada kata sepakat. Mogok masih terus berlanjut. Bahkan, mahasiswa telah membangun tenda di depan gerbang masuk kampus. Mogok makan dalam aksi demonstrasi juga dilakoni mahasiswa sampai ada titik terang penyelesaian kasus.
Kita tentunya berharap, kemelut di Unwira secepatnya diselesaikan. Badan Pembina, Provinsial SVD Timor, dan Yayasan hendaknya terketuk hatinya mendegar tuntutan dan jeritan hati para dosen yang telah mengabdikan diri bekerja di ladang Tuhan, ladang pendidikan. Tuntutan perbaikan kesejahteraan yang dilontarkan para dosen dan karyawan tentunya bukan tanpa dasar. Ada ahli-ahli ekonomi di Fakultas Ekonomi yang tentunya sudah membuat perhitungan-perhitungan ekonomis, besaran pemasukan yang diterima Unwira, besaran pembiayaan yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh roda pendidikan di Unwira. Dan berapa keuntungan yang diterima. Karena itu, perhitungan menaikan gaji setara dengan gaji PNS, tentunya bukan lahir begitu saja, tetapi jelas dari kajian yang sangat matang.
Namun patut dipikirkan pula, bahwa peningkatan kesejahteraan para dosen dan karyawan, jangan sampai mengorbankan mahasiswa. Mogok harus dihentikan, sambil negosiasi terus berjalan. Badan pertimbangan, Yapenkar, dan Provinsial SVD Timor dalam menjawab tuntutan dosen dan karyawan, jangan lagi mengobarkan mahasiswa. Tuntutan peningkatan kesejahteraan, jangan diikuti kebijakan kenaikan biaya kuliah kepada mahasiswa. Jangan memuaskan satu pihak dengan mengorbankan pihak lain.
Tentunya, dengan kebesaran hati, Badan Pembina dan Yayasan dapat mengambil langkah bijak menuntaskan persoalan, agar mahasiswa sebagai penopang utama keberadaan kampus tidak lagi dirugikan. Para pengambil kebijakan di Unwira tidak hanya memikirkan upah surgawi para karyawannya, namun hendaknya upah duniawi para pekerja di ladang Tuhan pun diperhatikan.




Kebanggan itu Kian Sirnah
SETIAP orang pasti bangga menjadi dosen Unwira. Apalagi dengan komitmen dan prinsip pengabdian terhadap lembaga pendidikan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Komitmen menjadi dosen sesungguhnya telah tertanam bagi para dosen yang menyatakan diri mengabdi di Unwira.
Kebanggan menjadi dosen Unwira begitu nyata dirasakan. Betapa tidak, selain karena komitmennya yang begitu mulai untuk mencerdaskan bangsa, juga karena pada masa itu, kesejahteraan para dosen dan karyawan sangat diperhatikan. Pada masa kejayaannya, gaji dosen Unwira bahkan melampaui gaji dosen-dosen negeri di Universitas Nusa Cendana (Undana).

Kebanggaan itu yang tertanam di dalam sanubari Alfon Bunganaen, Dekan FKIP Unwira kala awal memantapkan pilihannya mengabdi di Unwira tahun 1986.
Kepada VN, Jumat (12/10), Bunganaen mengisahkan, memilih mengabdi di Unwira sebagai kampus sewasta dengan label Universitas Katholik merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Nilai kekatholikannya yang di kejar dalam pengabdian tersebut, sehingga dia menetapkan hati melabuhkan pilihannya di Unwira, dan bukan universitas negeri seperti Undana misalnya. "Ada nilai lain yang saya kejar yaitu nilai kekatholikan," katanya.

Namun kebanggan itu kini hanya tinggal kenangan. Setelah mengabdi 26 tahun, perhatian yayasan kepada para dosen dan karyawan mulai bergeser. Jika pada awal kiprah, yayasan begitu memberikan perhatian terhadap kesejahteraan dosen dan karyawan,  perhatian itu kian berbeda jauh dalam perjalanan kampus Unwira hingga saat ini. Jika para dosen Undana yang dulunya gaji lebih rendah dari gaji para dosen di Unwira, kini justru gaji para dosen di Unwira yang tertinggal jauh dari para Dosen PNS yang segolongan. "Dari tingkat kesejahteraan kami sangat tertinggal jauh dari teman-teman pegawai negeri," katanya.
Gaji dosen dan karyawan di Unwira saat ini sangat memprihatinkan. Sebab gaji yang diterima para dosen saat ini hanya 68 persen dari PGPNS tahun 2003. Inilah yang membuat dia berani untuk menyimpulkan, bahwa dosen-dosen Unwira tertinggal jauh dari aspek kesejahteraan.

Namun, dalam segala kekurangan dan gaji yang minim, Bunganaen akui, selalu ada rahmat untuk memperjuangkan dan memenuhi hidup keluarga. Dengan pengabdian yang tulus kepada lembaga yang begitu dibanggakan sejak awal pengabdian, berkat diperoleh di tempat lain. Kerja sama dengan instansi pemerintah diperolehnya untuk melakukan sejumlah penelitian. Jadi, untuk menopang hidup dan keluarganya, selain gaji yang minim dari Unwira, dana penelitian juga sangat membantunya.
Tentunya melalui perjuangan yang kini tengah dilakukan, dia dan seluruh dosen serta karyawan yang telah mengabdikan hidup dan kehidupannya di Unwira tetap berharap Yayasan, Badan Pertimbangan, dan Provinsial SVD Timor dapat terketuk hatinya meluluskan jeritan hati para pekerja di ladang pendidikan, Unwira. Semoga.

hiero@victorynews-media.com

Tidak ada komentar: