18 April 2013

Optimisme UN di Tengah Keterpurukan

Oleh Hiero Bokilia




DUNIA pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam dua tahun terakhir terus mengalami keterpurukan. Dalam ujian nasional (UN) tahun ajaran 2010-2011, tingkat kelulusan 94,43 persen untuk UN SMA/SMK dan merupakan persentase tertinggi pertama yang diraih NTT. Namun, hasil ini masih paling bontot di peringkat nasional. Selanjutnya pada Tahun Ajaran 2011-2012, NTT masih menjadi daerah dengan tingkat kelulusan terendah UN tingkat SMA/SMK. Dari jumlah peserta 36.228, yang tidak lulus 1.994 orang atau 94,50 persen dan menempatkan NTT tetap berada di peringkat ke-33 dari 33 provinsi di Indonesia.

Keterpurukan pendidikan di NTT ini tak pelak menjadi sorotan banyak kalangan mengingat pada saat prestasi pendidikan NTT menurun, di saat yang sama, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT sedang gencar-gencarnya menggaungkan Gong Belajar. Gong Belajar ibarat hanya besar di bunyi tanpa ada aksi nyata di lapangan. Gong Belajar hanya indah di kertas tapi buruk dalam implementasi.

Menyikapi melorotnya mutu dan persentase UN di NTT, Pemprov dan Dinas PPO NTT tidak tinggal diam. Sejak pertengahan 2012, Dinas PPO telah mendorong Dinas PPO tingkat kabupaten/kota untuk mulai membangun koordinasi dengan sekolah-sekolah di masing-masing wilayah mempersiapkan para siswa menghadapi pelaksanaan UN. Imbauan itu disambut baik Dinas PPO kabupaten/Kota. Para kepala sekolah pun dikumpulkan dan bersama membangun komitmen mulai melakukan segala persiapan untuk menyiapkan para siswa menghadapi UN. Target-taget mulai ditetapkan dengan indikator keberhasilan masing-masing. Sekolah-sekolah penyelenggara UN pun menyambut baik imbauan dan mulai melakukan persiapan berupa bedah standar kompetensi lulusan (SKL), les tambahan, dan latihan soal-soal UN tahun-tahun sebelumnya.

Kepala Dinas PPO NTT Klemens Meba mengatakan, menjelang pelaksaan UN khususnya untuk tingkat SMA dan SMK pada 15 April mendatang, berbagai kesiapan yang telah dan akan dilakukan oleh Dinas PPO NTT untuk menyelenggarakan UN. Kesiapan yang sudah dilaksanakan adalah bedah SKL dan tryout untuk SMA/SMK. Sedangkan terkait pelaksanaan UN, mulai 6 April, Dinas PPO NTT akan mendistribusikan soal ke kabupaten untuk kemudian didistribusikan ke sekolah-sekolah penyelenggara UN. Dalam bedah SKL tersebut, mengambil berbagai materi dari lima tahun terakhir untuk mengetahui persentase penguasaan soal pada seluruh sekolah di kabupaten/kota.

Dari hasil bedah SKL tersebut, diketahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sekolah. "Apakah kekurangan itu datang dari siswa atau kekurangan itu datangnya dari guru, sehingga sekolah-sekolah dapat mengaturnya dengan melakukan rapat bersama orangtua dan meminta dukungan dari kabupaten/kota. Seperti di kecamatan-kecamatan di pedalaman disarankan agar kelompok-kelompok belajar dilakukan pemondokan agar mudah dikoordinir," jelasnya.

Dari sejumlah persiapan itu, kemudian untuk menguji kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi UN, dilakukan tryout. Tryout diselenggarakan oleh Dinas PPO NTT, Dinas PPO kabupaten/kota, dan oleh sekolah sendiri. Dari tryout tersebut, kemudian dianalisis oleh tim analisis di Dinas PPO NTT untuk melihat sejauh mana capaian yang diperoleh para siswa. Memang pada tryout pertama, rata-rata belum mencapai standar nilai secara nasional. Banyak siswa meraih nilai di bawah lima. Namun dalam tryout kedua dan ketiga, tim analisis mengakui ada peningkatan.


Tidak Efektif
Walau diakui ada peningkatan hasil tryout berdasarkan hasil analisis, namun sejumlah pengamat tetap menilai, les tambahan yang digalakkan akhir-akhir ini menjelang pelaksanaan UN April mendatang, tidak efektif meningkatkan persentase dan kualitas kelulusan.

Dominikus Waro Sabon, pengamat pendidikan dari Undana Kupang mengatakan, karena pelaksanaan les tambahan pasca dilaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) sehingga les tambahan tidak efektif.

Menurutnya, salah satu penghambat peningkatan mutu pendidikan karena para guru belum memahami psikologi siswa. Les tambahan yang dilaksanakan pada siang hari setelah KBM berakhir membuat siswa jenuh. Mereka sudah sejak pagi hingga siang telah dipaksa belajar, sehingga les tambahan tidak memberikan banyak manfaat karena tidak akan banyak materi yang mampu diserap para siswa.

Hal seperti itu, kata Waro Sabon, harus menjadi pertimbangan para guru. "Les tambahan siang hari sia-sia karena siang hari siswa sudah lelah dan mengantuk, sehingga membuat para siswa hilang konsentrasi belajar," jelasnya.

Kehadiran seluruh siswa saat les tambahan, lanjutnya, tidak menjamin mereka dapat memahami apa yang dijelaskan guru. Karena itu, guru-guru perlu menguasai ilmu pedagogi sehingga bisa mengetahui kelemahan siswa, begitu juga jika siswa tidak konsentrasi saat guru mengajar. Seorang guru harus menciptakan cara mengajar efektif, dan menarik perhatian siswa.

Pengamat pendidikan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang Agus Mani berpendapat, untuk dapat menyukseskan pelaksanaan UN dan bisa meningkatkan mutu dan persentase lulusan, maka Dinas PPO NTT perlu memahami potensi sumber daya manusia (SDM) guru di setiap kabupaten. Keberhasilan UN tidak hanya diukur dari kemampuan dan kualitas para siswa saja. Jika hanya memahami dan mengukur kemampuan siswa saja maka akan sulit mewujudkan kesuksesan UN dan meningkatkan mutu lulusan. Kemampuan dan kualitas siswa ditentukan pula oleh SDM guru. Apabila guru dalam proses belajar mengajar hanya menggunakan sistim menghafal, maka akan menjadi permasalahan bagi para murid. Karena, untuk mendalami dan memahami ilmu tidak hanya bisa dilakukan melalui menghafal.

Karena itu, Pemprov NTT melalui Dinas PPO NTT harus secepatnya melakukan pendekatan ke setiap sekolah terutama sekolah-sekolah sasaran Program Gong Belajar. Jika Pemprov NTT tidak serius, maka akan menggagalkan Program Gong Belajar.

Sekretaris Dinas PPO NTT Johanis Mau mengatakan, untuk dapat menyukseskan pelaksanaan UN di semua tingkatan baik SD, SMP, dan SMA/SMK, diharapkan masing-masing sekolah dapat membentuk kelompok belajar. Para guru juga harus membimbing para siswa dengan menjadwalkan kegiatan jam belajar siswa dan kelompok belajar tersebut.

Apalagi, pelaksanaan UN kali ini sedikit berbeda dengan sistem pelaksanaan UN lalu dimana, 20 siswa di dalam satu kelas mendapatkan soal yang berbeda satu dengan lainnya. " mekanisme ini saya yakin hasilnya akan lebih baik," katanya.

Dengan metode demikian, dapat pula dijadikan indikator mengukur kemampuan anak. Hal mana tidak akan menimbulkan kecurigaan adanya kecurangan.



Pesimistis Mutu Meningkat
Ketua Dewan Pembina Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho mengatakan, mutu pendidikan di NTT tidak akan meningkat, apabila hanya bedah SKL dan tryout yang dipakai. Karena, akar persoalan mutu pendidikan NTT yang merosot disebabkan karena manajemen sekolah tidak dibenahi. Selain itu disebabkan pula karena kesejahteraan guru masih kurang diperhatikan. Bahkan, para kepala sekolah dan guru pada sekolah yang kurang bermutu sering ditekan oleh pemerintah. "Bagaimana kalau manajemen Sekolah tidak searah. Guru tidak disiplin, begitu pula siswa. Dapat dipastikan bahwa mutu tidak bisa meningkat," tegasnya.

Apabila kesejahteraan guru diabaikan, di mana gaji selalu terlambat dibayar, tunjungan pun demikian, maka faktor ini dapat menyebabkan guru malas mengajar, yang pada akhirnya berdampak pada kemerosotan mutu pendidikan.

Demikian halnya, jika tekanan dari pimpinan wilayah untuk mencopot kepala sekolah yang kelulusan sekolahnya rendah atau tidak mencapi 100 persen. "Kepala sekolah bukan seperti anak buah Kodim yang begitu ada kesalahan langsung dicopot dari jabatan," katanya.

Ancaman dan tekanan bukan saatnya lagi. Untuk itu, jika ada sekolah yang mutunya merosot, mestinya para guru dimotifasi untuk lebih semangat dan mau mengajar dengan baik sehingga ada peningkatan mutu.

Pengamat pendidikan Undana Wara Sabon Dominikus mengatakan, sejauh ini berbagai upaya telah dilakukan pemerintah melalui dinas teknis baik Dinas PPO NTT maupun di kabupaten/kota untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hanya saja, jika upaya tryout dan bedah SKL tidak sungguh-sunguh, maka tidak akan membuahkan hasil. Namun jika upaya itu sungguh-sungguh dilakukan, maka dipastikan bisa berhasil dan mutu pendidikan akan meningkat.

Dia melihat, jika semua elemen memiliki kemauan untuk meningkatkan mutu dengan memberikan motifasi bagi guru, maka pasti ada perubahan karena salah satu hal yang mendukung adalah sebanyak 21.011 orang dari 82 ribu guru di NTT telah lulus sertifikasi atau dapat dikatakan sudah 25 persen dari total guru memiliki kualitas dan kemampuan baik. "Saya tidak terlalu pesimis karena data menujukkan banyak guru profesional sudah ada di NTT," katanya.

Sementara itu, pengamat pendidikan Universitas San Pedro Paul Bataona mengharapkan tahun ini ada perubahan dan peningkatan mutu mengingat merupakan harapan seluruh masyarakat NTT agar wajah pendidikan di NTT lebih baik.

Tetapi, semua itu akan tercapai apabila ada kerja sama baik antarkomponen terkait seperti pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orangtua, dan siswa.

Walau banyak kritik terhadap persiapan yang telah dilakukan Dinas PPO NTT bersama Dinas PPO kabupaten/kota, para kepala sekolah, dan para guru dalam menyiapkan siswa menghadapi UN, namun kita tidak boleh pesimistis terhadap semua upaya dan perjuangan yang telah dilakukan. Semua kerja keras yang ada akan sia-sia jika para siswa sendiri tidak mampu menyiapkan diri mereka sendiri. Karena bagaimana pun, pada saat UN, siswalah yang mengerjakan soal-soal UN. Karena itu, langkah terakhir menjelang hari-hari pelaksanaan UN adalah mempersiapkan mental dan psikologis para siswa saat mengikuti UN. karena selama ini fakta membuktikan bahwa pada hari pertama UN, para siswa gugup mengerjakan soal-soal UN. Karena itu, agar kegugupan itu tidak terjadi, mental mereka harus dipersiapkan.

Jika semua lini telah berjuang dan bersiap diri, maka kita tentunya banyak berharap bahwa UN tahun ini, posisi NTT bisa merangkak ke posisi angka yang lebih mudah. Setidaknya, kalau tahun 2011 dan 2012 NTT berada di urutan ke-33 dari 33 provinsi, maka tahun ini NTT bisa berbangga berada di posisi 32 dari 33 provinsi. Namun, untuk mencapai itu, janganlah menghalalkan segala cara. Kecurangan harus dijauhkan. Para siswa jangan lagi bergerilya mencari bocoran kunci jawaban. Namun harus percayta diri dengan segala persiapan yang telah dilakukan selama ini, setidaknya mampu memberikan peningkatan prestasi tidak hanya pada persentase kelulusan, namun yang paling penting adalah mutu lulusan yang bisa bersaing di perguruan tinggi negeri dan swasta ternama yang ada di Indonesia. Dan, yang tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, dngan kemampuan yang dimiliki setidaknya mampu diserap di dunia kerja. Semoga. 

hiero@victorynews-media.com

Tidak ada komentar: