04 September 2008

Suara Minoritas dan Keberagaman

Catatan dari Lokakarya Pasca Konflik Antar Agama di Jakarta (2)
Oleh Hieronimus Bokilia

Din Kelilauw pria berperawakan agak tinggi dan kulitnya agak terang. Kepalanya mulai plontos namun selalu bersemangat. Dia Kepala LKBN Antara di Maluku. Bicara soal konflik dia teringat konflik Ambon yang terjadi beberapa tahun lalu. Padahal di Ambon, kata Din di sana ada tradisi pelagandong. Namun tradisi pelagandong mulai terkoyak sejak adanya kerusuhan Ambon tahun 1999 lalu. Mengingat kerusuhan Ambon, seakan membangkitkan kembali memori kecemasan. Ambon saat ini masih ada benih-benih konflik yang kalau tidak diatasi dengan baik bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik yang lebih parah lagi. Pengaruh dari luar ikut memberi andil memecah belah agama di Ambon. Namun dia bilang, konflik Ambon sebenarnya bukan karena soal agama tapi soal politik dan ekonomi yang akhirnya memecah belah masyarakat. Pola pembentukan dan tata letak kampung juga turut membantu memecah belah. Peninggalan penjajah di mana sudah memetakan ada kampung Kristen dan kampung Islam membuat sulut api konflik. Jika ada persoalan sepele antar kampung langsung diseret ke soal agama karena pemisahan kampung Kristen dan Islam yang begitu jelas. Kalau dulu, kenang Din, umat Islam dan Kristen saling membantu membangun rumah ibadah karena ada tradisi pelagandong. Tapi sekarang, rasanya sulit terwujud. Butuh waktu untuk mengembalikan suasana kembali seperti sebelum pecah konflik. ”Sekarang anak kecil waktu ditanya kau orang apa. Dijawab saya orang Islam. Konflik telah membuat orang menjadi sensitif soal agama.”
Diskusi Islam dan Kristen tidak lepas dari diskusi minoritas dan mayoritas dalam agama. Tapi Abdul Hanif, wartawan Radar Sulteng ini bilang, Islam boleh mayoritas dalam jumlah tetapi belum tentu mayoritas dalam bidang lain seperti ekonomi misalnya. Demikian halnya Kristen. Kendati minoritas dalam jumlah namun sebenarnya secara ekonomi merupakan mayoritas. Menurut dia, minoritas dan mayoritas sebenarnya tidak menjadi tolok ukur keberadaan suatu agama.
Ichsan Malik, Ketua Institut Titian Perdamaian dalam materinya Koreksi Terhadap NKRI memaparkan, sejak awal kemerdekaan, sudah disadari akan keberagaman dan kesadaran itu dimanifestasikan dalam Bhineka Tunggal Ika. Persatuan menjadi hakekat dari kebhinekaan itu. Namun sejak masa orde baru 1978-1999 telah diselewengkan dengan sempurna menjadi keseragaman (uniformity). Maka tidak menjadi aneh ketika menyadari perbedaan adalah bencana atau malapetaka bukan menjadi berkah atau kekuatan. Saat ini hubungan antar kelompok yang berbeda identitas di Indonesia masih diwarnai prasangka dan stereotip dan hal ini menjadi kecemasan masing-masing kelompok. Akibatnya kelompok tidak sanggup menghadapi perbedaan yang ada yang pada akirnya menimbulkan persengketaan. Dalam sengketa, masing-masing pihak mengklaim paling benar, paling suci, paling nasionalis, paling hebat dan paling NKRI. Di sini saling klaim paling benar dan pihak lain adalah salah jadi harus dihukum dan bila perlu dihabisi.
Ichsan Malik mengatakan, dari pengamatan selintas pada aksi yag mengarah pada kekerasan di jalanan dan merujuk pada berita media massa, dapat dibuat kesimpulan bahwa umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia justru merasa paling terancam eksistensinya dari segi agama, ekonomi, budaya dan politik oleh umat non Islam. Sedangkan kelompok agama non Islam yang minoritas justru merasa terancam dan terintimidasi keselamatan diri dan kelompoknya. Pada saat pecah konflik di Maluku, berkembang di masyarakat Maluku bahwa sejarah perang salib mengajarkan hubungan antara kelompok Islam dan kelompok Kristen tidak akan pernah damai dan akan selalu berperang. ”Sejarah perang salib ribuan tahun lalu seakan baru terjadi kemarin sore. Sejarah dikonteks ulang dan diberi muatan baru pada saat ini.” Sejarah abu-abu yang distortif inilah yang hidup subur sejak masa orde baru hingga saat ini.
Maluku mengalami segregasi total ketika konflik kekerasan terjadi. Kelompok masyarakat Maluku terbelah secara ekstrim menjadi kelompok masyarakat Islam dan kelompok masyarakat Kristen. Masuk ke daerah Islam atau Kristen ancamannya terbunuh. Dalam situasi ekstrim seperti apa yang harus dilakukan? Pertanyaan menggugah dari Ichsan Malik ini kembali menggugah alam bawa sadar para peserta lokakarya. Dia lalu menceritakan pengalamannya memediasi perdamaian di Maluku. Semula, dia menjadi fasilitator mempertemukan enam pimpinan perang Islam dan enam pimpinan perang Kristen. Selama 21 hari dudik bersama mencoba mencari jalan keluar namun hanya sedikit yang bisa dicapai. ”Mereka tidak mau omong kata damai tapai kalau baku bae mereka mau.” pertemuan lalu dilanjutkan dengan menghadirkan 20 pihak Islam dan 20 pihak Kristen. Di sini tidak hanya pemimpin perang tetapi sudah ada penungsi, perempuan, mahasiswa dan pimpinan adat. Titik temunya tetap menolak kata damai tetapi menerima kata baku bae yang secara harfiah menuju ke arah rekonsiliasi. Pertemuan ketiga berlanjut dengan masing-masing 50 utusan. Namun di sini belum ada kesepakatan bahkan lebih ekstrim dokumen analisis sumber konflik Maluku dirobek peserta. Namun sudah ada inisiatif baku bae untuk menghentikan kekerasan Maluku. Tetapi masih ada piha yang tidak ingin ada perdamaian. Rumah aktifis baku bae dilempari dan dibakar. Faktanya 35 mengundurkan diri dari baku bae. Kelompok baku bae akhirnya mendukung sepenuhnya upaya AJI Indonesia mempertemukan wartawan Islam dan Kristen di Bogor dan Poso. Titik ini menemukan kesepakatan. Kelompok yang diwarnai semangat profesionalisme mulai menemukan arah bersama soal jurnalisme damai. Kemudian mempertemukan kelompok pengacara gereja dan muslim Maluku. Titik temunya adalah kesepakatan untuk tidak saling memprovokasi.
Penghampiran paling signifikan adlah ketika mempertemukan para raja/kepala desa dari negeri-negeri Islam dan Kristen Maluku. Pertemuan antar budaya lokal, bahasa lokal dan mekanisme lokal berhasil menerobos semua kebekuan dan kebuntuan budaya lokal menjadi air sejuk yang membuat rumput-rumput Maluku menjadi hijau kembali sehingga api-api besar yang bisa membakar dan angin besar yang bisa memperbesar api konflik dapat dijinakan sehingga Maluku tidak dibakar konflik lagi.
Ichsan Malik mencatat, kemasan bahasa lokal, hubungan atas dasar profesionalisme, adanya tujuan bersama yang jelas untuk semua, penggunaan bahasa hati nurani, ternyata mampu menjadi isi atau pemberi arah bagi proses membangun relasi antar kelompok.
Abdullah Alamudi kemudian melanjutkan pemaparannya tentang daras-dasar meliput di daerah konflik. Alamudi sosok yang selama ini berkecimpung di Lembaga Pers Dr. Soetomo sebagai pengajar. Selain itu dia adalah anggota Dewan Pers dan dedengkot di Institut Pengembangan Media Lokal. Dikatakan, untuk bisa meliput di daerah konflik butuh beberapa persiapan antara lain informasi sebelum berangkat, persiapan mental, fisik dan dukungan manajemen media. Perusahaan pers, kata dia tidak boleh mengirim reporter atau wartawan ke daerah konflik tanpa dilengkapi fasilitas memadai. Informasi yang perlu didapat sebelum berangkat harus memadai seperti petabumi politik wilayah yang diliput, siapa, mengapa dan kekuatan kelompok-kelompok berkonflik. Pelajari pula jalur darat, laut dan udara yang bisa ditempuh untuk keluar dan masuk daerah konflik. Nomor kontak lokal juga sangat penting dimiliki dan tak kalah pentingnya adalah soal penginapan, keamanan barang bawaan serta adat istiadat penduduk di daerah konflik. Ketika tiba di daerah konflik, yang harus diperbuat adalah berkomunikasi dengan kantor dan membuat janji kapan berkomunikasi dan kapan mengirim naskah berita. Berhubungan dengan penguasa dan bekerja sama dengan wartawan lain di daerah konflik.
Saat meliput di daerah konflik, salah satu sumber berita adalah media lokal di daerah konflik namun jika mengutip, harus disebut atribusinya. Dalam membuat pemberitaan juga harus dihindari kesan memihak kelompok tertentu dan jika berita belum dapat diverifikasi hendaknya transparan menjelaskan vahwa informasi tersebut belum mendapat konfirmasi dari badan/lembaga independen. Terkait dukungan dari manajemen media, Alamudi menekankan bahwa karyawan/wartawan adalah merupakan aset yang paling penting dan tidak ternilai harganya. Jika wartawan belum memperoleh pelatihan jurnalistik dalam perekrutan maka perusahaan wajib memberikan. Selain itu, kata Alamudi, selama ini pimpinan media kurang sadar mengenai pentingnya HEFAT (hostile environment ang firts air training) atau pelatihan meliput daerah tidak bersahabat dan pertolongan pertama pada kecelakaan. ”Cara berpikir harga helm mahal harus diubah. Mana lebih mahal harga helm dibanding kepala?” Tapi, kata Alamudi, terkadang wartawan kurang memahami dan tidak tahu hak-hak mereka dalam melakukan peliputan. Wartawan kadang hanya berpikir dedikasi mereka terhadap profesi tanpa menyadari perlunya persiapan untuk kembali dengan selamat.
Endi Bayumi, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post pada hari ketiga kembali mengangkat topik jurnalisme damai dalam peliputan di daerah konflik. Dikatakan, jurnalisme damai bukan merupakan lawan dari jurnalisme perang. Jurnalisme damai dalam konflik adalah bagaimana menganalisa suatu konflik. Media massa dalam pemberitaan terkdang karena diburu dead line akhirnya melupakan analisa konflik. Padahal, analisa konflik sangat penting namun terkadang dikesampingkan karena memburu pemberitaan terbaru. Dalam analisa konflik, dapat dipaparkan konteks sejarah sampai terjadinya konflik. Jarangnya analisa konflik mengakibatkan masyarakat pembaca hanya menangkap kejadian yang terjadi tanpa tahu apa latar belakang smapai timbulnya konflik. Misalnya, selama ini banyak pemberitaan terkait gerakan radikal yang hanya diberitakan aktifitas radikalnya saja sehingga akhirnya orang hanya melihat tindak kekerasannya tanpa melihat apa yang terjadi sampai terjadi kekerasan. Pada akhirnya, masyarakat menilai kelompok ini brutal tanpa tahu kenapa sampai kelompok tertentu menadi brutal. Dia mengambil contoh konflik Timor-Timur. Masyarakat hanya melihat konflik itu sebagai perang antara TNI melawan Fretelin tanpa tahu latar belakang adanya konflik yang terjadi di Timor-Timur. Namun kalau dituliskan juga latar belakangnya, masyarakat tentunya akan tahu bahwa awal sampai Indonesia masuk ke Timor-Timur dulu pada masa perang dingin Amerika Serikat dan Rusia bersama sekutu mereka masing-masing.
Romo Muji Sutrisno mengatakan, dalam masyarakat pluralis dalam ruang dan subjek-subjek dewasa yang akal budinya kritis rasional dan nuraninya jernih menimbang, bagaimana kebenaran diukur. Berkembangnya peradaban kesadaran budi dan nurani yang semakin rendah hati mengakui berlapis-lapisnya tingkatan ukuan kebenaran berdasarkan sudut pandang dan sudut lihat mana ia diukur. Berkembangnya kesadaran peradaban untuk membuka ruang pencarian konsensu kebenaran karena konsekwensi dan pengaruh Jurgen Habermas yang memperbaiki kritik atas modernitas dan kebenaran rasional instrumental modernitas dalam teori kebenaran in the making. Artinya ukuran kebenaran atau apa kebenaran itu merupakan hasil kesepakatan terus menerus dialog bebas dan terbuka dari peserta komunikasi komunitas masyarakat bersangkutan. Dalam dialog terbuka yang tajam, saling mengasah dari semua sudut pandang, pengalaman dan persepsi konsepsi dan kebenaran disepakati.
Bila konsensus mengenai kebenaran dibahasakan hukum dan diukur dengan ukuran adil maka ukuran kepastian hukum dan keadilan enjadi kebenaran legal. ”Jadi kebenaran legal mempunyai ukuran hukum sebagai acuannya.” dengan analogi jalan logika serupa maka kebenaran agama ukurannya adalah sumber wahyu Ilahi yang menjadi legitimasinya. Keberan religius degan ukuran teks suci sabda wahyu Allah diacu sebaga ’truth’ karena suci, benar, berupa sabda Allah atau wahyu Allah sendiri. Romo Muji kembali mempertanyakan di mana sebenarnya orang harus menaruh sumber dan kriteria pokok kebenaran. Sumber itu, kata dia adalah kehidupan itu sendiri. Bila acuan untuk mengukur kebenaran adalah kehidupan itu sendiri dan di dalamnya kemanusiaan kita dipertaruhkan maka yang benar dalam kehidupan akan indah dalam estetika, akan baik secara etika nurani dan oleh khalayak orang biasa akan dirasakan masuk akan sehatnya serta bernuansa tulus menurut nuraninya. ”Dengan kata lain, yang benar akan sekaligus indah dan baik dalam kehidupan.”
Kegiatan lokakarya selama empat hari ini memang melelahkan. Namun guratan kelelahan serasa tidak ada artinya kalau melihat makna di balik semuanya itu. Kebenaran memang menjadi korban konflik dan di dalam konflik baru diketahui kepentingan mana yang menang dalam konflik. Pihak mana yang membuat konflik agama terus terjadi akan terlihat pada akhir konflik. Apakah kepentingan korban kemanusiaan yang berada di sana ataukah kepentingan orang lain atau pihak yang menyebabkan terjadinya konflik yang nampak di akhir konflik.
Dalam kelelahan lokakarya, masih ada pula selingan. Pada hari pertama rombongan peserta lokakarya dijamu makan malam Duta Besar New Zealand untuk Indonesia, Mr. Filliph Gibson yang sangat senang dengan kegiatan ini. Bahkan dia berhaarap agar kegiatan dan kerja sama jurnalis Indonesia dengan New Zealand terus berlanjut. Dubes yang pada hari itu merayakan ulang tahun menghadiahi peserta lokakarya masing-masing satu topi. Peserta lokakarya selain mengikut jamuan makan malam di kediaman Duta Besar New Zealand, juga berkesempatan mengunjungi Kantor Redaksi Harian Kompas. Di Kompas, semua peserta mendapatkan kenang-kenangan baju kaos dan topi bertuliskan Kompas.
Wakil Dubes New Zealand, Mr David saat acara penutupan mengakui tugas-tugas wartawan memang berat dan kadang mempertaruhkan nyawa. ”Saya tiadk bisa membayangkan kerja saya yang di dalam ruangan ber-AC dengan rekan-rekan jurnalis yang kadang pertaruhkan nyawa. Wartawan adalah pahlawan sesungguhnya dan pelindung demokrasi.” Dia juga menyatakan kebanggaannya terhdap perkembangan di Indonesia. Lima tahun lalu saat tiba di Indonesia dia melihat konflik terjadi di Ambon, Palu dan Poso dan saat hendak kembali ke New Zealand dia senang karena konflik-konflik itu sudah redah. November mendatang, kata Mr. David, pemerintah New Zealand bekerja sama dengan UNICEF dan Lembaga Pers Dr. Soetomo kembali menggelar workshop se-Asia. Terkait kegiatan yang dilaksanakan, Mr. David katakan tidak ada agenda terselubung dari semua itu. Yang diinginkan hanyalah adanya perlindungan terhadap kaum-kaum minoritas. Kedutaan hanya sebagai fasilitator semata.

Sulitnya Mencari dan Menemukan Kebenaran

Catatan dari Lokakarya Pasca Konflik Antar Agama di Jakarta (1)
Oleh Hieronimus Bokilia

Vintentius Lumintang bilang, sebelum jadi wartawan dia ikut berperang. Sekarang Vintentius wartawan Radio Swara Tani FM dari Poso. Dia satu dari 20 peserta lokakarya. Saat itu perang sedang merebak di Poso. Selama menjadi prajurit perang banyak hal yang dia lakukan. Namun ada satu hal yang mengganjal selama menjadi prajurit perang waktu itu. Pemberitaan di media dinilai tidak berimbang dan diangap mendiskreditkan serta mempersalahkan posisi mereka. Kondisi itu mendorong Lumintang melepaskan statusnya sebagai prajurit perang dan memilih menjadi wartawan. Dia bilang, waktu itu dia mau jadi wartawan agar bisa merubah pemberitaan menyangkut orang-orang Kristen yang selama ini didiskreditkan media agar lebih berimbang.
Sekelumit kisah yang diungkapkan Lumintang ini menunjukan sulitnya mencari dan menemukan kebenaran di dalam situasi konflik. Kebenaran yang disiarkan seakan hanya merupakan kebenaran semu karena korban dari konflik itu sendiri sebenarnya adalah kebenaran.
Pagi itu di ruangan Mawar lantai dua Hotel Santika Jakarta sudah ditata apik. Meja-meja diatur membentuk leter U dengan 25 kursi berjejer di balik meja. Satu meja dengan empat kursi berada di depan. Ada layar in focus terbentang di depan dan sebuah blacboard terpajang rapi. Pukul 08.30 satu persatu peserta mulai memasuki ruangan tenpat kegiatan dan langsung disodorkan buku tamu untuk diisi. Setiap peserta diberikan tas berisi beberapa buku. Atmakusumah dari Lembaga Pers Dr. Soetomo yang sudah mulai nampak tua degan rambutnya yang jarang tumbuh di kepala sudah menunggu dengan sabar menyambut dan menyapa setiap peserta yang masuk ruangan. Saling sapa dan salam mengisi menit-menit awal sua kami di ruang Mawar Hotel Santika. Hari itu Senin, 25 Agustus 2008. Hari pertama dimulainya lokakarya bertopik meningkatkan toleransi antar umat beragama; jurnalisme di daerah-daerah pascakonflik. Lokakarya ini diselenggarakan oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo bekerja sama dengan Kedutaan Besar New Zealand di Jakarta.
Saya adalah salah satu peserta yang diundang Kedutaan Besar New Zealand untuk hadir dalam kegiatan ini bersama 19 peserta lainnya. Kendati Flores khususnya dan NTT umumnya bukan merupakan daerah pascakonflik namun Wakil Duta Besar New Zealand, Mr. David melihat bahwa Flores dan NTT umumnya merupakan daerah mayoritas di dalam minoritas yang harus menjadi perhatian. Menurut David dimensi demografi di Flores berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia. ”Mayoritas di daerah lain bisa menjadi minoritas di Flores,” kata David waktu itu. Melihat kondisi itu, Mr. David meminta agar dua wartawan dari Flores, Hieronimus Bokilia dari HU Flores Pos dan Romualdus Pius dari HU Pos Kupang hadir mengikuti kegiatan itu bersama rekan wartawan lainnya dari Maluku, Maluku Utara, Palu dan Poso yang merupakan daerah-daerah bekas konflik.
Bambang Harimurti, Direktur Lembaga Pers Dr. Soetomo diawal lokakarya langsung menggugah semua peserta yang berasal dari daerah pasca konflik seperti Ambon, Maluku Utara, Poso, dan Palu. Dalam setiap konflik, korban pertamanya adalah kebenaran. Kondisi ini membuat pers sulit mencari kebenaran karena kebenaran merupakan korban utama. Pers, kata Harimurti merasa kebenaran selalu dicari dan merasa belum ditemukan. Kalaupun ditemukanpun sifatnya sementara. Dalam setiap konflik kebenaran mana yang paling benar dan bagaimana pers memilih kebenaran-kebenaran yang berkonflik yang diyakini masing-masing pihak. Jika pers menjalankan tugasnya dengan baik dan yakin telah berjalan sesuai dengan kode etik jurnalistik maka pada akhirnya pers akan membawa kedamaian.
Mengikuti penjelasan singkat Bambang Harimurti di awal kegiatan ini menggugah semua peserta. Betapa sulitnya mencari kebenaran apalagi dalam situasi konflik seperti itu. Dalam situasi aman dan tenteram saja terkadang kebenaran seakan sulit ditemukan. Pers terkadang sulit mengungkap kebenaran muncul ke permukaan. Pers seringkali memainkan perannya yang bias dan bisa membawa dampak pada konflik. Pengakuan sesama rekan jurnalis dari Ambon, Maluku Utara, Poso dan Palu memang sulit mencari kebenaran dalam situasi konflik. Bahkan, agar tetap memberitakan konflik mereka terpaksa terbagi menjadi dua. Wartawan Islam meliput dan memberitakan kejadian di daerah Islam sedangkan yang wartawan Kristen meliput dan memberitakan konflik yang terjadi di wilayah Kristen. Kalau kondisinya seperti ini maka kebenaran yang menjadi korban konflik seperti yang dikatakan Bambang Harimurti akan semakin jauh dan sulit untuk diperoleh. Bagaimanapun, kebenaran versi Islam tentu akan menjadi hal yang tidak benar versi Kristen demikian sebaliknya.
Setelah Bambang Harimurti menggugah para wartawan dengan pasal kebenaran, sesi pertama di hari Senin sebagai hari pertama lokakarya ini diisi tiga pembicara. Sebelum pembicara menyampaikan materi, Tribuana Said dari Lembaga Pers Dr. Soetomo kembali menggugah para wartawan. Dia bilang, dalam meliput kekerasan ada dua hal penting yang harus diperhatikan yakni apa peristiwa yang terjadi dan kedua apa respon atau jawaban untuk mengatasi peristiwa. Menurut Tribuana Said, tidak ada yang menyebar lebih cepat dari ketidakpastian. Pada posisi ini, wartawan harus mengetahui secara pasti baru dapat memberitakan suatu peristiwa.
Norita Yudieth Tompah, Sekretaris Eksekutif Bidang Koinonia Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) memaparkan setelah 63 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia masih disibukan dengan pembicaraan tentang toleransi beragama. Mengapa kita masih bicara tentang toleransi? Bukankah bangsa kita dikenal di dunia sebagai bangsa yang sangat toleran?” tanya Norita. Menurut dia, perbincangan tentang toleransi harus dibicarakan di bangsa yang terkenal di dunia dengan toleransi ini mungkin karena akhir-akhir ini timbul ketegangan diantara orang-orang berbeda agama. Bahkan, beberapa tahun lalu konflik berdarah terjadi di Maluku, Maluku Utara, Poso dan palu yang tidak bebas dari nuansa agama. Tentu saja konflik-konflik itu dipicu ebab lain di luar agama namun pada akhirnya agama di bawa-bawa sehingga persoalan makin runyam.
Selain ketegangan antar agama, Norita juga menyoroti persoalan yang juga kadang timbul di dalam agama yang sama. Manusia memang berbeda dan tidak bisa diharapkan untuk seragam dalam segala hal. Keberagaman, kata Norita adalah hakikat kemanusiaan yang terungkap dalam menginterpretasi agama dan menghayatinya. Yang perlu dikembangkan saat ini adalah kemampuan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. ”Perbedaan tidak selalu identik dengan kejahatan.” Agama-agama memang berbeda walau sebenarnya ada yang berasal dari satu akar yang sama. Yahudi, Kristen dan Islam misalnya biasanyadilihat sebagai berasal dari akar abrahamik artinya Abraham diangap sebagai nenek moyang agama-agama itu yang sama-sama mengakui Allah Yang Esa. Dalam perbedaan yang terkandung di dalam agama, terkandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi kebersamaan untuk hidup dalam masyarakat seperti nilai keadilan dan kejujuran yang dijunjung tinggi dalam semua agama.
Di sisi lain, Norita juga mengatakan, setiap penganut berangapan agamanya yang paling benar dan hal itu enurutnya wajar-wajar saja. Tetaspi akan menjadi runyam jika klaim agama saya yang paling benar dipaksakan kepada penganut agama lain. Hal itu tentu tidak lagi wajar bahkan bisa menimbulkan ketegangan. Bagaimana menghormati perbedaan-perbedaan itu dibutuhkan kedewasaan dan kematangan dalam beragama dan bermasyarakat. Kecanggihan teknologi saat ini kerap menayangkan kesaksian orang yang berpindah agama. Dengan gamblang mereka menceritakan pengalaman spiritual mereka dan mengambil sikap pindah agama. Pda titik ini dibutuhkan kedewasaan menyimak kesaksian tersebut.
Lalu apa peran negara dalam kehidupan beragama? Negara harus mengayomi semua agama tanpa ada kesan diskriminatif. Negara membuka peluang bagi umatnya untuk mengungkapkan imannya di muka umum secara bebas tanpa dikekang. Setiap keputusan yang dibuat negara hendaknya juga tidak terpengaruh oleh lembaga di luar negara.
Romo Suyatno Hadiatmadja, Pr dari Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Yogyakarta mengatakan, semua umat beragama dan bangsa Indonesia harus menghargai perbedaan. Perbedaan hendaknya dilihat bukan sebagai ancaman tetapi sebagai karunia. Menurut Romo Suyatno, perbedaan-perbedaan agama merupakan roh. Hal itu dijadikan pemahaman bersama dan menjadi tonggak didirikannya FPUB Yogyakarta dan mengajak semua orang yang mau menciptakan persaudaraan untuk bergabung. Dalam perbedaan itu dibangun komunikasi karena hanya dengan komunikasi dia yakin toleransi dapat terwujud. Bahkan, katanya, toleransi yang diciptakan di Yogyakarta begitu nyata. Dia mengambil contoh ketika hendak berkhotbah dia meminta ide khotbah dari kiai yang mengambil ide-ide khotbah dari Al-Qur’an. Toleransi juga bisa terwujud jika saling bersilaturahim dan bertemu satu sama lain. Romo Suyatno juga menceritakan bagaimana peran FPUB dalam menjalin hubungan antar agama dngan pendekatan budaya lokal yang turun temurun. Hal itu kata dia sudah diwariskan oleh Romo Mangun Wijaya yang pernah bilang ”kalau egkau mau membangun dunia mulailah dari diri sendiri.” hal itu akhirnya mendorong dimulainya membangun toleransi dari hal-hal kecil. Bila ada masyarakat muslim membangun masjid, umat Kristen, Hindu, Budha urunan membantu menyumbang semen dan bahkan bergotong royong. Demikian pula kalau ada umat Kristem yang membangun gereja maka umat lainnya juga membantu. Bahkan pada waktu bencana Yogyakarta, sesama umat saling membantu tanpa atas nama agama. ”Semen, beras, sarimi itu tidak ada agama.”
Omong soal toleransi dan kerukunan, kata Romo Suyatno harus lihat bahwa semua agama mengajarkan kebaikan dan tidak melihat perbedaan tetapi apa yang mau dibuat dengan perbedaan itu. Merukunkan agama memang sulit karena setiap agama punya akidah dan aturan yang berbeda namun ada yang sama yang harus dijadikan dasar dimulainya kerukunan dan toleransi.
Zuhairi Misrawi, inteltual muda Nahdhatul Ulama yang saat ini sebagai Koordinator Program Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta mengatakan, akhir-akhir ini dia merasa kian resah. Apa yang membuatnya resah karena media semakin banyak yang mengekspos kegiatan-kegiatan kelompok garis keras. Sedangkan hal-hal baik seperti yang dibuat Romo Suyatno bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam FPUB di Yogyakarta jarang bahkan tidak diekspos media. Media, menurut Misrawi memegang peranan penting dalam menciptakan kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Upaya membangun toleransi, kata dia muncul karena fakta adanya intoleransi. Yogyakarta yang sudah memulai dengan FPUB menurutnya merupakan laboratorium toleransi tetapi kenyataan bahwa tidak semua daerah ada toleransi. Intoleransi menjadi tantangan serius akhir-akhir ini tidak saja dalam konteks antaragama tetapi juga intraagama.
Ajaran tentang kehanifan dan toleransi, kata Misrawi hakikatnya bukanlah ajaran baru yang dibawa Nabi Muhamad melainkan ajaran yang sudah lama dipraktekan oleh para nabi terdahulu. Nabi sendiri hanya melanjutkan apa yang sudah diamanatkan dan dipraktekan oleh Nabi Ibrahim. Bahkan dalam ayat lain menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan agar Ismail dan seluruh keturunannya nanti menjadi nabi-nabi yang mengamalkan ajaran tersebut, tunduk, patuh dan berserah diri kepada Tuhan. Toleransi telah dan harus menjadi nagian terpenting dalam lingkup intragama dan antaragama. Semua tidak bisa keluar dari komitmen membumikan toleransi karena jika keluar Islam akan kehilangan elan vitalnya. Memahami toleransi berarti memahami islam itu sendiri bahkan dapat dipahami sebagai memahami agama-agama lain yang juga mengajarkan tentang toleransi, cinta kasih dan kedamaian.
Satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam konteks toleransi adalah ketegangan antara idealisme dan realitas. Belakangan ini, tegas Misrawi intolerasni dalam prakteknya lebih banyak dipilih daripada toleransi. Krisis toleransi berada pada semua level kehidupan yasng ditimbulkan akibat kurangnya pengertian tentang toleransi. Abdul Husein Sya’ban menyampaikan otokritik, ”kita sesungguhnya tidak mengerti toleransi di antara kita, baik pada level indifidu maupun kolektif, kelompok, organisasi maupun partai politik. Bahkan pada tataran tertentu kita senantiasa memupuk perseteruan di antara kita, baik dalam satu aliran, satu partai, satu bangsa maupun golongan. Kita sudah menyanksikan degan saksama peperangan, pembantaian dan pembunuhan massal yang disebabkan krisis toleransi, pemberangusan kekebasan berpendapat dan peminggiran kelompok lain”. Menyimak pernyataan Sya’ban itu, nampak bahwa semakin sulit menemukan sebuah bangsa, agama dan suku yang tidak melakukan tindakan intoleran. ”Dunia serasa menjadi tempat yang nyaman untuk melanggengkan kekerasan. Di sinilah fakta meluasnya tindakan kekerasan membuka kesadaran kolektif perihal pentingnya mengubah intoleransi menjadi fakta toleransi.”
Dalam membangun toleransi dibutuhkan nilai (value), kebajikan dan nilai-nilai itu harus dihidupkan di dalam masyarakat. Berbicara soal toleransi hanya ada di Indonesia. Hal semacam ini di luar negeri tidak ada karena menurut mereka toleransi hanya ada di dalam agama. Membangun toleransi perlu emndorong kearifan lokal yang harus terus dikembangkan. Perlu diperhatikan dalam mebangun toleransi agar tetap hidup yakni membangun semangat keterbukaan. Inklusifisme bahwa hanya agama saya saja yang benar harus dihindari dan harus mengakui bahwa ada kebenaran pada agama yang lain. Dalam ajaran Islam, Al-Qur’an mengakui adanya kebenaran yang terdapat pada agama lain. Al-Qur’an mengakui adanya perjanjian lama dan perjanjian baru yang diyakini umat Kristen. ”Telah kami turunkan perjanjian lama yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya” dan ”telah kami turunkan perjanjian baru yang di dalamnya ada petunjuk dan cahayanya”.
Misrawi katakan, modal dasar membangun toleransi adalah toleransi embutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intensif. Di Inggris misalnya, semua kelompok didorong menggali nilai-nilai toleransi sebagai kebajikan. Masing-masing kelompok, terutama kelompok minoritas diperlakukan secara adil dan setara baik dalam ranah politik, ekonomi maupun agama. Mereka dilindungi oleh negara melalui sistem demokrasi dan bebas melakukan aktifitas prekonomian, peribadatan secara bebas dan otonom. Kelompok mayoritas tidak melakuka penetrasi politik terhadap kelompok minoritas. Kata kuncinya adalah kelompok minoritas mendapatkan hak otonom dalam pelbagai bidang kehidupan. Membangun saling percaya diri di antara pelbagai kelompok dan aliran (mutual trust). Salah satu caranya adalah menumbuhkembangkan keinginan untuk berbagi nilai tentang toleransi dan mengubur pelbagai kebencian, kecurigaan terutama yang berbasis paham keagamaan. Pada titik ini, semangat kebangsaan dapat membangun semangat saling percaya diri, baik kelompok mayoritas maupun minoritas. Apapun aliran dan golongannya mereka berada dalam satu payung bangsa yang sama.
Noor Huda Ismail yang sebelumnya menulis untuk The New York Time tampil menceritakan pengalamannya meliput di daerah-daerah konflik. Dia bilang, agar bisa meliput di daerah konflik hal yang penting dilakukan adalah meriset daerah konflik yang akan diliput. Dalam riset ini hendaknya jangan pernah ada asumsi. Selain itu, wartawan harus tahu istilah-istilah spesifik yang digunakan oleh narasumber. Selain hal lain yang perlu pula diperhatikan adalah menyangkut sudut pandang. Di sini, Huda bilang dalam setiap liputan konflik tentu wartawan beramai-ramai membidik jumlah korban, kerugian materil. Namun agar tulisan lebih berbeda, wartawan harus melihat dari sudut pandang berbeda dan di sini Huda lebih menekankan pada isu yang sederhana tetapi berbeda dan lain dari yang lain. Ada kesan keunikan hal yang mau diangkat menjadi bahan tulisan. Dalam membuat sebuah tulisan yang tidak kalah menariknya adalah tulisan juga harus menyajikan sebuah rekomendasi yang jelas.

19 Agustus 2008

KTP Jadi Barang Berharga

Catatan Jelang Pemilu Langsung Kabupaten Ende
Oleh Hieronimus Bokilia

Munculnya paket perseorangan atau paket independen dalam keikutsertaanya pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung sudah tentu direspon positf. Kader-kader terbaik yang tidak diakomodir melalui partai mulai mencari jalan yang diistilahkan “jalan kaki” sedangkan yang menggunakan partai dibilang “menumpang”. Bagi paket jalan kaki ini, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah mengumpulkan dukungan paling kurang lima persen dari jumlah pemilih. Bukti dukungan adalah kartu tanda penduduk (KTP) dan pernyataan mendukung dari warga. Di sini KTP yang selama ini hanya menjadi bukti dan identitas diri naik menjadi barang berharga yang diburu tim sukses paket independen.
Dua paket independen mulai jalan kaki mencari dukungan publik walau banyak menghadapi tantangan. Paket Mus Wolo-Bhoka yang dikenal degan paket Wolo-Bhoka dan paket Siprianus Reda Lio-Titus M. Tibo yang dikenal dengan Paket Setia sudah melangkah dan mengumpulkan dukungan sesuai ketentuan bahkan melampaui ketentuan. Namun dalam proses verifikasi tentu banyak dukungan yang dicoret jika tidak mendukung paket tersebut. Dalam proses perebutan dukungan massa ini, ternyata ada onak duri yang dihadapi paket independen. Ada warga yang mengaku tidak tahu sama sekali KTP mereka diambil untuk kepentingan dukungan terhadap paket independen. Warga Mbongawani bahkan sampai melapork ke polisi karena KTP-nya juga istri dan anaknya ternyata digunakan salah satu paket sebagai bukti dukungan. Terhadap hal ini, kandidat wakil bupati dari paket independen Titus M. Tibo mengatakan langkah hukum sebenarnya tidak perlu dilakukan. Mengingat apa yang sedang dijalankan merupakan kerja-kerja politik maka langkah politik yang bisa menyelesaikan persoalan itu. Proses verifikasi yang berjalan merupakan langkah politik itu dan jika ternyata tidak mendukung maka tinggal menandatangani formulir B9 sebagai bentuk tidak mendukung salah satu paket dan persoalan selesai. Tapi ternyata dalam proses verifikasi ternyata memebrikan dukungan maka tinggal menandatangani formulir pernyataan dukungan. Tidak ada persoalan.
Proses verifikasi yang dimulai dari tingkat PPS sudah dilakukan sebulan yang lalu. Setelah mereka melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi vaktual dan membuat berita acara verifikasi PPS lalu menyerahkan data itu kepada paket independen yang diverifikasi dan kepada PPK. Di tingkat PPK kembali mereka melakukan verifikasi administrasi juga vaktual untuk mengecek kembali hasil verifiaksi yang telah dilakukan oleh PPS. Dari hasil verifiaksi itu lalu dibuat berita acara dan diserahkan kepada KPUD Ende yang kemudian akan melanjutkan verifikasi tahap akhir. Dari sini KPUD lalu mengumumkan kepada publik paket independen mana yang dinyatakan lolos verifikasi dan berhak mengikuti proses selanjutnya.
Masuknya paket independen dalam proses pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah ini semakin menambah semaraknya proes pemilihan nanti. Jika paket yang masuk melalui kendaraan partai sebanyak tujuh paket ditambah dua paket independen maka semuanya menjadi sembilan paket. Banyaknya paket ini diperkirakan akan membawa pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam dua putaran. Hal itu bisa saja terjadi karena dengan sembilan paket tentu sulit bagi paket yang dapat melampaui ketentuan 30 persen perolehan suara dalam pemilu sehingga kemungkinan putaran kedua dapat terjadi. Namun keyakinan sebagaian warga itu ditampik Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDI Perjuangan, Yustinus Sani. Menurutnya, dari sembilan paket yang berhasil diidentifikasi itu tidak semuanya bakal lolos mengikuti pemilu. Kemungkinan hanya empat paket yang diusung partai yang bakal lolos ke pemilu ditambah satu paket independen sehingga menjadi hanya lima paket peserta pemilu. Bahkan dari lima paket peserta pemilu itu, kata Sani setelah melakukan beberapa kali survei langsung ke masyarakat baik di dalam kota maupun di desa-desa, paket Do’A bakal memenangkan pemilu hanya dalam satu putaran. Keyakinan Sani itu tidak berlebihan karena dari kenyataan di lapangan paket Do’A sudah berhasil merebut hati masyarakat yang menginginkan perubahan. Dan perubahan itu menurut masyarakat hanya bisa diwujudkan dari paket yang mau melakukan perubahan yang diyakini dapat dibuat oleh paket Do’A. Jika keyakinan Yustinus Sani itu benar maka pemimpin Ende lima tahun mendatang tidak perlu ditentukan dalam dua putaran pemilu. Tetapi jika keyakinan itu ternyata berubah pada 13 Oktober nanti maka rakyat Ende harus berani mengulang proses pemilunya untuk menentukan pemimpin masa depan harapan rakyat.
Tetapi melihat kemelut yang masih menghantaui beberapa paket yang menggunakan kendaraan partai tentu jumlah paket yang lolos ke pemilu 13 Oktober nanti dari kendaraan partai tidak sampai enam paket. Paket DAMAI dan DIAN tentu salah satunya atau bahkan keduanya bisa dinyatakan gugur oleh KPUD setelah melakukan verifikasi ke Departemen Hukum dan HAM karena dualisme kepemimpinan bukan saja di daerah namun sampai ke pusat. Hal yang sama juga bakal terjadi pada paket MAWAR yang diusung Partai Demokrat sebagai partai pengusung utama bersama empat partai yang katanya sudah dikantongi SK DPP-nya. Jika sampai pada batas akhir ternyata SK DPP tersebut tidak dapat ditunjukan dan partai lain yang dirayu untuk bergabung mengusung paket MAWAR tetap komit mendukung paket lain maka dengan sendirinya paket Mawar gugur dan menjadi penonton dalam perhelatan yang pertama terjadi di Kabupaten Ende ini. Hal yang sama juga bakal terjadi dengan paket BERNAS. Dengan rekomendasi DPP PDI Perjuangan yang menjadi bukti DPP sudah komit merekomendasikan paket Do’A menggunakan kendaraan PDI Perjuangan maka dengan sendirinya paket BERNAS gugur. Jika tiga paket DIAN, MAWAR dan BERNAS dinyatakan gugur maka tinggal empat paket Do’A, DAMAI, PETANI dan LengoPase yang bakal maju menggunakan kendaraan partai ditambah dua paket independen SETIA dan WoloBhoka sehingga tinggal enam paket yang bakal bertarung. Namun jika paket indepeden dinyatakan lolos cuma satu maka tinggal lima paket.
Mulai tanggal 19 Agustus, KPUD mulai memproses pendaftaran calon baik calon ‘jalan kaki’ maupun calon yang menumpang kendaraan partai. Pada pembukaan pendaftaran pada 19 Agustus, paket Do’A yang diusung 12 partai langsung menjadi paket pertama yang mendaftar ke KPUD disusul paket DAMAI yang diusung PKB dan PAN. Setelah Do’A dan DAMAI menyusul paket independen atau paket ‘jalan kaki’ atas Wilhelmus Wolo-Albert Bhoka (Wolobhoka) mendaftar ke KPUD. Paket independe boleh mendaftar kendati sampai saat ini KPUD belum mengeluarkan pengumuman paket independen mana yang dinyatakan lolos verifikasi. Pendaftaran baru ditutup pada tangal 25 Agustus dan setelah itu KPUD mulai melakukan proses verifikasi terhadap paket calon. Proses ini sangat menentukan proses selanjutnya. Pada titik ini, independensi KPUD sebagai penyelenggara juga diuji. Salah menentukan langkah KPUD bisa saja didemo. Tapi Ketua KPUD Ende, Fransiskus A.R. Senda dalam setiap kesempatan selalu menegaskan bahwa KPUD akan berjalan sesuai aturan perundang-undangan dalam melakukan proses pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah ini. Dia juga menegaskan, KPUD akan hanya menerima pendaftaran calon yang benar-benar memenuhi syarat 15 persen suara sah dan 15 persen perolehan kursi di DPRD Ende saat ini sebagaimana hasil pemilu 2004 lalu. Bagi partai yang kepengurusan di kabupatennya terjadi dualisme, KPUD akan melakukan verifikasi ke induk organisasi di pusat. Sedangkan bagi partai yang dualismenya mulai dari pusat sampai daerah, kata Senda KPUD akan memverifikasinya langsung ke Menteri Hukum dan HAM.
Dari proses verifikasi yang dilakukan KPUD ini kalau nantinya cuma lima paket yang bertarung tentu semua kita berharap mereka dapat bertarung sportif. Tidak saling serang dan mengedepankan kampanye gelap terhadap sesama paket. Tetapi memberikan pembelajaran politik yang santun kepada masyarakat. Publik Ende tentunya tidak mau kalau proses awal ini menodai proses penentuan pemimpin Ende lima tahun mendatang. Pada prinsipnya semua kita tentu berharap dalam kesederhanaan seorang PETANI kita ber-Do’A dengan harapan bisa menemukan ke-DAMAI-an, dan dalam ke-SETIA-an kita tidak saling memecahbelah warga namun saling SETIA, seia sekata berjuang dalam kebersamaan menuju Ende sare Lio pawe melalui pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia, jujur dan adil.

14 Agustus 2008

Dermaga Pelabuhan Ende Kembali Jebol

· Sedang Diperbaiki
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Dermaga Pelabuhan Ende yang baru diperbaiki dan masa pemeliharaanya baru selesai pada pertengahan Juli lalu kembali jebol. Jebolnya dermaga ini merupakan kejadian yang ketiga setelah pada awal Juli lalu juga sempat jebol akibat dilalui truk yang baru turun dari KM Dharma Veri II yang disinyalir kelebihan muatan. Mengatasi jebolnya dermaga, saat ini sedang diperbaiki dibawah pengawasan konsultan yang berada di Ende.
Pantauan Flores Pos pada Rabu (13/8) lubang menganga di lokasi yang jebol dengan diameter lebih kurang 50 centimeter. Beberapa tukang sedang berupaya memecahkan beton lantai dermaga untuk dilakukan perbaikan. Menggunakan pahat batu dan hamar mereka mencoba memecahkan beton di sekitar lantai dermaga yang jebol. Warga sekitar yang sempat menyaksikan kegiatan itu sangat kecewa dengan kualitas dermaga yang menurut mereka dikerjakan asal jadi.
Asisten Manajer PT Pelindo Kawasan Ende/Ipi, Titus Tiro kepada Flores Pos di ruang kerjanya mengatakan, lokasi yang jebol tersebut sudah retak-retak sejak lama. Jebolnya dermaga baru terjadi pada Senin dan sudah mulai diperbaiki. Namun dia mengaku tidak tahu pihak mana yang melakukan perbaikan karena tenaga tukang yang melakukan perbaikan adalah tukang local yang ada di Ende.
Terkait kerusakan yang ada, Titus mengatakan sudah tidak dapat dibicarakan lagi. “Kita mau omong apa lagi. Kondisinya sudah seperti itu. Pak simpulkan sendirilah.” Dia katakan, kerusakan pada dermaga tersebut memang merupakan yang ketiga kalinya dan kemungkinan besar akan berlanjut di kemudian hari. Kerusakan tersebut terjadi, kata Tiro kemungkinan karena kualitas pengerjaan yang tidak sesuai dengan bestek.
Ditanya tanggungjawab pengerjaan perbaikan, Tiro mengatakan tetap menajdi tanggung jawab pihak perusahaan yang mengerjakan kendati amsa pemeliharaan sudah selesai. Hal itu karena sampai saat ini proyek tersebut belum diserahterimakan. Sebagai pengelola pelabuhan,. Kata dia, belum mendapatkan pemberitahuan dari PT Pelindo pusat soal serahterima dari Kementrian Perhubungan. Selain itu, kata dia sejauh ini dari PT Pelindo pusat belum turun ke lokasi melihat langsung kondisi pelabuhan. Biasanya, kata Tiro, jika akan diserahterimakan, akan dikirim tim untuk mengecek kondisi pelabuhan sebelum diserahterimakan. “Karena belum ada yang turun jadi kami tahu belum ada serahterima.”
Tidak Ditutup
Kendati dermaga jebol dan saat ini tengah dalam perbaikan, namun aktifitas bongkar muat di pelabuhan tetap berjalan. PT Pelindo sebagai pemilik pelabuhan, kata Tiro tidak menutup pelabuhan untuk kegiatan bongkar muat barang. Langkah itu diambil mengingat kerusakan juga tidak terlalu besar dan masih berada di pinggir. Perbaikan yang sedang dilakukan tidak menganggu aktifitas lain di pelabuhan.
Hanya saja, kata Tiro, saat ini dermaga Pelabuhan Ende ditutup untuk tidak disandari kapal jenis roro. Langkah itu dilakukan mengingat kapasitas dermaga dibangun bukan untuk kapasitas kapal jenis roro dan kapasitas daya pikul dermaga tidak mencukupi.
Lakukan Perbaikan
Satker Pembangunan dan Rehabilitasi Pelabuhan Ende, Wilfrid Panjaitan per telepon dari Kupang mengatakan, kerusakan yang terjadi pada sambungan dermaga dan trestle diakibatkan saling gesek antar persambungan pada saat kapal sandar. Terhadap kerusakan yang ada, sedang dalam proses perbaikan. Perbaikan akan dilakukan sejak Rabu (13/8) dan akan dilaksanakan hingga tuntas. Pelaksanaan perbaikan, kata dia dilakukan oleh tukang yang ada di Ended an dilakukan dalam pengawasan konsultan yang ada di Ende.
Panjaitan juga mengatakan, dermaga yang diperbaiki itu hinga saat ini belum diserahterimakan. Untuk serahterima sedang diusulkan dan masih dalam proses di Departemen Perhubungan.

Partai Politik Jadi Rebutan

Catatan Jelang Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Ende
Oleh Hieronimus Bokilia

Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi NTT sudah kita lalui bersama. Perhelatan akbar politik lima tahunan tersebut telah berjalan sukses walau ditengah perjalanan masih diwarnai sejumlah aksi massa yang turun mendemo langkah bijak yang dibuat Komisi Permilihan Umum (KPU) Provinsi NTT. Namun dari perjalanan pemilu langsung yang pertama kali digelar di Provinsi NTT ini, ada satu hal yang patut diacungi jempol. Dua kandidat calon gubernur dan wakil gubernur Ibrahim Agustinus Medah dan Paulus Moa atau akrab dikenal dengan TULUS yang diusung Partai Golkar dan pasangan Gaspar Parang Ehok dan Yulius Bobo atau GAUL yang diusung gabungan partai degan nama Abdi Flobamora begitu legowo mengakui kemenangan pasangan Frans Lebu Raya dan Esthon L. Foenay atau yang akrab dikenal dengan FREN yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan hasil pilihan rakyat. Kemenangan FREN di delapan kabupaten mendapat dukungan dari dua kandidat yang dalam perhelatan politik ini berada di bawah FREN dalam perolehan suara saat pemilu langsung tanggal 14 Juni 2008 yang lalu. Ibrahim Agustinus Medah bahkan dengan sportif mengatakan FREN lebih hebat dalam menarik simpatik masyarakat pemilih. Kondisi itu memang patut diakui. Frans Lebu Raya yang menjabat Wakil Gubernur NTT mendampingi Piet Alexander Tallo memang sudah tidak asing lagi di mata masyarakat. Memanfaatkan masa lima tahun menjadi wakil gubernur, Lebu Raya telah menjelajah seluruh wilayah NTT. Saat turun berkampanye di Ende pada hari terakhir kampanye, Lebu Raya juga mengakui bahwa dia sudah turun menjelajah hamper seluruh wilayah Ended an tidak hanya turun di ibu kota Kabupaten Ende saja. Dia menyebebut Nangapanda, Maurole, Kota Baru dan desa-desa di pelosok Ende.
Kemenangan FREN yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memang menjadi contoh betapa cerdasnya masyarakat NTT dalam berpolitik. Riak dan intrik terjadi selama proses pencarian partai politik pengusung sampai pada masa pencalonan dan pendaftaran di KPU. Namun setelah KPU menetapkan hasil pemilu langsung seluruh rakyat NTT menerima hasil pemilu langsung itu dengan ikhlas. Contoh positif ini harus menjadi pelajaran berarti bagi seluruh abupaten di NTT pada saat melaksanakan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah di kabupaten masing-masing.
Merujuk pada peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Daerah, dalam kaitan dengan pemilu, mensyaratkan bahwa yang berhak mengusung paket untuk didaftarkan ke KPU adalah partai politik dan gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan suara sesuai hasil pemilu 2004 yang lalu. Partai politik pengusung calon harus memiliki paling kurang 15 persen kursi di DPRD atau setidaknya memperoleh 15 persen suara pemilih yang sah dalam pemilu 2004 lalu. Demikian juga dengan gabungan partai politik yang mengusung paket harus pula memiliki 15 persen kursi di DPRD atau 15 persen suara pada pemilu 2004 yang lalu. Pada titik ini, partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam mengusung paket di mana dengan kondisi ini, partai politik yang sudah memenuhi syarat mengusung paket tentunya akan emnaikan posisi tawar mereka kepada kandidat yang akan maju dalam pemilu nanti. Partai politik yang sudah memenuhi syarat ini selain membuka lebar-lebar pintu bagi kandidat dari lur partai juga memiliki kemungkinan besar mengusung paket dari kalangan kader partai dan tidak jarang ketua partai sendiri yang diusung untuk maju dlam pentas politik lima tahunan ini. Kita kembali ke pemilu langsung kepal daerah dan wakil kepala daerah Provinsi NTT di mana PDI Perjuangan mengusung Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP NTT Frans Lebu Raya menjadi gubernur. Dari Partai Golkar juga mengusung ketua DPD II Partai Golkar Provinsi NTT, Ibrahim Agustinus Medah mnjadi calon gubernur. Situasi seperti itu tentu saja akan terjadi di kabupaten-kabupaten yang akan menyelenggarakan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah. Di Ende misalnya, Partai Golkar Kabupaten Ende tidak segan-segan mencalonkan Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Ende Ir. Marsel Y.W Petu menjadi calon bupati didampingi Ir. Stefanus Temu Tani sebagai calon wakil bupati. Sementara dari PDI Perjuangan, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Ende Bernadus Gadobani secara terang-terangan mengatakan perjuangannya untuk menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ende yang dilakukan dengan susah payah adalah upaya untuk menjadi calon bupati Ende dalam pemilu mendatang. Dia juga menyatakan kendati proses penjaringan bakal calon bupati di tubuh PDI Perjuangan dilakukan oleh Pengurus Anak Ranting (PAR) di tingkat kecamatan namun dia yakin mendapat dukungan riil dari PAR. Pernyataan Gadobani ini harus dia buat karena ada juga kader-kader terbaik lainnya di luar PDI Perjuangan yang juga melirik PDI Perjuangan sebagai kendaraan politik mereka untuk maju dalam pemilu yang dijadwalkan dilangsungkan pada 13 Oktober 2008 mendatang. Melirik perjalanan politik menuju pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Ende, begitu banyak nama yang disebut-sebut bakal maju. Mereka di antaranya, Bernadus Gadobani-Hendrikus Seni (PDIP), Marsel Petu-Stefanus Temu Tani (Partai Golkar), Don Bosco M. Wangge-Achmad Mochdar (koalisi partai), Anton David Dalla-Iskandar Mohamad Mberu (PKB, PAN), Silvester Djuma-Haji Ahmad Djafar (Partai Demokrat), Petrus Lengo- (PDS, PKPI. PNI Marhaens).
Peran partai politik pengusung yang bverhak mengusung para kandidat untuk didaftarkan di KPU pada titik ini memang sangat penting. Don Bosco M. Wangge-Ahmad Mochdar yang dikenal dengan paket Do’A sejauh ini mendapatkan dukungan dari 10 partai yakni Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Bintang Reformasi (PBR), PNBK, dan partai-partai yang tidak memiliki kursi lainnya di DPRD Ende. Namun, 10 partai yang telah berkoalisi tersebut telah bertekad mengusung paket Do’A dan akan terus berupaya memenangkan paket yang mereka usung untuk menjadi bupati wakil bupati terpilih pada saat pencfoblosan nanti. Di sini, komitmen partai-partai kecil ini memang patut dibanggakan. Betapa tidak, hanya karena ingin Ende ada perubahan ke depan, mereka komit tanpa ada embel-embel money politik mengusung paket Do’A dan berjuang memenangkannya. Namun perjalanan menuju pendaftaran paket ke KPU masih panjang. Banyak pihak yang menyangsikan soliditas partai-partai ini dalam mengusung paket karena dalam proses ini masih saja ada intrik dari lawan politik untuk saling menjatuhkan bahkan menggagalkan paket Do’A maju dalam pentas pemilu langsung. Jika siliditas ini tidak dijaga dengan baik bukan tidak mungkin jika paket Do’A yang telah dideklarasikan jauh-jauh hari ini bakal terpental karena pak\rtai pengusung satu persatu mulai menarik dukungannya.
Sementara itu, ada paket lain yang sampai sekarang masih terus merayu partai-partai yang ada untuk bisa mengusung mereka maju dalam pentas pemilu langsung. Paket Silvester Djuma-Ahmad Djafar atau MAWAR misalnya, jika hanya diusung Partai Demokrat yang memiliki tiga kursi di DPRD Ende belum memenuhi syarat 15 persen karena tiga kursi saja belum cukup. Mereka harus mencari tambahan dua kursi untuk menggenapkan kuota 15 persen demi menguasung satu paket. Silvester Djuma dalam satu wawancara dengan Flores Pos mengatakan, dia sudah mengantongi empat surat keputusan (SK) dari Dewan Pimpinan pusat yang isinya menyetujui pengusungan paket MAWAR dalam pemilu nanti. Salah satu partai yang dikatakan bakal dirayu untuk mengusung mereka adalah partai Patriot Pancasila. Namun, pernyataan itu boro-boro dikanter oleh Ketua Partai Patriot Pancasila Kabupaten Ende, Alexander Sidi. Dia mengatakan partai yang dia pimpin memang pernah didekati petinggi Partai Demokrat Ende untuk sama-sama mengusung paket yang didukung Partai Demokrat. Namun, pembicaraan awal itu kemudioan tidak berlanjut karena menurut dia tidak mungkin Partai patriot Pancasila bergabung dengan partai yang sudah menetapkan paketnya tanpa ada sumbang saran dari mereka yang akan bergabung. Partai Patriot Pancasila kata Lexi So sampai saat ini memang tidak pernah bergabung degan Partai Demokrat untuk mengusung paket MAWAR dan mereka sudah bertekad bergabung dengan Koalisi Bersama Membangun yang sudah mendeklarasikan paket DO’A.
Melihat perkembangan politik menjelang pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah di kabupaten Ende, memang belum berjalan maksimal. Artinya, dari sekian banyak paket yang berhasrat maju dalam pemilu dan dari begitu banyak partai politik pengusung, baru Partai Golkar yang resmi mengumumkan paketnya Marsel pwetu-Stefanus Temu Tani. PDI Perjuangan yang merupakan partai yang sudah memenuhi kuota 15 persen perolehan suara hingga kini belum menetapkan paket yang akan diusung. Bahkan silang pendapat antar kader partai terus bermunculan terkait siapa yang bakal diusung dari partai banteng bermoncong putih ini. Ada skenario yang sedang dimainkan kader partai agar mengusung paket Do’A yang menurut ereka lebih representatif dan didukung masyarakat banyak sehingga kemungkinan memenangkan pemilu lebih besar. Anggota DPR RI Herman Herry dalam satu pernyataannya di Flores Pos mengatakan paket Do’A merupakan paket “seksi” dan layak untuk diusung. Namun pernyataan Herman Herry itu langsung dijawab Ketua DPC PDI perjuangan Kabupaten Ende, Bernadus Gadobani. Gadobani bilang, PDI Perjuangan punya kader yang siap diusung dan sebagai kader partai dia siap maju sebagai calon bupati dari PDI Perjuangan didampingi Hendrikus Seni. “Saya siap jadi calon bupati bersama Hendrik Seni. Kami sudah bekerja cukup lama.”
Muncul pertanyaan, mengapa paket Do’A yang sudah diusung 10 partai politik masih melakukan manufer ke PDI Perjuangan? Kondisi ini memuncuk\lkan banyak spekulasi. Spekulasi pertama, 10 partai pengusung dinilai kurang solid sehingga paket Do’A harus mencari alternatif lain dan salah satunya adalah melakukan manufer ke PDI Perjuangan yang sampai saat ini belum menetapkan paket definitif. Spekulasi kedua, muncul dari orang-orang PDI Perjungan sendiri yang tidak mau mengusung paket yang kalah. Pada titik ini, para kader partai khawatir jika sampai memaksakan Bernadus Gadobani-Hendrik Seni (BERNAS) untuk maju dari PDI Perjuangan maka kekalahan sudah di depan mata sementara PDI Perjuangan sebagai partai besar tidak mau kalah dalam perhelatan akbar ini. Padahal, banyak kalangan melihat kemampuan Gadobani-Henrik Seni sangat potensial mengingat selama lima tahun menjadi ketua DPRD Ende dan lima tahun menjadi wakil bupati Ende, Gadobani merupakan tokoh “bersih” yang tidak diragukan lagi kualitas memimpinnya dengan pengalamannya itu.
Partai Demokrat yang mengusung paket MAWAR jika sampai pada waktunya harus mendaftar dan belum ada partai yang mau berkoalisi maka tiga kursi di DPRD Ende yang mereka miliki akan menjadi mubazir. Paket Mawar dan jajaran pengurus Partai Demokrat harus bekerja ekstra merayu lagi dua partai yang memiliki kursi di DPRD Ende jika tidak mau hanya menjadi penonton nanti. Namun jika benar empat SK DPP tersebut sudah dikantongi dan jajaran pengurus partai di daerah mau rela melepas paket yang sudah mereka usung untuk bergabung mengusung paket MAWAR maka mereka bisa mendaftar di KPU mengingat KPU hanya akan menerima pendaftara paket yang sudah mencapai kuota 15 persen baik 15 persen kursi di DPRD Ende maupun 15 persen suara sah pemilu 2004.
Lain lagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sejak awal sesuai hasil musyawarah cabang telah menetapkan pasangan Anton David Dalla-Iskandar Mohamad Mberu atau paket DAMAI. Dengan kekuatan empat kursi di DPRD Ende, PKB harus mencari satu lagi partai yang memiliki kursi untuk bisa mendapatkan tiket melaju ke pentas pemilu langsung ini. Partai Amanat Nasional (PAN) yang saat ini terdapat dua versi yakni pimpinan Sabri Indradewa telah memilih meberikan dukungan politik terhadap paket DAMAI. Sedangkan PAN pimpinan Agil Parera Ambuwaru lebih memilih menancapkan bendera partai di Sekretariat Paket DO’A di Jalan A. Yani. Jika dualisme kepengurusan ini tidak cepat diselesaikan akan menjadi bumerang bagi paket DAMAI. Namun paket Damai lagi-lagi digoyang. Di saat masa pendaftaran tinggal menghitung hari, muncul paket DIAN, Yucundius Lepa-Nur Aini Rodja yang juga diusung PKB. Polemic seputar kehadiran paket DIAN pun bermunculan dan hingga kini belum berujung siapa yang berhak diusung DAMAI atau DIAN.
Di tubuh PDS pimpinan Anselmus W. Mangu sudah bersepakat mengusung Petrus Lengo-Paulus Pase. PKPI pimpinan Yohanes Bade Oda juga memilih bergabung dengan PDS dan PNI Marhaens mengusung paket ini walau dan telah dideklarasikan. Namun rumor berkembang, Bade Oda sebagai partai pengusung belum iklas memberikan dukungan karena kontribusi partai yang belum diselesaikan paket Lengo Pase.
PDI Perjuangan yang selama belum memastikan mengusung paket akhirnya mulai ada titik terang. Setelah rapat kerja cabang khusus yang mayoritas mendukung paket Don Wangge Mat Mochdar (11) dukungan PAC dan Gadobani-Hendrik Seni haya kebagian lima PAC, DPP partai akhirnya mengeluarkan rekomendasi mengusung paket Do’A walau sampai sekarang gadobani masih tetap bergerilya mencari pintu masuk lewat partai yang dia pimpin itu.
Di sisi lain, ada juga calin perseorangan. Ende hanya ada dua paket perseorangan yang diverivikasi yakni Sipri Reda Lio-Titus M. Tibo atau yang akrab dikenal dengan paket SETIA dan paket Wolo- Bhoka. Hingga kini proses verifikasi masih berjalan dan belum diputuskan hasilnya oleh KPUD Ende.
Munculnya paket independen atau perseorangan ini juga dapat menjadi alternative pilihan masyarakat Kabupaten Ende pada 13 Oktober mendatang. Siapa yang terpilih tentu menjadi rahasia konstituen di ruang tempat pemungutan suara alias TPS. Banyak pihak meramalkan pemilihan akan terjadi dua putaran mengingat kekuatan masing-masing paket merata. Namun apapun yang terjadi semua kita tentu berharap pemilu ini berjalan damai karena ada paket DAMAI, diiringi doa karena ada paket DO’A, diterangi cahaya dian karena ada paket DIAN, saling setia antar pasangan calon karena ada paket SETIA untuk menuju Ende sare Lio pawe yang diidamkan masyarakat.

12 Agustus 2008

Materi Sosialisasi PWF

oleh Hieronimus Bokilia
(Ketua Umum PWF)
PROFILE ORGANISASI
PERHIMPUNAN WARTAWAN FLORES (PWF)
Sekretariat Jln. El Tari-Ende-Flores-NTT, HP 0852 3900 8081, 0852 3930 7555

A. Latar Belakang
Wartawan yang bertugas di wilayah Kepulauan Flores selama ini belum memiliki wadah lokal yang menghimpun dan menjdi wadah saling tukar informasi di antara para wartawan. Menyadari pentingnya sebuah organisasi yang menjadi wadah berhimpun dan tukar informasi di antara para wartawan yang bertugas di wilayah Kepulauan Flores, para wartawan kemudian berkumpul bersama membicarakan pembentukan wadah atau organisasi wartawan dimaksud.

B. Sejarah Pembentukan
• Pembentukan Perhimpunan Wartawan Flores difasilitasi oleh Swisscontact LED-NTT dan Yayasan Pantau. Lembaga ini memberikan motifasi dan dukungan kepada para wartawan untuk menghimpunkan diri dalam satu wadah agar bisa memberikan manfaat bagi pengembangan kapasitas para wartawan dan sebagai sarana sering informasi di antara para wartawan. Swisscontact kemudian memfasilitasi pertemuan wartawan yang semula dihadiri oleh para wartawan dari empat kabupaten yakni Ngada, Ende, Sikka dan Flotim. Pertemuan digelar pada bulan September di aula PSE Ende, Jalan Anggrek.
•Dalam pertemuan ini, hadir juga Andreas Harsono dari Yayasan Pantau. Dia banyak memberikan masukan untuk terbentuknya wadah wartawan. Namun dalam pertemuan awal ini belum berhasil membentuk organisasi wartawan. Alasan mendasar pada waktu itu adalah cakupan wilayah Flores sedangkan yang hadir hanya empat kabupaten. Selain itu perdebatan panjang juga muncul soal keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam wadah yang akan dibentuk. Kata sepakat pun belum bisa diambil pada waktu itu dan pembentukan organisasi wartawan ditunda.
•Selanjutnya, Swisscontact kembali memfasilitasi pertemuan Tim Tujuh di Maumere pada 20 Nopember 2006 yang membicarakan rencana pertemuan raya para wartawan kedua dan menyusun acuan yang dijadikan bahan pertemuan. Tim Tujuh yang hadir dalam pertemuan antara lain, Yos Hadjon dari Lembata, Wall Abulat dari Sikka, Rosa Dalima dari Ende, Anto Manatapi dari Ngada, Boni Mardianus dari Manggarai dan Ferdi Jemaun dari Manggarai Barat. Dari Swisscontact hadir Rosalia Rabu dan Etin Suryatin. Tim Tujuh waktu itu tidak dihadiri utusan dari Flores Timur.
•Tim Tujuh akhirnya menyepakati untuk kembali menggelar pertemuan pada 8-9 Desember 2006.
•Menyadari pentingnya wadah sebagai wahana sering pengalaman dan peningkatan kapasitas jurnalis di Kepulauan Flores, maka pada pertemuan dua hari di aula BK3D, Jalan Melati dari tanggal 8-9 Desember, pembicaraan para wartawan mulai mengarah dan mengerucut pada kesepakatan untuk membentuk wadah wartawan Flores.
•Maka pada tangal 8-9 Desember 2006, semua wartawan yang hadir bersepakat membentuk satu wadah yang disepakati bernama Perhimpunan Wartawan Flores disingkat PWF. Pada saat itu, forum juga secara aklamasi setelah melalui proses seleksi calon memilih Hieronimus Bokilia sebagai ketua Umum PWF untuk masa bakti 2006-2008 atau selama dua tahun.

C. Nama, Bentuk dan Lambang
•Nama perhimpunan ini adalah Perhimpunan Wartawan Flores yang disingkat PWF dan berbentuk perhimpunan dengan lambang burung merpati membentangkan sayap, pena dan buku bertuliskan PWF dengan warna dasar biru dan dikombinasikan dengan tulisan Perhimpunan Wartawan Flores pada bagian bawah membentuk setengah lingkaran. PWF berasaskan Pancasila dan konstitusi Republik Indonesia, berpedoman pada kode etik jurnalistik Indonesia

D. Visi, Misi dan Tujuan
a. Visi
•Visi PWF adalah terwujudnya kapasitas jurnalis yang professional dan independen sesuai dengan kode etik jurnalistik Indonesia.

b. Misi PWF
•Meningkatkan kapasitas jurnalis di Kepulauan Flores
•Sebagai media sharing informasi
•Membangun solidaritas antara sesama wartawan di Kepulauan Flores
•Memperluas akes informasi kepada masyarakat; dan
•Meningkatkan pemberdayaan ekonomi local

c. Tujuan PWF
•Memperjuangkan hak berpendapat, hak atas informasi, hak berkumpul dan hak berserikat bagi semua orang
•Membela dan memperjuangkan harkat dan martabat, kesejahteraan jurnalis dan pekerja pers di Kepulauan Flores
•Membangun kerja sama dengan masyarakat, pemerintah, LSM, lembaga donor yang memiliki komitmen untuk membangun masyarakat dan penyebarluasan informasi
Perhimpunan Wartawan Flores bersifat independen, non partisan dan berorientasi pada upaya pencerahan masyarakat dalam segala aspek.

d. Usaha-Usaha PWF
•Menggalang solidaritas sesama jurnalis dan pekerja pers
•Meningkatkan kemampuan profesi jurnalis
•Membantu masyarakat menggunakan hak informasinya secara baik
•PWF meliputi wilayah Kepulauan Flores yakni dari Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur dan Lembata dan di setiap kabupaten memiliki koordinator masing-masing.
•Keanggotaan PWF bersifat perorangan dan terbuka bagi setiap wartawan yang bertugas di Kepulauan Flores. Kenaggotaan terdiri atas dua yakni anggota biasa dan anggota luar biasa.

e. Lingkup Organsasi dan Keanggotaan PWF
•PWF meliputi wilayah Kepulauan Flores yakni dari Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur dan Lembata dan di setiap kabupaten memiliki koordinator masing-masing.
•Keanggotaan PWF bersifat perorangan dan terbuka bagi setiap wartawan yang bertugas di Kepulauan Flores. Keanggotaan terdiri atas dua yakni anggota biasa dan anggota luar biasa.

E. Badan Pengurus PWF
•Badan Pengurus PWF terdiri atas, satu orang Ketua Umum, Ketua 1 dan ketua 2, Sekretaris Umum, Sekretaris 1 dan Sekretaris 2, Bendahara Umum. Terdapat enam divisi yakni Divisi Advokasi dan Hukum, Divisi Pengembangan Kapasitas, Divisi Humas, Divisi hubungan Antar Lembaga, Divisi pengembangan Sosial Ekonomi dan Divisi Pemberdayaan perempuan.

Komposisi Pengurus PWF
•Ketua Umum : Hieronimus L. Bokilia (Wartawan Harian Umum Flores Pos, Jln. El Tari, HP 0852 3900 8081)
•Ketua 1 : Patris Anggo (Radio Be Smart, Kelurahan Watu, Ruteng, Manggarai, HP 0813 3945 5064)
•Ketua 2 : Hans Hadjon (Wartawan Mingguan Buser Timur, HP 0852 3900 3304)
•Sekretaris Umum : Bernadus Barat Daya (Radio Suara Komodo FM Labuan Bajo, Manggarai Barat, HP 0813 3945 4721)
•Sekretaris 1 : Rosa Dalima (Reporter RRI Ende, Jln Anggrek, HP 0852 3930 7555)
•Sekretaris 2 : Adrian Pantur (Kontributor SCTV, Jln. Adi Sucipto Maumere, Sikka, HP 0812 3839 481)
•Bendahara Umum : Yusvina Nona (Reporter Flores Pos, Jln. El tari, HP 0852 3907 2848)

Divisi-Divisi :
•Divisi Advokasi dan Hukum : Syarif Lamabelawa (Reporter Harian Umum Flores Pos, Jln. Raja Centis, Maumere, Sikka, HP 0813 3944 8471)
•Divisi Pengembangan Kapasitas : Jos Hadjon (Reporter Harian Umum Flores Pos, Jln Trans Lembata, Lembata, HP 0852 3901 5474)
•Divisi Humas : Yamin Mapawa (Mingguan Surya NTT, Jln. Pahlawan, Ende, HP 0852 3906 6447)
•Divisi Hubungan Antar Lembaga : Anto Manatapi (Reporter RSPD Ngada, Jln. Gatot Subroto, Bajawa, Ngada, HP 0852 5301 0738)
•Divisi Pengembangan Sosial Ekonomi : Ferdi Son (Kelurahan Waiklambu, Manggarai Barat, HP 0812 3797 270)
•Divisi Pemberdayaan Perempuan : Ana Marlinda Boleng (Radio Surya FM Boawae, Nagekeo, HP 0813 3910 3380)

Badan Penasehat
* Frans Anggal (Pemimpin Redaksi Harian Umum Flores Pos)
•Yoseph Laga Doni Herin (Wakil Bupati Flores Timur)
•Wempi Anggal (Direktur Radio Be Smart Mangarai)
•Kepala RRI Ende
•John Demu (Kepala RSPD Ngada)

F. Kesekretariatan
•Untuk sekretariat, sampai saat ini PWF belum memiliki secretariat tetap dan masih berupaya mencarinya walau dalam keterbatasan. Untuk sementara Secretariat PWF menggunakan salah satu ruangan di Kantor Redaksi Harian Umum Flores Pos walau belum dimanfaatkan secara efektif karena fasilias pelengkap belum dimiliki organisasi.

G. Program Kerja dan Kegiatan
•Program kerja PWF secara rinci belum terprogram, namun dalam pertemuan badan Pengurus PWF di Ende pada Januari 2007 lalu, telah merencanakan untuk menyelenggarakan Seminar Sehari Jurnalistik bertepatan dengan Hari Pers Nasional pada tanggal 9 September 2007 dan pelaksanaan kegiatan sukses. Tema kegiatan seminar jurnalistik “Bersama PWF Kita Wujudkan Pers yang Bermutu dan Independen”,. Pembicara yang hadir pada saat itu antara lain Yoseph Laga Doni Herin, Bujte Hello, Cirilus Bau Engo dan Joni Djoka. Sedangkan Lorens Tato tidak berkesempatan hadir.
•Ke depan PWF akan terus berupaya menggelar kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas jurnalis di Kepulauan Flores.
•Selain kegiatan ini, PWF juga telah menggelar workshoop tentang Penulisan Berita Ekonomi selama dua hari dari tanggal 12-13 April 2007 bertempat di Aula BEKATIGADE Ende. Pemateri tunggal dalam workshop ini adalah Pemimpin Redaksi Investor Daily Jakarta, Primus Dorimulu. Peserta workshop adalah utusan anggota PWF dari tujuh kabupaten dengan alokasi peserta tiap kabupaten dua orang.
•PWF juga bekerja sama dengan LSM antara lain FIRD, Yayasan Tananua Flores dan organisasi lainnya di Ende turut membentuk Kelompok Solidaritas Bencana Manggarai dan ikut membantu dalam proses pencarian dana bencana alam
•PWF juga bersama Yayasan Pantau menggelar dua kali diskusi. Diskusi pertama mengambil tema anggaran Bidang Kesehatan dengan pembicara dr. Agustinus G. Ngasu, MMR dan diskusi kedua anggaran publik yang rawan dikorupsi dengan pembicara Jhon SinlaELoe dari PIAR Kupang.
•Dalam rangka menunjang keberlangsungan PWF, masih banyak kekurangan yang harus dibenahi dan dilengkapi. Di antaranya, sekretrariat PWF dan fasilitas penunjang lainnya serta sarana dan prasara pendukung dalam menunjang kelanjutan organisasi PWF agar tetap eksis dan bisa berbuat banyak bagi anggota PWF dalam rangka upaya peningkatan kapasitas jurnalis yang semakin bermutu dan dapat memperjuangkan kebebasan pers dan kemudahan akes informasi bagi masyarakat.
•Kegiatan yang sudah dirancang yakni berupa pelatihan penulisan berita bagi wartawan media cetak, pelatihan penyiaran bagi wartawan media eletronik dan rencana magang ke media cetak nasional dan radio swasta yang manajemen pengelolaannya sudah baik.

H. Penutup
•Perhimpunan Wartawan Flores belum banyak berbuat untuk masyarakat. Keberadaan PWF diharapkan bisa memberikan perubahan terutama bagi anggota PWF sendiri dalam kaitan dengan peningkatan kapasitas jurnalis sehingga para wartawan semakin ditingkatkan kemampuan jurnalisnya dan bisa menyajikan berita bermutu dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik Indonesia dan mengutamakan kebebasan pers yang bertanggung jawab.

GMNI Ende Minta DPRD Bentuk Pansus Sikapi Kejanggalan Pelaksanaan Proyek

· Fraksi Demokrat Minta Lanjutkan Uji Petik Lapangan
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Gerakan Mahasiswa nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ende meminta DPRD Ende untuk menindaklanjuti temuan-temuan kejanggalan dalam pelaksanaan proyek tahun 2007. DPRD Ende diminta untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Dewan untuk menyelidiki maslah-masalah pembangunan yang ditemukan ketidaksesuaian laporan pemerintah dengan hasil pembangunan fisik di lapangan.
Hal itu dikatakan Ketua GMNI Cabang Ende, Vinsen Sangu dalam keterangan pers. Dikatakan, desakan membentuk Pansus Dewan itu dilakukan agar dengan Pansus akan melahirkan kebijakan yang berbobot dan perjuangan yang bernilai. Melalui Pansus, kata Sangu, eksekutif akan lebih selektif dalam memilih dan menetapkan rekanan yang melaksanakan pekerjaan proyek di lapangan walau para rekanan itu masih dalam lingkaran pengambil kebijakan. Selain itu, melalui Pansus lebih memudahkan aparat penegak hokum dalam menegakan keadilan dan kebenaran walau jalannya masih tertatih-tatih. Melalui Pansus Dewan nanti, kata Sangu, berbagai dinamika politik ditampilkan DPRD dan pemerintah akan dapat diketahui siapa yang berkhianat terhadap rakyat.
Minta Lanjtkan Uji Petik
Fraksi Partai Demokrat dalam pendapat akhirn fraksinya yang dibacakan Yessy Rosmawati Indah, Jumad (8/8) meminta agar terkait banyaknya kejanggalan dalam pelaksanaan proyek tahun 2007 di mana terdapat proyek lanjutan (DPAL) sebesar Rp3,239 miliar maka perlu dilakukan uji petik lanjutan. Menurut Fraksi Partai Demokrat data-data yang dilaporkan hanya terdapat dua satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan kegiatan lanjutan yaitu Dinas Kimpraswil dan Bagian Umum. Padahal, sesuai pengamatan Fraksi Partai Demokrat masih ada satuan kerja perangkat daerah lainnya yang melaksanakan kegiatan proyek lanjutan seperti di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Fraksi Partai Demokrat juga mensinyalir ada dinas, badan yang melakukan proses pencairan keuangan proyek mencapai realisasi 100 persen padahal fisik proyek baru mencapai 30 atau 40 persen. Bahkan masih ada proyek-proyek yang hingga kini belum terselesaikan seperti yang terjadi di Dinas Kesehatan.
Perbaiki Manajemen Keuangan
Fraksi PKB dalam Pendapat Akhir Fraksi PKB yang dibacakan Mohamad Orba K. Imma menegaskan pemerintah perlu memperbaiki manajemen keuangan terutama pada bidang perencanaan dan pengangaran mengingat ada beberapa penerimaan terkesan tidak proporsional dalam penganggaran. Hal itu kata Orba K. Imma ditunjukan pada rendahnya realisasi jika dibandingkan dengan anggaran yang sudah ditetapkan seperti dana hibah serta lain-lain pendapatan yang sah yang hanya mencapai 51,97 persen atau realisasinya hanya Rp18,197 miliar dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp35,015 miliar.
Dari sisi belanja, tegas Imma, dana yang dialokasikan pada entitas akuntansi terkesan mengalami penghematan cukup signifikan mencapai 22,60 persen atai sebesar Rp96,447 miliar. Namun setelah ditelaah fraksi ternyata menunjukan bahwa efisiensi anggaran yang ada lebih pada pengangaran yang kurang proporsional khususnya belanja pegawai. Sedangkan untuk belanja modal penyerapannya juga sangat rendah dan efisiensi mencapai Rp44,103 miliar. Fraksi PKB meminta pemerintah perlu meningkatkan kinerja atas belanja yang sudah terangarkan terutama yang menyangkut belanja langsung terkhusus belanja modal pada tahun-tahun mendatang.
Fraksi Partai Golkar dalam Pendapat Akhir Fraksi Partai Golkar yang dibacakan H.A. Djamal Humris lebih banyak memahami kondisi pemerintah di mana akibat keterbatasan waktu mengakibatkan kegiatan atau pekerjaan fisik tidak terselesaikan pada tahun angaran berjalan. Luncuran proyek pada tahun berikutnya, menurut Fraksi Partai Golkar memang perlu dilakukan agar tidak meninggalkan persoalan di kemudian hari apalagi hal itu berkaitan erat dengan keberhasilan kinerja pemerintah. Hanya saja dalam pelaksanaan, fraksi mengharapkan agar tetap menjaga mutu dan kualitas sesuai perencanaan agar tidak mengurangi kredibilitas pemerintah di mata rakyat.
Dalam pendapat akhir fraksi-fraksi, seluruh fraksi di DPRD Ende menyatakan menerima nota keuangan pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten Ende tahun anggaran 2007 untuk dibahas dan ditetapkan menajdi peraturan daerah. Sebelum dibahas dan ditetapkan menjadi perda, terlebih dahulu dilakukan asistensi ke pemerintah provinsi.

kasus Nangapada---Majelis Hakim Kabulkan Sebagian Gugatan Penggugat

· Kuasa Hukum Tergugat Akan Ajukan Banding
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ende dalam sidang perkara perdata kasus tanah Nangapanda yang seluas 2000 hektare di Desa Sanggaroro dan Ndeturea Kecamatan Nangapanda dalam amar putusannya mengabulkan sebagian gugatan dari para penggugat. Terhadap keputusan majelis hakim ini, kuasa hukum para tergugat langsung menyatakan akan menempuh upaya banding. Sedangkan kuasa hukum para penggugat menyatakan masih pikir-pikir sesuai waktu yang disampaikan majelis hakim selama 14 hari mengingat majelis hanya mengabulkkan sebagian gugatan.
Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda putusan atas perkara perdata kasus tanah Nangapanda, Senin (11/8) antara Musa Gedu dan 18 penggugat lainnya yang diwakilkan kepada kuasa hukum mereka Fabianus Sonda, Maria Wiliborda dan Pius Timugale berhadapan dengan para tergugat yakni Andreas Baju bersama 44 tergugat lainnya yang diwakilkan kepada kuasa hukum mereka Valens Pogon dan Silvester Nong Manis. Dalam persidangan ini dihadiri para tergugat dan keluarga yang memenuhi ruang sidang. Para pengunjung sidang yang tidak kebagian tempat duduk bahkan rela duduk di lantai.
Majelis Hakim dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, I Gusti Ngurah Parta Bhargawa didampingi hakim anggota, Iros Beru dan Rudito Surotomo, Senin (11/8) dalam amar putusannya menyatakan setelah melalui proses persidangan dan pertimbangan-pertimbangan yang ada memutuskan pertama mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagaiannya, kedua menyatakan menurut hukum bahwa penggugat satu, Taher Gedu adalah ahliwaris satu-satunya dari Gedu Raja. Dalam amar putusannya yang ketiga, majelis hakim menyatakan menurut hukum bahwa tanah sengketa dengan letak luas serta batas-batas sebagaimana tertuang dalam amar putusan seluas 2000 hektare diwariskan kepada penggugat satu selaku ahli waris yang sah dan para penggugat lainnya sebagai penggarap kecuali lokasi yang digunakan untuk sekolah, kapela dan polindes. Keempat, menyatakan menurut hukum bahwa tindakan tergugat satu mengklaim tanah sengketa sebagai tanah Suku Paumere serta mengijinkan kepada para tergugat lainnya untuk membangun rumah dan menggarap tanah sengketa tanpa sepengetahuan atau seijin penggugat satu selaku ahliwaris yang sah adalah merupakan perbuatan melawan hukum. Keenam, menyatakan menolak gugatan para penggugat untuk selain dan selebihnya dan ketujuh menyatakan menghukum para tergugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp2.534 ribu.
Usai membacakan putusan tersebut, ketua Majelis Hakim Parta Bhargawa kepada para pihak yang terlibat dalam persidangan baik penggugat maupun tergugat dapat menyatakan sikap terhadap putusan tersebut. Kepada para pihak diberikan waktu untuk pikir-pikir selama 14 hari dan setelahnya dapat mengambil langkah hukum banding.
Lakukan Upaya Banding
Kuasa Hukum para tergugat, Silvester Nong Manis kepada Flores Pos usai persidangan mengatakan, sebagai kuasa hukum para tergugat terhadap putusan majelis hakim tersebut langsung menyatakan banding. Dia katakan, dalam amar putusan majelis hakim yanghmenyidangkan perkara tersebut pada tahun 1974 tidak memberi status hukum apapun terhadap pihak manapun soal hak kepemilikan atas tanah yang disengketakan. Terhadap putusan majelis hakim dalam persidangan yang menyatakan menerima sebagian gugatan para penggugat, Nong Manis menilai, putusan majelis hakim dalam perkara tersebut pertinmabngannya terlampau ekstra dan sudah melampaui putusan majelis hakim pada tahun 1974.
Nong Manis juga mempertanyakan pemanggilan terhadap para tergugat yang oleh majelis dinyatakan sudah memanggil secara sah dan patut menurut hukum. Dia mempertanyakan apakah pemanggilan yang dilakukan itu sudah cukup dan kapan diterima oleh para tergugat yang dipanggil. Pernyataan majelis hakim yang menyatakan bahwa para tergugat yang dipanggil dan dalam persidangan tidak hadir dan dinyatakan mengabaikan hak patut dipertanyakan. “Belum tentu surat itu tiba pada tangan orang yang bersangkutan. Kalau tidak tiba maka tidak patut dan sah.” Dikatakan, jika surat tersebut sudah tiba pada tangan yang bersangkutan harusnya dibuktikan dengan tanda terima. Namun, kata dia, itu semua tidak dapat dibuktikan dalam persidangan.
Masih Pikir-Pikir
Kuasa Hukum para penggugat, Fabianus Sonda kepada Flores Pos mengatakan, terhadap putusan majelis hakim yang hanya mengabulkan sebagian gugatan para penggugat selaku kuasa hukum para penggugat mereka masih pikir-pikir. Apalagi, majelis hakim memberikan waktu 14 hari bagi para pihak untuk pikir-pikir sehingga waktu itu akan dimanfaatkan untuk berkoordinasi terlebih dahulu dengan klien mereka. “Kami masih pikir-pikir karena sebagian gugatan kami ditolak majelis hakim.” Dikatakan, dengan dikabulkannya sebagian gugatan penggugat tersebut, maka sudah jelas tanah tersebut merupakan milik penggugat satu atas nama Musa Gedu sebagai ahliwaris yang sah dari Taher Gedu sebagaimana tertuang dalam amar putusan majelis hakim.

10 Agustus 2008

Kadis Kimpraswil Akui Adanya Kekurangan Pekerjaan 200 Meter

Janji Beri Sanski
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kadis Kimpraswil) kabupaten Ende, Agustinus Naga mengakui hasil temuan tim DPRD Ende yang melakukan uji petik di lokasi pengerjaan proyek jalan Loboniki-Niopanda di Kecamatan Kotabaru sepanjang 200 meter. Dia berjanji akan memanggil rekanan yang mengerjakan yakni dari CV Boromoi untuk mengerjakan kekurangan pekerjaan yang ditinggalkan tersebut.
Hal itu terungkap dalam rapat Gabungan Komisi, Jumad (8/8) yang dipimpin Wakil ketua DPRD Ende, Yohanes Bade Oda. Hadir dari pihak eksekutif Asisten III bernadus Guru, Kepala BPKAD, Tili Anfridus dan sejumlah kepala SKPD.
Agus Naga pada kesempatan itu menyatakan dukungannya terhadap semangat DPRD Ende yang turun melakukan uji petik pada masa sidang tersebut. Kondisi itu, kata dia menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan tersebut tidak ada hal yang ditutup-tutupi. Terhadap temuan hasil uji petik bahwa terdapat kekurangan pekerjaan sepanajng 200 meter itu, Agus Naga mengatakan keputusannya kembali kepada forum Gabungan Komisi. Namun sebagai dinas yang bertanggungjawab, kata Naga, akan memerintahkan kepada rekanan dari CV Boromoi untuk menyelesaikan item pekerjaan yang belum rampung dikerjakan sepanjang 200 meter itu. Bahkan dia berjanji akan turun langsung mengawasi proses pengerjaan ruas jalan yang belum diselesaikan tersebut.

Janji Beri Sanksi
Pada forum rapat Gabungan Komisi tersebut, Naga juga berjanji akan memberikan sanski tegas terhadap panitia dan stafnya yang menangani proyek tersebut. Menurut dia, sebelum proyek tersebut ditandatangani, terlebih dahulu panitia dan penagwas melakukan uji petik di lokasi pekerjaan. Pantauan langsung tersebut dilakukan untuk mengecek kebenaran laporan dari rekanan yang menyatakan proyek telah selesai dikerjakan. Berdasarkan laporan dari panitia PHO kepadanya, kata Naga, dilaporkan bahwa fisik proyek telah selesai 100 persen. Setelah menerima laporan tersbeut, panitia dan pengasa turun melakukan pengecekan dan kembali melaporkan bahwa fisik proyek sudah selesai 100 persen sehingga panitia telah menandatangani berita acara. “Saya sebagai kepala dinas tandatangan paling terakhir. Saya tandatangan berdasarkan laporan panitia dan pengawas lapangan bahwa kerja sudah 100 persen.”
Dikatakan, pemberian sanski kepada panitia yang diduga telah melakukan penipuan terhadap kepala dinas akan diberikan sesuai ketentuan yang berlaku.

Tunggu Diberikan Sanksi
Ketua Komisi B DPRD Ende, Yustinus Sani pada forum rapat Gabungan Komisi tersebut mengatakan, memberikan apresiasi positif terhadap pengakuan yang disampaikan kepala dinas di mana telah mengakui adanya kekurangan pekerjaan sepanjang 200 meter. Menurut Sani, apa yang terjadi sudah jelas merupakan suatu kasus yang harus disikapi secara serius. “ini bentuk penipuan berjenjang. Panitia dan pengawas tipu kepala dinas, kepala dinas lanjutkan ke bupati dan bupati sampaikan ke dewan.” Menurut dia, apa yang dilakukan oleh panitia dan pengawas hanya merupakan praktik “asal bapak senang” karena laporan yang disampaikan kepada kepala dinas tidak sesuai dengan hasil yang ada di lapangan. Dia bahkan mempertanyakan dasar panitita PHO menandatangani dokumen padahal proyek belum selesai dikerjakan. Sani mengatakan, dengan pengakuan adanya kekurangan pekerjaan itu maka diharapkan adanya tindaklanjut untuk menyelesaikan kekurangan pekerjaan dimaksud.
Terhadap janji kepala dinas untuk memberikan sanksi tegas kepada panitia dan pengawas yang telah melakukan penipuan dia meminta agar sanksi itu harus dilakukan. “Kita tunggu sanksi apa yang diberikan kepala dinas kepada mereka. Ini penipuan berantai.” Sanksi tersebut akan tetap ditunggu mengingat kepala dinas sudah berjanji memberikan sanksi apalagi mereka sudah jelas-jelas melakukan kesalahan. Selain menunggu sanksi kepada panitia, kata Sani, secara politik Dewan akan tetap bersikap dan memberikan pandangan politik dalam pendapat akhir fraksi.
Heribertus Gani mempertanyakan janji kepala dinas untuk melanjutkan pekerjaan. “Katakan lanjutkan pekerjaan uang di mana?” menurut dia, sebelum menandatangani dokumen, panitia katanya sudah melakukan verifikasi di lapangan. Seharusnya setelah turun ke lapangan, panitia melihat hasil kerja dan jika teridentifikasi belum selesai kontraktor harus diperintahkan menyelesaikan pekerjaan. Namun, kata dia yang terjadi malah panitia menyatakan pekerjaan sudah selesai dan menandatangani dokumen. Dia meminta agar dokumen PHO agar bisa diketahui siapa yang telah menandatangani dokumen tersebut. “Dalam hal ini ada kejanggalan walau ada kemauan baik untuk tindaklanjuti itu.”

Hasil Uji Petik, Sepanjang 236 Meter Jalan Tidak Dikerjakan

200 Meter Dikerjakan Tidak Sesuai Kontrak
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Berdasarkan hasil uji petik lapangan yang dilakukan DPRD Ende dan tim dari Dinas Kimpraswil ditemukan dari total 1200 meter jalan yang harus dikerjakan terdapat 236 meter ruas jalan Loboniki-Niopanda di Kecamatan Maurole tidak dikerjakan oleh rekanan dari CV Boromoi. Rekanan hanya mengerjakan sepanjang 964 meter. Dari ruas jalan yang dikerjakan itu pun hanya 764 meter saja yang dikerjakan sesuai kontrak sedangkan 200 meter sisanya tidak dikerjakan sesuai kontrak kerja antara Dinas Kimpraswil dan rekanan dari CV Boromoi. Selain pengerjaan teflor, CV Boromoi juga mengerjakan pemasangan batu sebanyak 50 meter kubik.
Proyek ini semula dilaporkan pemerintah sudah selesai dikerjakan dan realisasi fisik dan keuangannya sudah mencapai 100 persen. Namun berdasarkan temuan Komisi B DPRD Ende, fisik di lapangan tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan. Forum Gabungan Komisi lalu menugaskan Ketua Komisi B, Yustinus Sani melakukan uji petik di lokasi bersama tim dari Dinas Kimpraswil.
Pantauan Flores Pos, Kamis (7/8), ruas jalan yang dikerjakan berupa terfloor oleh CV Boromoi, sepanjang 200 meter hanya berupa batu yang disusun tanpa ada batu pengikat. Batu-batu besar tersebut menyembul mengakibatkan ruas jalan itu sulit dilewati kendaraan. Untuk bisa melewati jalur jalan tersebut, kendaraan yang melintas terpaksa membuat jalur alternatif sepanjang lebih kurang 200 meter untuk dilalui. Sedangkan pada ruas jalan yang lain kendati kondisinya tidak jauh berbeda namun masih bisa dilewati kendaraan. Kondisi hasil kerja CV Boromoi ini sangat berbeda dengan hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh CV Tunas Graha Jaya masih pada jalur jalan yang sama. Pada jalur yang dikerjakan CV Tunas Graha Jaya itu kondisinya sangat baik dan sudah dilalui kendaraan.
Terhadap kondisi ini, ketua Komisi B DPRD Ende yang ditugaskan melakukan uji petik di lapangan, Kamis (7/8) mengatakan, kondisi jalan tersebut pengerjaannya tidak sesuai kontrak. Sani katakan, pengerjaan peningkatan jalan tersebut didanai dari APBD Kabupaten Ende Tahun Angaran 2007 sebesar Rp180 juta kendati berdasarkan laporan pemerintah dalam jawaban atas pertanyaan Fraksi PDI perjuangan dalam pandangan umum fraksi-fraksi menyebutkan nilai proyek tersebut Rp104 juta. Apalagi, dalam jabawan pemerintah menyebutkan proyek tersebut sudah selesai dan realisasi fisik dan keuangannya sudah 100 persen. Laporan itu, kata dia tidak sesuai dengan hasil temuan di lapangan sehinga untuk membuktikan perlu dilakukan uji petik. “uji petik ini merupakan sejarah dalam persidangan DPRD Ende. Hari ini kita semua tahu. Hasilnya ternyata tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan. Ini terjadi karena panitia PHO dan kontraktor melakukan penipuan kepada kepala dinas dan kepala dinas melanjutkan ke bupati dan bupati melanjutkan ke DPRD Ende.”
Dikatakan, melihat kondisi ril di lapangan seperti ini, jelas telah terjadi permasalahan di mana fisik yang harus dikerjakan 1200 meter ternyata hanya dikerjakan 964 meter. Parahnya lagi, kata Sani, dari hanya 964 meter yang dikerjakan terdapat 200 meter lebih yang tidak dikerjakan sesuai kontrak. Kenyataan di lapangan ini, kata dia akan dilaporkan kepada forum Gabungan Komisi dan dari situ baru diambil langkah selanjutnya. Namun, kata dia, mengingat setiap proyek tujuan akhirnya adalah pada kepuasan masyarakat yang menikmati hasil pembangunan maka tidak ada proses lain selain pemerintah diminta untuk menyelesaikan item pekerjaan yang belum diselesaikan. “Saya tidak mau tahu apakah dana masih ada atau tidak terpenting kekurangan pekerjaan itu harus dilanjutkan sampai tuntas. Kami dalam tugas pengawasan akan melakukan pengawasan sesuai tuipoksi.” Ditanya apakah hasil temuan ini akan dilanjutkan ke proses hukum, Sani mengatakan apa yang dilakukan masih berada dalam tatanan politik maka penyelesaiannya juga harus dalam tatanan politik. Namun yang terpenting bagi dia adalah pemerintah menyelesaikan kekurangan proyek tersebut sampai tuntas.
Dia meminta masyarakat agar ke depan, jika ada kegiatan pembangunan di desa hendaknya masyarakat turut melakukan pengawasan. Jika ada permasalahan atau kejangalan dalam pengerjaan dapat dikomunikasikan dengan wakil mereka di DPRD Ende.
Kepala Desa Niopanda, Vitalis Tinggu mengatakan proyek jalan tersebut memang sudah lama diidamkan oleh masyarakat Desa Niopanda terutama warga di tiga dusun yang paling ujung dari Desa Niopanda. Selama ini masyarakat kesulitan memasarkan hasil kebun karena sulitnya transportasi. Dia meminta agar pekerjaan yang belum diselesaikan itu dapat dilanjutkan sampai tuntas. Melihat kondisi pengerjaan yang dikerjakan oleh CV Boromoi, Kades Tinggu menyarankan kepada Dinas Kimpraswil untuk tidak lagi memberikan pekerjaan tersebut kepada CV Boromoi. Dia bahkan meminta agar jika dapat pekerjaan itu diberikan kepada CV Tunas Graha Jaya yang kualitas pengerjaan bagus dan sudah dinikmati masyarakat.
Staf dari Dinas Kimpraswil, Anton Tara di hadapan warga Desa Niopanda mengatakan proyek jalan tersebut dikerjakan belum tuntas sepanjang 200 meter. Berdasarkan hasil pengukuran kontraktor juga hanya mengerjakan 964 meter dari kontrak sepanjang 1200 meter. Terhadap temuan itu, akan tetap diselesaikan hinga tuntas oleh ontraktor yang mengerjakan. Solusi yang akan diambil, dinas akan memanggil rekanan dari CV Boromoi dan diminta untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas sesuai kontrak. “Kalau dia tidak laksanakan kita akan black list dia dan selama lima tahun dia tidak boleh ikut tender.”

Gabungan Komisi DPRD Persoalkan Realiasasi Proyek TA 2007

Realisasi Fisik Tidak Sesuai Laporan
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Gabungan Komisi DPRD Ende dalam rapat dengan Panitia Anggaran Eksekutif kembali mempersoalkan realisasi pelaksaan beberapa proyek tahun anggaran 2007. dalam laporan yang disampaikan pemerintah dinyatakan proyek-proyek tersebut telah 100 persen baik fisik maupun realisasi keuangannya. Namun berdasarkan temuan anggota DPRD Ende di lapangan ternyata realisasi fisik proyek tidak sesuai dengan laporan yang disampaikan. Gabungan Komisi bersepakat melakukan uji petik di lapangan guna mengecek kebenaran temuan dan laporan dari pemerintah.
Anggota Panitia Angaran yang juga Ketua Komisi B, Yustinus Sani dalam sidang di ruangan Gabungan Komisi, Rabu (6/8) mengatakan, jalan Loboniki-Niopanda yang sudah dilaporkan selesai 100 persen dan yang telah dibuat berita acara, berdasarkan hasil temuan komisi apa yang disampaikan pemerintah beda dengan kondisi ril di lapangan. Sani menantang dinas teknis untuk turun ke lapangan mengecek kebenaran laporan apa benar sudah 100 persen. Selain itu, kualitas pengerjaan juga sangat diragukan.
Sani juga mempersoalkan pengerjaan jalan Kamubheka yang dikerjakan secara swakelola. Sesuai perencanaan jalur jalan yang dikerjakan sepanjang 2,5 kilometer namun hanya dikerjakan 2,1 meter. Alasan yang dikemukakan karena jalan yang dikerjakan bercadas sehinga sulit ditembus. Kondisi itu, kata Sani sangat tidak beralasan karena jika demikian maka proses perencanaan atau desain yang dilakukan secara tidak cermat. “Dalam kerja baru ditemukan adanya cadas.” Ke depan, Sani meminta agar dalam pelaksanaan dengan swakelola hendaknya dilihat kembali untung ruginya pengerjaan dengan sistem swakelola apakah menguntungkan daerah atau malah merugikan daerah.

Tantang Uji Petik
Yustinus Sani pada kesempatan itu mengatakan, melihat kondisi fisik di lapangan yang tidak sesuai dengan pelaporan oleh pemerintah hendaknya menjadi catatan Gabungan Komisi. Gabungan Komisi, kata Sani menantang pemerintah dalam hal ini dinas teknis terkait untuk turun bersama Gabungan Komisi melakukan uji petik di lapangan guna melihat kebenaran laporan pemerintah. Dia juga meminta Gabungan Komisi menunjuk tim untuk turun ke lokasi melakukan uji petik. “Saya tantang dinas teknis untuk turun uji petik dengan Gabungan Komisi. Saya akan ajak pemerintah dan beberapa pihak lain untuk uji petik di lapangan.” Uji petik kata Sani sangat perlu dilakukan agar bisa diketahui apa yang dikerjakan dan kekurangan pekerjaannya pada bagian mana saja. “Ini bukan untuk cari kesalahan tapi untuk mengecek kebenaran yang sebenarnya.”
Persoalan proyek tersebut sudah diaudit admninistrasi oleh BPK NTT, kata Sani memang benar namun audit yang dilakukan hanya audit administrasi. BPK tidak pernah melakukan audit di lapangan sehingga kondisi ril yang ada di lapangan tidak diketahui. “Kalau audit di lapangan tentu di lokasi temukan ketidakberesan. Tujuan pembangunan adalah untuk kepuasan masyarakat tapi proses pembangunan yang dilakukan menyakitkan masyakarat.”

Laporan Tidak Sesuai
Senada dengan Yustinus, Heribertus Gani mengatakan, pada tahun 2007 terdapat kegiatan TNI Manungal Masuk Desa (TMMD) di Desa Watumite dengan dana sebesar Rp600 juta. Berdasarkan laporan pelaksanaan TMMD dari Komandan Kodim 1602 Ende menyebutkan bahwa realisasi akhir 18 persen dari total dana Rp600 juta atau sekitar Rp108 juta. Kelanjutan pengerjaannya dilaporkan menghabiskan dana Rp200 juta lebih. Sesuai laporan, menyatakan adanya pembukaan jalan baru. “Jalan mana yang dibuka? Realitas tidak ada jalan baru yang dibuka.” Menurut dia, ada data-data yang jangal dalam laporan jika disinkronkan dengan kondisi di lapangan. Pelaporan sebelum kegiatan selesai dikerjakan, kata Gani maka selanjutnya menjadi tanggung jawab siapa mengingat dilaporkan pemerintah total dana yang dimanfaatkan mencapai Rp500 juta lebih dan tersisa Rp65 juta lebih. “Siapa yang lakkan pekerjaan lanjutan dan kapan sampai lapor dana yang terserap lima ratus juta lebih?” tanya Gani. Menurut dia, dana yang tersisa juga patut dipertanyakan apakah fisik pekerjaan sudah selesai sehinga dana disetor kembali ke pemerintah.
Gani juga sepakat dengan Yustinus Sani untuk melakukan uji petik di lapangan agar diketahui realisasi fisik dengan keuangan yang sebenarnya. Dia katakan, dalam kegiatan-kegiatan proyek tahun 2007 menyisahkan banyak persoalan besar yang harus diselesaikan. Dia mengambil contoh pembangunan jalan Tanabeta-Detupera yang disinyalir fisik tidak sepadan dengan laporan keuangan oleh pemerintah.

Harus Ada Tindaklanjut
Agil Parera Ambuwaru menegaskan, menyetujui tantangan Yustinus Sani untuk melakukan uji petik di lapangan terkait pelaporannyang tidak sesuai dengan kondisi ril tersebut. Hanya saja dia mempertanyakan sekiranya di lapangan ditemukan adanya ketimpangan lalu apa tindaklanjut dari temuan tersebut. Menurut dia, jika ada fakta temuan maka jelas hal itu sudah merupakan bukti hukum sehingga harus diambil sikap tegas dari lembaga dewan untuk memproses hukum. Namun jika dari hasil temuan itu didiamkan saja maka justru uji petik menjadi tidak berguna.
Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kabupaten Ende, Agustinus Naga mengatakan, pekerjaan jalan Loboniki-Niopanda pekerjaannya dikontrakan kepada CV Boromoi dan pelaksanaan pekerjaan sudah 100 persen dan sudah dibuktikan dengan hasil pemeriksaan FHO dan PHO. Proyek tersebut, kata Naga juga sudah diaudit. Kekurangan dalam pekerjaan, kata dia adalah hal yang biasa dan sudah dilengkapi serta ditambah dnegan kenis pekerjaan lain yang nilainya setara. Biasanya, kata Naga, dalam setiap pekerjaan selalu diupayakan agar fisik pekerjaan melebihi pagu dana yang disepakati.
Sedangkan untuk proyek Tanabeta-Detupera, katanya medannya cukup sulit namun karena dibutuhkan masyarakat sehingga dipaksakan untuk dikerjakan. Nilai proyek yang dikerjakan bahkan melampaui pagu dana yang ditetapkan. Proyek yang diswakelolakan itu tetap diupayakan untuk diselesaikan sampai tuntas walau untuk melakukan penggusuran sudah empat kali ganti peralatan karena rusak.
Terkait proyek jalan di Watumite sepanajng enam kilometer, semula akan dikontrakan namun bersamaan dengan kegiatan TNI maka diserahkan kepada TNI dalam kegiatan TMMD. Namun dalam pelaksanaan karena waktu TMMD yang singkat sehingga kegiatan tidak sampai tuntas dan dikembalikan kepada dians untuk dilanjutkan. Dana yang tersisa disetor kembali karena singkatnya waktu pelaksanaan TMMD.
Soal uji petik yang diminta oleh Gabungan Komisi, Naga menyatakan siap dan malah mempersilahkan Gabungan Komisi untuk melakukan uji petik di lapangan.

25 Juli 2008

Retribusi Daerah Sumbang PAD Tersebesar untuk Ende

· Harus Dimaksimalkan Lagi
Oleh Hieronimus Bokilia
Retribusi daerah selama tahun 2007 merupakan sumber penerimaan yang paling besar memberikan sumbangan bagi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Ende. Dari jumlah PAD yang dianggarkan sebesar Rp15,097 miliar dan capaian yang diperoleh sebesar Rp16,870 miliar, retribusi memberikan sumbangan sebesar Rp7,747 miliar atau sebesar 98,09 persen. Penyumbang terbesar kedua untuk PAD Kabupaten Ende adalah pos lain-lain pendapatan aslid aerah yang sah sebesar Rp6,022 miliar diikuti pajak daerah sebesar Rp2,507 miliar. Sedangkan bagi hasil perusahaan milik daerah dari tahun ke tahun tetap merupakan kontribusi terkecil bagi PAD Kabupaten Ende.
Hal itu dikatakan Wakil Bupati Ende, Bernadus Gadobani saat membacakan nota keuangan atas rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Ende tahun anggaran 2007 di hadapan paripurna VI sidang I dan sidang khusus I DPRD Ende, Kamis (24/7).
Dijelaskan, pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah mencakup transfer dari pemerintah pusat, transfer dari pemerintah provinsi dan lain-lain pendapatan yang sah seperti pendapatan hibah dan pendapatan lainnya. Untuk transfer dari pemerintah pusat antara lain, bagi hasil pajak dan non pajak sebesar Rp18,917 miliar, dana alokasi umum (DAU) Rp278,452 miliar dan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp44,240 miliar. Selain itu, ada pula transfer pemerintah pusat lainnya meliputi dana otonomi khusus yang untuk Kabupaten Ende tidak ada dan dana penyesuaian sebesar Rp11,493 miliar.

DAU Sumber Utama
Transfer dari pemerintah provinsi meliputi bagi hasil pajak sebesar Rp2,822 miliar. Lain-lain pendapatan yang sah meliputi pendapatan hibah sebesar Rp1,373 miliar dan pendapatan lainnya sebesar Rp2,506 miliar. Dijelaskan, dari uraian tersebut menunjukan bahwa pemasukan dari dana perimbangan tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Hinga saat ini, kata Wabub Gadobani, dana alokasi umum masih merupakan sumber utama penerimaan daerah.
Ketua Komisi B DPRD Ende, Yustinus Sani kepada Flores Pos usai paripurna mengatakan, sejauh ini memang patut diberikan apresiasi positif terhadap capaian pendapatan asli daerah yang melampaui target. Untuk tahun 2007 dari target yang ditetapkan sebesar Rp15,657 miliar ternyata capaian mencapai Rp16,870 miliar atau 111,75 persen. Dikatakan, dari capaian tersebut secara nyata menunjukan bahwa retribusi daerah masih memberikan sumbangan terbesar untuk PAD. Namun demikian,. Kata Yustinus Sani, capaian khusus untuk retribusi daerah itu belum mencapai angka maksimal yang ditetapkan. Tahun 2007 dari target yang ditetapkan sebesar Rp7,897 miliar hanya mencapai Rp7,747 miliar atau 98,09 persen.

Perlu Dimaksimalkan
Yustinus Sani mengatakan, melihat belum maksimalnya capaian penerimaan dari retribusi daerah kendati merupakan penyumbang terbesar bagi PAD Kabupaten Ende maka Yustinus Sani meminta pemerintah untuk lebih memaksimalkan kembali sumber penerimaan dari retribusi daerah ini. Untuk Kabupaten Ende, katanya, jika seluruh komponen serius digerakan baik komponen sumberdaya alam maupun komponen sumberdaya manusia dan upaya menggali peluang-peluang yang memungkinkan menambah sumber penerimaan yang bersumebr dari retribusi daerah. “Kalau semua komonen retribusi daerah digerakan saya yakin kita bisa capai Rp10 miliar khusus untuk retribusi daerah.”
Hinga saat ini, kata dia, belum semua komponen retribusi tersebur digerakan sehingga retribusi daerah dari angka yang dianggarkan baru mencapai 98 persen sementara penerimaan dari sumber yang lain sudah melampaui target. “Ini karena komponen-komponen yang dimiliki belum dimaksimalkan.” Ke depan, kata Yustinus Sani, komponen SDM dan SDA harus benar-benar digerakan. Sumberdaya manusia yang ada perlu dimaksimalkan dan digerakan dengan jaminan kesejahteraan yang bagus sehinga bisa menopang capaian yang ditetapkan. SDM perlu dibenahi dan diberikan pelatihan sehingga dapat memaksimalkan SDA yang dimiliki dalam rangka peningkatan retribusi daerah.
Selama ini, kata Yustinus Sani, retribusi dari hasil-hasil hutan belum digali maksimal. Selain hasil hutan, kekayaan alam lainnya seperti batu, pasir dan kerikil belum digalakan secara maksimal dan jika diberdayakan secara maksimal akan sangat menopang PAD. Dalam upaya mencapai penerimaan yang besar, perlu pula dijaga agar biaya yang dikeluarkan untuk langkah peningkatan penerimaan ditekan sekecil mungkin. Kondisi itu perlu dilakukan mengingat kondisi riil selama ini menunjukan bahwa ternyata biaya yang dikeluarkan melampaui penerimaan yang diperoleh.