18 April 2013

Tragedi Pelayanan Rumah Sakit tak Pernah Pupus

Oleh Hiero Bokilia

BELUM hilang dari ingatan kita, kematian yang merenggut Gregorius Seran, pasien rujukan RSUD Atambua. Demikian pula cerita pilu yang menimpa Polce Victoria Teon, pasien kanker payudara yang ditolak dan kemudan dipanggil kembali untuk dirawat hingga ajal menjemput. Juga kisah kematian Sherly Goru Lolu, ibu hamil yang hendak melahirkan namun meninggal karena terlambat mendapatkan penanganan dokter. Kisah terakhir yang sempat direkam media ini adalah kematian Abraham Hanas, pasien cuci darah yang menunggu proses cuci darah selama empat hari baru dilayani. Setelah dilayani, pasien cuci darah ini meninggal dunia.

Banyak kisah tragis yang terjadi di RSUD WZ Johannes Kupang, mungkin juga terjadi di rumah sakit lain yang tersebar di Provinsi NTT.

Jika pada dua kejadian terdahulu, pasiennya ditolak dan kemudian baru dipanggil kembali untuk dirawat. Sedangkan dua kejadian terakhir karena dokter yang melayani tidak ada di tempat. Ketika pasien masuk dan menjalani perawatan, hanya ditangani oleh perawat. Dokter piket dan dokter ahlinya tidak ada di tempat. Diagnosa terhadap pasien hanya dilakukan melalui telepon. Sistem on call seakan sudah menjadi hal biasa di rumah sakit. Tanpa melihat kondisi pasien secara langsung, dokter ahli dan dopkter piket sudah mampu mendiagnosa penyakit apa yang diderita pasien dan memberikan petunjuk tindakan medis yang harus dilakukan. Sistem on call atau diagnosa jarak jauh ini memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, diagnosa yang disampaikan dokter benar dan petunjuk tindakan medis yang diberikan juga tepat sehingga membawa keselamatan bagi pasien. Kemungkinan kedua adalah, biasa saja karena tidak melihat langsung kondisi pasien, diagnosa yang dibuat dokter bisa salah. kalau diagnosa sudah salah, maka jelas, petunjuk tindakan mediknya juga tidak sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.

Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, maka jelas nyawa pasien terancam bahkan dapat berdampak fatal, meninggal dunia.
Sistem on call marak terjadi di rumah sakit karena banyak dokter yang berprofesi ganda. Mencari tambahan penghasilan setelah jam dinas. Mayoritas dokter umum dan dokter spesialis yang bertugas di NTT dan Kota Kupang umumnya memiliki klinik praktik. Bahkan, ada yang memiliki sampai dua klinik atau tempat praktik. Akibatnya, energi mereka terkuras melayani klien mereka di tempat praktik, dan ketika kembali bekerja pada jam dinas di rumah sakit, mereka sudah loyo. Pasien yang berobat di rumah sakit menjadi korban karena tidak mendapatkan pelayanan maksimal.



Sangat Berisiko
Aktivis PIAR NTT Sevan Aome mengecam pelayanan kesehatan di RSUD WZ Johannes, Kupang yang menggunakan sistem on call. Dokter ahli/spesialis mendiagnosa atau memberi petunjuk tindakan medis tanpa melihat langsung kondisi pasien. Cara pelayanan kesehatan seperti ini, sangat berisiko. "Secara etika, tidak dibenarkan dokter mendiagnosa pasien melalui telepon. Ini tidak dibenarkan. IDI harus turun tangan untuk menghentikan cara-cara pelayanan kesehatan seperti ini," tegasnya.

Kepala Sub Bidang Keperawatan RSUD Kupang Yosias Here mengatakan, mekanisme tersebut sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP). On call baru dilakukan pada jam-jam di luar jam dinas, di mana dokter ahli tidak berada di rumah sakit. Juga diperbolehkan di saat dokter yang dibutuhkan sedang menangani operasi. "Dan sejauh ini para dokter melakukan pelayanan on call ini sesuai dengan mekanisme yang ada," katanya.

Koordinator divisi anti korupsi PIAR NTT Paul SinlaeloE mengkritisi Gubernur Frans Lebu Raya yang tidak berdaya melakukan perombakan manajemen RSUD. Bagi dia, gubernur tidak peka terhadap sejumlah kasus kemanusiaan yang melilit RSUD.
Paramedis RSUD juga dituntut memberikan pelayanan maksimal penuh keiklasan tanpa melihat strata sosial pasien. "Jadi pasien darurat yang datang harus ditangani sesegera mungkin oleh dokter yang stand by. Tidak perlu dihambat terlalu banyak urusan administrasi," paparnya.

Koordinator Koalisi Akar Rumput NTT Jan Piter Windy menilai, buruknya pelayanan RSUD WZ Johannes Kupang tidak cukup diatasi dengan merombak manajemen, namun kultur penanganan kedaruratan pun harus diperbaiki.
Pengamat sosial Soraya Balqis kepada VN, Minggu (10/3) menilai, para dokter PNS tersebut bekerja hanya memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa melihat profesi sebagai seorang dokter berstatus PNS yang harusnya melayani masyarakat dalam keadaan apapun. Untuk itu, jam kerja para dokter PNS harus diatur sehingga pelayanan kepada pasien bisa maksimal.
Menurutnya, sistem kerja para dokter yang baru ditelepon setelah pasien butuh pertolongan darurat menyalahi aturan. "Itu berarti mereka selama ini bermain-main dengan aturan sehingga pemerintah harus memberi sanksi tegas bagi dokter yang berpaling dari tugas piketnya dan lebih mementingkan praktik luar," ujarnya.

Namun, kita tentunya tidak hanya memfonis kesalahan hanya ada pada para dokter. Kita juga harus melihat dari sisi para dokter. Apakah selama ini hak-hak mereka sudah dipenuhi, ataukah ada pengebirian hak para dokter di sana.
Salah seorang dokter RSUD WZ Johannes yang tidak mau namanya dikorankan kepada VN akhir pekan ini menjelaskan, banyak dokter merasa diperlakukan tidak adil oleh manajemen sehingga memunculkan penolakan terhadap kebijakan manajemen. "Tunjangan rawat kamar sesuai SK Menkes harusnya Rp 1 juta, namun SK yang dibuat Direktur dipotong Rp 500 ribu. Ini yang membuat para dokter marah," ungkap sumber itu.
Bahkan, lanjut dia, penetapan Wadir Pelayanan yang bukan seorang dokter menjadi pemicu lain terciptanya blok-blok dalam RSUD. "Ibu Damita (Palalangan) itu bukan dokter tapi bidan. Masa bidan yang atur dokter," tambahnya.

Plt Gubernur NTT Frans Salem yang dihubungi terpisah meminta Direktur RSUD WZ Johannes untuk tidak asal potong tunjangan bagi dokter maupun pegawai biasa.
Apapun persoalan yang terjadi, pasien tidak boleh ditelantarkan. Dokter yang telah disumpah dan memiliki kode etik kedokteran, hendaknya tidak melakukan penolakan terhadap kebijakan manajemen rumah sakit dengan menelantarkan tugas utamanya menyelamatkan manusia dan mengedepankan pelayanan. Apapun yang terjadi, keselamatan nyawa manusia haruslah menjadi yang utama dalam pelayanan. Untuk itu, dibutuhkan komitmen bersama baik Pemerintah Provinsi NTT, manajemen RSUD WZ Johannes, para dokter, dan seluruh pemangku kepentingan untuk terus mendorong pembenahan. Sekali lagi pembenahan bila perlu reformasi di tubuh RSUD WZ Johannes, agar segala macam persoalan tidak lagi terjadi. Agar tidak ada lagi nyawa manusia mati sia-sia karena salah diagnosa, akibat dari sistem on call, diagnosa jarak jauh yang terjadi selama ini.

hiero@victorynews-media.com

Tidak ada komentar: