Tampilkan postingan dengan label kemasyarakatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kemasyarakatan. Tampilkan semua postingan

22 Juli 2011

FIRD Latih Masyarakat Kelola Sampah

· Tingkatkan Nilai Ekonomis Sampah

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Flores Institute for Resources Institute (FIRD) menggelar pelatihan pengelolaan sampah bagi warga Kelurahan Tanjung dan Paupanda. Pelatihan pembuatan kompos dilaksanakan di Kelurahan Tanjung dan di lokas tempat pembuanga akhir (TPA) samah di Rate.

Martinus Didi Sumiadi aktifis pengolahan sampah dari Maumere mengatakan, ada yang mengatakan sampah memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal itu menurutnya terlalu tinggi karena sebenarnya yang membuat nilai ekonomi tinggi adalah kreatifitas dari pengelola sampah untuk mengelola sampah itu yang membuat nilai ekonomis dari sampah.

Dia mengatakan, dalam pengolahan sampah menjadi komposmisalnya, jika hanya menghassilkan dan menjual kompos maka nilainya tidak begitu tinggi. Namun jika dari kompos itu dimanfaatkan untuk membudidayakan tanaman seperti bunga dan tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi maka disitulah letak nilai ekonomi dari sampah. Pembuatan kompos, kata dia hanya mampu mengatasi 10 persen permasalahan sampah.

Persoalan sampah, kata dia tidak akan selesai. Pengolahan dan pemanfaatan sampah apapun hasilnya akan sulit diikuti masyarakat jika mereka belum melihat bukti. Karena itu, masyarakat haus ditunjukan hasil dari kerja-kerja pengelolaan sampah sehingngga dapat diikuti masyarakat. Dari situ baru masyarakat dapat memahami bahwa sampah dapat menjadi pilihan alternative pekerjaan yang dapat memberikan tambahan penghasilan. Melalui pengelolaan sampah, lanjutnya dia berharap suatu saat mampu meningkatkan pendapatan setara UMR. “Sampah punya prospek kalau ditekuni. Masyarakat kita biasanya lihat fakta memperbaiki ekonomi ada baru diikuti,” kata Martin.

Dari penamatan lokasi TPA di Rate, kata Martin, lokasi di sana banyak yang cekung setelah digali pasirnya. Cekungan tersebut dapat menjadi jebakan dan tempat dan resapan air. Namun air yang meresap itu sudah bersampur dengan sampah. Sementara pada bagian bawah lokasi TPA tempat masyarakat bermukim banyak yang menggunakan sumur. Resapan air bersampur samah itu dikhawatirkan dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumur warga. Kondisi ini menurutnya harus menjadi perhatian bersama.

M Ruslan, Kepala Seksi Perekonomian dan Pembangunan Kelurahan Tanjung mengatakan, dari kegiatan pelatiha ini, telah dibentuk empat kelompok masing-masing dua di Rate dan masing-masing satu kelompok di Kampung Baru dan Puunaka. Ke depan, setiap kelompok dapat menindaklanjuti apa yang diperoleh dalam pelatihan dengan membuat kompos dalam skala kecil. Dia berharap, dari kerja-kerja yang dilakukan ini nantinya mampu memberikan tambahan penghasilan bagi kelompok masyarakat.

Vincent Sangu, Koordinator Program dari FIRD mengatakan, setelah pelatihan ini, setiap kelompok telah membuat rencana tindak lanjutnya. Rencana tindak lanjutnya adalah setiap kelompok menyiapkan tempat sampah yang dipilahkan berdasarkan jenis sampah. Langkah ini, kata Sangu selain untuk tujuan pembuatan kompos juga untuk membantu menjaga kebersihan lingkungan terutama di wilayah pantai.

Rencana tindaklanjut lainnya aalah memisahkan sampah berdasarka jenisnya baik sampah organic maupun sampah unorganik dan ditampung secara bersama. Sampah yang sudah terkumpul tersebut, kemudian dibawa ke tempat pengolahan kompos. Setelah dihasilkan, komposnya akan dipasarkan. Namun jika tidak dapat dijual maka dapat dimanfaatkan untuk kebun sendiri. Jik dimanfaatkan untuk kebun sendiri maka nantinya dapat dibandingkan pakah berdampak atau tidak pada lahan dan hasil pertanian.

Menurutnya, jika benar-benar berpotensi maka nantinya dapat dijadikan salah satu alternative tambahan penghasilan. Dengan demikian permasalahan sampah menjadi berkah benar-benar dapat diwujudkan.

FIRD, kata Sangu siap untuk memfasilitasi dan mendampingi terus jika kelompok yang sudah dibentuk mau berlanjut. Selanjutnya FIRD dapat membantu memfasilitasi program-program yang dilakukan pemerintah dan FIRD untuk disatukan sehingga upaya-upaya yang dikerjakan dapat membawa hasil yang maksimal.

Distrik Lautem Timor Leste Studi Banding Manajemen PRB di Ende

· Hal yang Baik dapat Diterapkan di Distrik Lautem

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Distrik atau Kabupaten Lautem dari Negara Republic Demokratik Timor Leste selama beberapa hari ini melakukan kunjungan dan studi banding manajemen pengurangan resiko bencana (PRB) di wilayah Indonesia khususnya di Kabupaten Ende. Pemerintah Distrik Lautem Timor Leste bertukar pengalaman bersama terkait manajemen PRB dengan Flores Institute for Recources Development (FIRD) Ende dan mengunjungi beberapa lokasi bencana yang selama ini sudah didampingi FIRD.

Dalam diskusi FIRD dengan pemerintah dari Distrik Latem di aula Firdaus Nanganesa, Selasa (28/6), Vincent Sangu dari FIRD memaparkan kerja-kerja FIRD yang memiliki jaringan kerja bersama LSM di seluruh kabupaten di Flores dalam manajemen PRB. Selain mendampingi masyarakat dalam program PRB, FIRD juga melakukan pengdampingan dan penguatan di bidang lainnya seperti penguatan ekonomi masyarakat dan pendampingan terhadap penyandang disabilitas atau penyandang cacat.

FIRD, kata Sangu senantasa mengembangkan berbagai kegiatan perkuatan ekonomi guna mengantisipasi jika pada suatu waktu nanti lembaga donor tidak lagi menjalin kerjasama dan jika dalam proses kerjasama tidak lagi sepaham dan FIRD memutuskan kerjasama seperti yang dilakukan dengan Oxam GB beberpa waktu lalu.

Upaya-upaya perkuatan ekonomi yang dilakukan FIRD, kata Sangu diantaranya membentuk koperasi dan UBSP. Menurut Sangu, selama ini kyang banyak koperasi yang sulit diakses oleh anggotanya sendiri da lebih banyak mensejahterakan para pengurusnya. Anggota yang adalah masyarakat miskin dengan simpanan yang kecil di koperasi pada akhirnya tidak dapat mengakes dana pinjaman dalam jumlah yang besar. Sedangkan pemilik modal yang memiliki uang simpanan yang besar dapat mengakses pinjaman dalam jumlah yang besar. Karena itu FIRD berupaya membentuk koperasi yang dapat membantu masyarakat dan memudahkan mereka mengakses dana pinjaman untuk perkuatan ekonomi masyarakat.

Upaya FIRD lainyya adalah mengembangkan usaha-usaha produktif lain dan mengembangkan media FIRD yakni radio dan bulletin Gong Flores dan pembuatan film documenter. FIRD juga menyiapkan tenaga-tenaga trainer, modul dan aula FIRD yakni Firdaus Training and Development Center.

Terkait program PRB yang dilakukan, kata Sangu sudah mulai Nampak dan di tingkat pemerintah sudah ada tim kerja penanggulangan bencana. Di tisyarakat mereka sudah mulai membuat rencana aksi penanggulangan dan pengurangan resiko bencana. Bahkan untuk Kabupaten Ende sudah berhasil dibentuk Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) di 13 desa/kelurahan.

Bupatu atau Distric Administrator Lautem, Zeferino Dos Santos S mengatakan, tujuan kedatangan mereka ke Indonesia dan Ende khususnya adalah untuk saling sharing pengalaman dalam penanganan pengurangan risiko bencana. Pilihan melakukan studi banding gkat ke Ende dan bersama FIRD mengingat kondisi kebencanaan dan kultur masyarakat di Ende, NTT sama dengan yang ada di Distrik Lautem. Keberadaan mereka, katanya untuk melihat langsung penangana PRB dan hal-hal yang baik dapat diadopsi untuk diterapkan di Distrik Lautem.

Dos Santos katakan, dari pemaparan kerja-kerja FIRD yang dilakukan selama ini sudah berjaln sangat baik. Bahkan jaringan kerjasama FIRD sudah lintas kabuaten di seluruh wilayah Flores. “System kerja dan manajemen yang baik seperti ini yang akan kita adopsi untuk terapkan di sana,” kata Dos Santos. Di Timor Leste, peran pemerintah dalam penanganan PRB masih sangat dominan. Jaringan dan system kerja yang dibentuk dari pemerintah pusat sampai ke tingkat desa atau suco. Koordinasinya juga tidak berbelit karena dari kementerian langsung ke bupati tanpa perantara provinsi karena di sana tidak ada provinsi.

Menurutnya, keberadaan LSM merupakan partner dan mitra kerja dengan pemerintah. Karena itu LSM tidak boleh bertindak sebagai pesaing pemerintah. LSM harus memberikan masukan dan cara pemecahan dari setiap permasalahan dan bukannya hanya bekerja mengeritik pemerintah. Di Timor Leste, kata dia dalam kerjasama dengan NGO asing, harus melalui pemerintah pusat. Setelah diijinkan baru mereka bisa turun membangun kerjasama dengan distrik. Jika tanpa ijin pemerintah pusat mereka akan ditolak di distrik, kecamatan dan desa.

Jose da Costa Monteiro, Kepala Dinas Sosial Ekonomi Distrik Lautem yang juga Koordinator DDMC semacam organisasi penanggulangan bencana alam daerah mengatakan, kata bencana dan kebencanaan memang sudah didengar sejak lama namun tidak tahu manajemen penanganan bencana seperti apa. Sejak tahun 2003 baru mereka mulai melakukan manajemen penanganan bencana dibawah koordinasi kementerian dalam negeri.

Pada tahun 2008 baru pemerintah membuatkan kebijakan penanggulangan bencana. Namun dalam penanganan bencana, masih kerja dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang minim. Namun dari kondisi minim yang ada tetap dilakukan koordinasi untuk penanganan bencana.

Distrik Lautem, dengan lima kecamatan, 34 desa dan 152 kampung memiliki luas 2.078 km persegi. Data penduduk tahun 2004 sebanyak 56.293 dan pada tahun 2011 diperkirakan sudah mencapai 65 ribu. 89 persen bekerja sebagai petani, 7 persen polisi dan tentara, 2 persen bekerja sebagai pegawai pemerintah dan sisanya bekerja pada lembaga-lembaga internasional yang ada di Timor Leste.

Terkait kebencanaan di Lautem, kata Jose Monteiro bencana yang sering terjadi adalah kebakaran, angin kencang, banjir dan konflik social yakni perkelahian antar perguruan silat, karate yang sudah menjadi isu nasional, kemarau panjan dan hama penyakit tanaman.

Kerja-kerja dalam upaya mengurangi resiko bencana, telah pula dilakukan. Setiap unit kerja yang ada selain menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing juga diarahkan untuk menjalakan tugas-tugas penanganan bencana. Telah pula dilakukan mitigasi, membentuk system kerja penanganan bencana dari desa dan kecamatan hingga menghasilkan rencana aksi. Lakukan pula asesman untuk resiko dan kerentanan hingga menghasilkan peta tiga diensi. Lakuan pula sosialisasi dan pelatihan serta membuka pusat informasi di tingkat distrik.

Dalam kunjungan dan studi banding ini, selain Bupati Lautem eferino Dos Santos dan Jose da Costa monteiro juga diikuti Adolfo da Costa dari Kementerian Sosial Timor Leste, Kepala Desa Bauro, Sidalio Freitas, LSM Fraterna, Elio da Silva Gonzaga.

15 Juni 2011

Ponpes Al Zaitun Rekrut 40 Orang di Ende, Ngada dan Nagekeo

· 37 Orang Sudah Diberangkatkan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Sebanyak 40 orang lulusan SMA/MA tahun ajaran 2011 telah direkrut untuk mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren Al Zaitun yang beberapa hari terakhir santer diberitakan merupakan tempat munculnya paham Negara Islam Indonesia (NII). 40 anak tamatan SMA/MA ini direkrut oleh Amir Usman dan Amir Anton dengan modus mengikuti pendidikan secara gratis di Ponpes Al Zaitun di Pulau Jawa. Ponpes Al Zaitun dalam kasus ini disinyalir hanya digunakan sebagai topeng NII untuk merekrut anggota di Flores.

Dari 40 orang yang direkrut, tiga orang diantaranyta batal berangka dan menarik diri setelah mengikuti pemberitaan di media bahwa peserta yang direkrut akan dihipnotis dan dicuci otaknya untuk didoktrin ajaran dan paham NII. Tiga orang yang batal berangkat tersebut satu berasal dari Nangapanda Kabupaten Ende dan dua lainnya berasal dari Kabupaten Ngada.

Komandan Kodim (Dandim) 1602 Ende, Letkol Inf. Frans Thomas mengatakan hal itu di ruang kerjanya, Rabu (8/6). Frans Thomas mengatakan, keberadaan Ponpes AL Zaitun setelah dilakukan pengecekan di lokasinya ternyata mengajarkan kurikulum nasional dan tidak bertentangan dengan Pancasila. Namun diduga, Al Zaitun merupakan agen dari NII dan mereka melakukan perekrutan remaja yang baru tamat SMA/MA untuk diberangkatkan.

Amir Usman dan Amir Anton yang melakukan perekrutan dan langsung kembali ke Al Zaitun bersama para remaja yang telah direkrut tersebut. Dari upaya perekrutan yang mereka lakukan di Ende, Ngada dan Nagekeo, keduanya berhasil merekrut sebanyak 40 orang dan berhasil diberangkatkan sebanyak 37 orang. Tiga orang yang tidak berhasil dibawa ke Al Zaitun ini yang setelah ditelusuri mengakui mereka direkrut oleh Amir Usman dan Amir Anton.

Selain Amir Usman dan Amir Anton, ada sati orang lagi yang menetap di Ende yang ditugaskan juga untuk melakukan perekrutan. Oknum yang saat ini sedang dan terus diselidiki itu, kata Frans Thomas diidentifikasi saat ini tinggal di Perumnas dan sehari-hari bekerja sebagai penjual kerupuk.

Menurutnya, hal seperti ini harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat bukan untuk membuat masyarakat khawatir namun agar masyarakat lebih waspada dan melakukan pencegahan dini. Keberadaan NII, lanjutnya yang dikhawatirkan bukan soal ajaran agamanya. Namun yang dilawan adalah ideologinya yang bertentangan dengan Pancasila. Kondisi seperti itu, lanjut Frans thomas perlu ditangkap dan dicegah untuk tidak menimbulkan kerawanan di kemudian hari. “Inti sekarang adalah perkuat toleransi agar kalau toleransi kuat bisa menjaga perasaan orang lain. Jadi toleransi dan kerukunan harus dipertahankan dan ditingkatkan,” kata Frans Thomas.

Wakil Ketua DPRD Ende, Haji M Anwar Liga mengatakan, berdasarkan data-data yang dibeberkan aparat keamanan jika sudah ada perekrutan hingga 40 remaja maka hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak yang ada di kabupaten terutama pemuka agama. Dikatakan, memanfaatkan tameng Ponpes Al Zaitun patut disayangkan. Namun untuk itu, perlu dilakukan pengecekan jika dalam pengajarannya bertentangan dengan kaidah agama dan Pancasila maka patut diwaspadai dan dicegah dan bila perlu dihentikan proses perekrutan itu.

Haji Anwar Liga mengatakan, orangtua dan keluarga yang mempunyai anak remaja diminta untuk waspada dan selalu mengawasi anak-anak mereka. Hal itu, kata dia perlu dilakukan agar anak-anak remaja tidak terpengaruh ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran Al Qur’an dan Haditz Nabi. “Kalau benar ajarannya keluar dari Al Gur’an dan Haditz Nabi maka harus ditolak. Harus diingat bahwa hanya Al Qur’an dan Haditz Nabi yang menjadi pegangan,” kata Haji Anwar Liga.

24 Mei 2011

Lima Warga Sikka Dilarang Mengamen di Ende

  • Dipulangkan Setelah Buat Surat Pernyataan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Lima orang warga Sikka yang tergabung dalam kelompok Star Punk diamankan aparat Satuan Polisi Pamong Praja. Lima warga Sikka dan dua anggota mereka warga Ende diamankan atas laporan warga yang resah dengan penampilan mereka yang tidak wajar. Kelima warga Sikka langsung dipulangkan setelah membuat surat pernyataan tidak lagi mengamen di jalanan dalam wilayah Kabupaten Ende.

Aparat dari Satuan Polisi Pamong Praja Ende mengamankan tujuh anggota Star Punk pada Sabtu (2/4). Setelah diamankan, mereka lalu digelandang menuju Kantor Satpol PP Ende di Jalan El Tari. Satpol PP lalu berkoordinasi dengan Badan Kesatuan bangsa dan Perlindungan Masyarakat dan Dinas Sosial. Ketuju anggota Star Punk ini lalu diinterogasi di kantor Satpol PP. Saat diinterogasi, diketahui bahwa lima dari tuju anggota kelompok ini warga Sikka sedangkan dua lainnya warga Ende.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Ende, Petrus Mithe kepada wartawan mengatakan, diamankannya ketuju anggota kelompok Star Punk itu atas laporan warga. Warga merasa resah melihat penampilan ketujuh anggota kelompok ini. Kegiatan mereka mengamen di tempat-tempat umum. Lanjutnya dikhawatirkan dapat berpengaruh buruk terhadap anak-anak di Ende. Apalagi, pada beberapa kali kegiatan mereka mengamen, anggota kelompok ini sempat mengamen di salah satu sekolah seperti di Santa Ursula.

Dikatakan, apa yang dilakukan kelompok ini memang merupakan kreatifitas anak muda dan menampilkan nyanyian yang menghibur saat mereka mengamen. Namun, apa yang mereka lakukan itu merupakan hal yang baru dan tidak sesuai dengan kondisi serta budaya daerah. Hal yang baru seperti itu, lanjut Mithe belum dapat diterima warga sehingga dirasakan agak janggal ketika mereka tampil di jalanan dalam Kota Ende. Keberadaan mereka, kata dia memang baru satu dua minggu ini namun sudah menimbulkan keresahan di kalangan orangtua.

Setelah mendapatkan laporan dari warga, kata dia, anggota Satpol PP langsung dikerahkan untuk mencari kelompok ini. Setelah mereka diamankan kepada mereka disarankan untuk kembali ke daerah asal. “Kita minta mereka untuk pulang. Kita juga sarankan mereka agar menyalurkan kreatifitas mereka dengan cara-cara yang baik. Mereka bisa organisir diri dan minta fasilitasi dari pemerintah setempat,” katanya.

Karena itu, kepada kelima anggota kelompok ini diminta untuk membuat surat pernyataan tidak lagi mengamen di jalanan Kota Ende. Mereka juga sudah bersedia membuat surat pernyataan. Di dalam surat pernyataan itu, mereka berjanji tidak lagi mengamen di Ende. Jika mereka melanggar akan dikenai sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku. Setelah membuat surat pernyataan, kata Mithe, kelima warga asal Sikka ini langsung dipulangkan.

Jhon Philipus, Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat pada Badan Kesbangpolinmas Ende mengatakan, apa yang dilakukan anak-anak ini memang tidak melanggar aturan hukum. Hanya saja, apa yang dilakukan itu sama sekali tidak sesuai dengan budaya daerah dan belum dapat diterima di kalangan warga. Dengan penampilan dan gaya seperti itu di mana pakaiannya dan menenakan anting-anting tidak wajar membuat warga khawatir bisa berpengaruh buruk terhdap anak-anak.

Aksi mereka mengamen di kampus dan di depan kompleks Santa Ursula, kata Jhon Philipus sangattidak pas. Itu lembaga pendidikan dan banyak anak sekolah di sana sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi mental anak-anak.

Jhon Philipus mengatakan, anggota kelompok ini adalah anak-anak putus sekolah. Setelah berkoordinasi dengan Dinas Sosial, ada dana pembinaan bagi anak-anak putus sekolah seperti mereka. karena itu, kepada mereka diminta untuk kembali ke Sikka. Di sana mereka dapat membentuk suatu organisasi yang baik kemudian dapat mengajukan proposal kepada pemerintah melalui Dinas Sosial setempat agar bisa membantu mereka dalam pengembangan bakat mereka di dunia tarik suara.

Kepada mereka, kata dia, disarankan untuk membenahi penampilan agar dapat menyanyi dengan baik dan tidak lagi menyanyi di tempat-tempat umum seperti yang dilakukan saat ini. Menurutnya, pemerintah Ende tidak melarang mereka menyanyi di Ende. Mereka bisa kembali menyanyi di Ende namun jika atas permintaan dalam acara-acara tertentu. Mereka tidak diperbolehkan kembali mengamen di jalanan seperti yang dilakukan saat ini. Dia berharap, setelah mereka dipulangkan, mereka dapat diperhatikan oleh pem,erintah setempat.

Bakot, salah satu dari lima warga Sikka anggota kelompok Star Punk mengatakan, sebenarnya mereka juga tidak mau disebut sebagai pengamen. Apa yang mereka lakukan adalah menyanji sebagai musisi jalanan. Mereka sama sekali tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Dalam kegiatan mereka, sama sekali tidak pernah memaksa warga harus membayar mereka setelah menyanyi.

Apa yang mereka alami dimana diamankan dan dilarang mengamen di Ende ini merupakan hal yang baru pertama mereka alami. Saat menyanyi di Sikka, kata Bakot, mereka sama sekali tidak dilarang. Namun, katanya, jika mereka dipulangkan mereka tidak melawan. Mereka akan tetap menyanyi dengan gaya khas mereka. “Sebagai musisi jalanan tentu ada yang suka dan tidak suka. Ada yang senang dan tidak senang. Tapi kami anti kekerasan,” kata Bakot.

Setelah selesai diinterogasi, kelompok Star Punk sempat menyanyikan sejumlah lagu yang sering mereka bawakan dalam kegiatan mereka menyanyi di jalanan. Bermodalkan sebuah ukulele dan drum buatan sendiri, mereka menampilkan dan menyuguhkan lagu-lagu yang begitu enak dinikmati.

10 April 2011

Mochtar Wanda, Jangan Buka Kembali Luka Lama

  • Terkait Permintaan Kembalikan Warga Korban Roworeke

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Permintaan pemerintah melalui camat Ende Timur agar warga korban kerusuhan berdarah Roworeke kembali menetap di lokasi konflik dinilai pemerintah kembali membuka luka lama yang sudah mulai sembuh. Warga Roworeke dari persekutuan adat sudah sepakat menolak kembalinya warga korban karena sudaha da keputusan oleh para mosalaki pasca terjadinya konflik berdarah.

“Jangan buka kembali luka lama yang sudah sembuh. Kami tidak mau mereka kembali lagi ke lokasi sekarang,” kata Mochtar Wanda, mewakili Embu Wanda saat mendatangi kantor Redaksi Flores Pos, Senin (31/1). Wanda mengatakan, persoalan itu sudah selesai dan mereka sudah bertegur sapa dengan para korban seperti biasa. Dalam kasus ini juga sudah ada kesepakatan yang dibuat. Bahkan sudah ada penegasan kepemilikan tanah dari para mosalaki. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk tidak lagi membuka persoalan yang akan menimbulkan persoalan baru.

Dia menjelaskan, beberapa waktu lalu, camat Ende Timur Damianus Frayalus mendekati suku Oja dan meminta agar mereka bersedia menerima kembali warga korban yang saat ini masih di tampung Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Camat Frayalur meminta agar warga yang berjumlah lebih kurang 80 orang itu bisa kembali lagi ke Roworeke.

Hal itu, kata Wanda jelas tidak disetujui oleh suku Oja dan Wanda karena dalam kesepakatan awal pasca konflik mereka dinilai telah melakukan pelecehan terhada keluarga Oja dan Wanda. Karena itu, mereka tidak diperbolehkan lagi untuk kembali dan tinggal di lokasi yang dipersoalkan dulu. Apalagi, kata dia, sudah ada penegasan dari moasalaki yang menegaskan soal kepemilikan tanah itu.

Dikatakan, jika pemerintah melalui camat terus mendesak suku Oja dan Wanda untuk menerima kembali warga korban konflik maka warga Roworeke akan turun menemui langsung bupati. Dia bahkan mengatakan, harusnya jika saat ini mereka sudah ditampung Dinas Nakertrans, dinas dan pemerintah harusnya dapat mengupayakan agar mereka dapat dikirim mengikuti program transmigrasi dan bukannya malah mengembalikan mereka di lokasi konflik dulu. “Kalau memang camat dan Pak Don simpati dengan mereka kasih saja mereka tanah untuk tinggal. Saya dengar Pak Don punya tanah banyak,” katanya.

Dia bahkan mengancam jika pemerintah terus mendesak dan kembali membuka persoalan Roworeke, suku Oja dan Wanda akan menutup terminal. Hal itu mengingat persoalan jual beli tanah lokasi terminal itu juga tidak jelas dijual oleh siapa. Karena itu dia mengharapkan agar pemerintah tidak lagi menungkit kasus itu dan meminta warga korban untuk kembali ke Roworeke.

Camat Ende Timur, Damianus Frayalus ditemui di kantor bupati Ende, mengatakan saat ini dia belum dapat menjelaskan soal itu. Saat ini, mreka sedang melakukan pendekatan-pendekatan. Dia baru mau menjelaskan jika persoalan itu sudah ada titik terang dan dilaporkan kepada bupati.

14 November 2010

Balapan Liar di Jalan Kelimutu Meresahkan Warga

• Polisi Diminta Melakukan Penertiban
Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos
Balapan liar yang dilakukan pada malam hri di Jalan Kelimutu Ende akhir-akhir ini telah menimbulkan keresahan di kalangan warga yang berdiam di sepanjang jalur jalan tersebut. Bahkan, ada warga yang tidak puas langsung memberikan reaksi keras atas aksi balapan liar tersebut. Polisi diminta untuk melakukan penertiban terhadap aksi balapan liar terebut agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Hal itu disampaikan warga Kelimutu, Haji Mohamad Taher kepada Flores Pos, Selasa (9/11). Dikatakan, akibat balapan liar yang terjadi di Jalan Kelimutu pada Sabtu (6/11) malam lalu warga sempat marah dan mencoba mengusir. Reaksi warga seperti itu karena balapan liar yang dilakukan pada malam hari itu sngat ribut. Apalagi, kata Haji Taher, knalpot motor yang digunakan menimbulkan bunyi yang sangat bising sehingga mengganggu istirahatmalam warga.

Dia meminta kepada aparat keamanan dari Polres Ende khususnya Satuan Laulintas untuik mengambil langkah penindakan. Para pelaku balapan liar itu harus diamankan dan diberi pembinaan agar tidak lagi melakukan hal-hal seperti itu yang dapat mengganggu ketenangan warga.

Kondisi seperti ini juga harus menjadi perhatian dri pemerintah. Menurutnya, perlu dipikirkan lokasi untuk balapan agar warga yang ingin menyalurkan hobinya di olahraga balapan dapat menggunakan fasilitas seperti itu. Jika tidak, jalan umum akan terus digunakan untuk balapan liar seperti itu. Jika kondisi ini terus dibiarkan, selain dapat menimbulkan kecelakaan bagi para pembalap liar dan dapat mengakibatkan mereka bisa mati sia-sia juga dapat menimbulkan kecelakaan bagi pengguna jalan lainnya.

Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Ende, Iptu Sutrisno di ruang kerjanya mengatakan, informasi terkit kejdian pada Sabtu malam itu sudah diterima. Aksi balapan liar seperti itu memang sudah sering terjadi. Biasanya, kata Iptu Sutrisno, para pembalap liar ini selalu mencari waktu pada saat polisi tidak lagi melakukan patroli. Jika polisi masih berpatroli maka mereka menghentikan balapan dan pindah ke lokasi lain.

Diakuinya, selama ini selain melakukan balapan liar di Jalan Kelimutu, mereka juga sering menggunakan jalan di Nangaba untuk balapan liar. Ketika polisi melakukan patroli ke dua lokasi itu balapan tidak lagi dilakukan. “Merek baru mulai balapan kalau patroli sudah pulang istirahat,” kata Iptu Sutrisno.

Namun demikian, lanutnya, polisi akan terus berupaya melakukan patroli ke lokasi yang sering digunakan untuk balapan. Selain itu, dalam setiap kesempatan, polisi selalu mengingatkan agar tida melakukan balapan liar karena selain dapat mencelakakan diri sendiri juga dapat mencelakai orang lain atau pengguna jalan yang lain.

Sejauh ini, kata dia, polisi masih pada upaya persuasif kepada para pembalap liar. Pendekatan demi pendektan juga telah dilakukan. Kepada mereka diarahkan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dia juga sependapat dengan usulan Haji Taher agar perlu disiapkan lokasi khusus untuk olahraga balap. Menurutnya, jika sudah ada lokasi atau arena balapan dapat digunakan untuk menyalurkan bakat mereka sehingga tidak lagi menggunakan jalan umum serbgai arena balapan. Kondisi ini, menurutnya juiga timbul akibat kurangnya penyelenggaraan even olahraga balapan. “Tapi pada prinsipnya kita terus lakukan upaya pengamanan tetapi kita juga butuh dukungan dari masyarakat,” kata Iptu Sutrisno.