19 Januari 2010

Ikatan Keluarga Lamaholot Gelar Natal Bersama

* Menjadi Misionaris di Tanah Ende

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Ikatan Keluarga Lamaholot Ende (IKLE) menggelar acara natal dan tahun baru bersama dalam suasana penuh keakraban di bawah tema besar anugrah Natal sebagai kelahiran dan kebahagiaan kita. Natal bersama diawali dengan renungan natal yang disampaikan Pater Elias Doni, SVD. Nuansa Lamaholot dipertontonkan pada acara ini mulai dari lagu dan tarian khas Lamaholot hingga makanan yang disajikan seperti ketupat, kelesong, sayur rumpu rampe.


Usai renungan, acara dilanjutkan dengan menampilkan perwakilan dari setiap paguyuban baik dari Adonara, Lemabta, Solor, Flotim daratan dan Alor-Pantar. Saat ketua paguyuban dipanggil tampil, lalu diajukan pertanyaan dalam Bahasa Lamaholot, ‘mio heku’ yang artinya kamu siapa. Oleh ketua paguyuban yang diajukan pertanyaan langsung menjawab ‘tite hena’ yang artinya kita saja. Usai memanggil seluruh paguyuban yang ada, mereka lalu berpegangan tangan dan bersama seluruh anggota IKL Ende yang hadir menyanyikan lagi Teti Hadun Tanah Lamaholot yang kemdian dilanjutkan degan doa umat dalam bahasa Lamaholot dan doa syafa’at.


Pater Elias Doni dalam renungannya pada acara natal dan tahun baru bersama IKLE di aula Santu Petrus, Sabtu (16/1) menguraikan mengenai makna natal. Natal, kata Pater Elias merupakan peristiwa komunikasi Allah dengan manusia yang menjelma melalui Yesus. Allah yang jauh menjelma menjadi Allah yang dekat dan tinggal bersama manusia. Natal adalah perayaan kita semua karena Allah mau berkomunikasi dengan kita dan tinggal bersama kita. Emanuel, merupakan bahasa kasih Allah yang menghubungkan Flores, Solor, Adonara, Lembata, Alor dan Pantar. Pater Elias juga menguraikan asal-usul suku-suku Lamaholot dan mentatakah bahwa Lamaholot merupakan bahwa kasih Allah yang menghubungkan Cina-Malaka, Pati-Igo, Seran-Goran. Lamaholot pulau yang terpisah disambung dalam bahasa Titehena.


Pater Kondrad Kebung yang didaulat menyampaikan sambutan pada kesempatan itu mengatakan, kesempatan perayaan natal dantahun bersama seperti ini hendaknya dibuat secara terus menerus untuk bisa memahami natal dari hari ke hari. Melihat tulisa kata titehena, kata Pater Kondrad dimaknai apa arti kata kita saja yang makannya sangat luas yakni saling mendukung, asal yang sama dan satu paguyuban.


Dikatakan, keberadaan Ikatan keluarga Lamaholot di Ende tetap menjadi minoritas di tanah Ende. Namun kedatangan dan keberadaan di Ende untuk bekerja dan membangun hidup dan keluarga secara baik dan menjalankan tugas misionaris. Sebagai misionaris untuk membangun di tempat di mana kita berbakti. “Membangun wilayah ini sesungguhnya dan menjadi misionaris.”


Sementara Ketua Ikatan Keluarga Lamaholot Ende, Gabriel Wulan Pari mengatakan, kehidupan di tanah rantau seperti kata Pater Kondrad menjadi minoritas dan ikut membangun di tempat ini sebagai misionaris. Dikatakan, IKLE terdiri dari 15 paguyuban yang ada di Ende mulai dari Alor-Pantas sampai Boru-Hokeng dan kehadiran semua dalam acara natal bersama baru seperempatnya.


Kepengurusan Keluarga Lamaholot, kata Pari diimabau untuk bersatu hati dalam suka dan duka. Dalam duka, keluarga Lamaholot selalu saling membantu seperti pada saat kematian setiapmkeluarga Lamaholot menyumbangkan dana Rp5000 per keluarga untuk diberikan kepada keluarga duka sebagaimana tertuang di dalam AD/ART.


Dalam paguyuban, kata Pari, saat ini juga telah didirikan koperasi dengan nama Koperasi Lamaholot yang diketuai oleh Gabriel Tobi Sona. Kepada segenap keluarga Lamaholot, dia juga mengimbau untuk bergabung dan masuk menjadi anggota koperasi ini dan memanfaatkan koperasi ini sebagai wahana dan alat untuk mempertemukan segenap anggota keluarga Lamaholot setiap bulan. “Natal dan tahun baru bersama ini hanya alat untuk persatukan. Ibarat satu lidi tidak bisa sapu tetapi satukan lidi-lidi bisa menyapu sampah.”


Usai makan malam bersama keluarga besar Lamaholot, acara dilanjutkan dengan acara hiburan. Ada lagu-lagu Lamaholot dikumdangkan, lagu dan tari Dani-Dana juga dipertontonkan. Untuk semakin mensemarakan suasana dan mengakrabkan sesama anggota keluarba Lamaholot acara dilanjutkan dengan dolo-dolo bersama dengan lagu dolo dan pantun-pantun dalam Bahasa Lamaholot yang semakin membuat suasana seperti di tanah Lamaholot.



DPRD Ende Tetapkan Delapan Peraturan Daerah

* Enam Fraksi Menerima dan Satu Fraksi Menerima Bersyarat

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende akhirnya menetapkan delapan buah rancangan peratuan daerah (Ranperda) menjadi peraturan daerah. Penetapan delapan ranperda ini menjadi perda dilakukan setelah dari tujuh fraksi di DPRD Ende, enam fraksi menyatakan menerima dan satu fraksi menyatakan menerima bersyarat.


Delapan buah ranperda yang telah ditetapkan menjadi peraturan daerah tersebut antara lain, Perda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD. Perda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ende Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Perda tentang Perubahan atas Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah.

Perda tentang Perubahan atas Peratuan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Ndori di Kabupaten Ende. Perda tentang Pembentukan Kecamatan Lepembusu Kelisoke di Wilayah Kabupaten Ende. Perda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ende. Perda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Ende dan Perda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengelolaan Data dan Telematika Kabupaten Ende.


Penetapan delapan ranperda menjadi perda ini dilaksanakan dalam rapat paripurna XI DPRD Ende dalam masa sidang III dan sidang khusus II tahun anggaran 2009, Kamis (14/1). Usai penetapan, pada malam harinya langsung dilaksanakan pacara penutupan sidang III dan sidang khusus II DPRD Ende.


Pada rapat paripurna XI ini, sebelum fraksi-fraksi menyampaikan pendapat akhir fraksi masing-masing, terlebih dahulu disampaikan laporan Gabungan Komisi. Gabungan Komisi dalam laporannya memberikan sejumlah catatan terkait ranperda yang diajukan pemerintah. Terkait Ranperda perubahan Perda Nomor 5, 6 dan 7 tahun 2008 dan Ranperda tentang pembentukan organisasi dan tata kerja kantor pengelolaan data dan telematika Gabungan Komisi menilai pengajuan ranperda ini belum melalui kajian dan analisa yang baik sehingga terkesan hanya untuk melaksanakan amanat perundang-undangan. Untuk itu disarankan agar pemerintah sebelum mengajukan ranperda perlu juga menyampaikan dan melampirkan dokumen pendukung seperti dokumen hasil evaluasi pelaksanaan perda yang akan dirubah, dokumen naskah akademik dan dokumen lain berkiatan dengan pembahasan ranperda dimaksud. Terkait penyusunan naskah akademik, Gabungan Komisi memint pemerintah agar dalam penunjukan lembaga akademik perlu merujuk pada rekomendasi pemerintah provinsi.


Rapat Gabungan Komisi berpendapat, restrukturisasi birokrasi menuju reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah belum menyentuh misi dan semangat reformasi birokrasi yakni miskin struktur kaya fungsi. Hal ini ditandai dengan masih gemuknya struktur birokrasi Pemerintah Kabupaten Ende yang memilih batas maksimal pembentukan dinas dan lembaga teknis daerah sesuai Permendagri Nomor 57 Tahun 2007 yaitu 15 dinas dan 10 lembaga teknis daerah baik sebelum dan sesudah rencana restrukturisasi dimaksud. Padahal, regulasi masih membuka ruang bagi pemerintah guna mengambil kebijakan pembentukan dibawah standar maksimal dimaksud demi efisien, efektifnya roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.


Karena itu, Gabungan Komisi menilai, konsep reformasi birokrasi yang diajukan pemerintah masih jauh dari misi reformasi birokrasi yang hakiki karena tidak menyentuh esensi reformasi birokrasi secara keseluruhan. Kepada pemerintah diminta agar reformasi birokrasi tidak hanya menyentuh reformasi sistem dan struktur birokrasi tetapi lebih penting adalah reformasi pada sisi sumber daya manusia yang erat kaitannya dengan udaya dan etos kerja aparatur. Ini penting dan urgen segera disikapi demi keberhasilan secara menyeluruh agenda reformasi birokrasi di Kabupaten Ende.


Terjaut restrukturisasi birokrasi, pemerintah juga diminta mengambil langkah strategis berkaitan dengan didesentralisasikannya 26 urusan wajib dan delapan urusan pilihan ke pemerintah kabupaten. Tidak semua urusan baik wajib maupun pilihan yang dilimpahkan diurus dan dilaksanakan dengan pembentukan unit kerja. Gabungan Komisi juga menilai, pembentukan bidang-bidang pada Setda sangat bertentangan dengan amanat PP Nomor 41 tahun 2007. dalam PP ini mensyaratkan membentuk empat bidang saja tetapi pemerintah berinisiatif membentuk lima bidang. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian dengan rencana pembentukan bidang dimaksud.


Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu pada malam penutupan sidang III dan sidang Khusus II mengatakan, dalam proses pembahasan baik di rapat Badan Anggaran, Gabungan Komisi maupun rapat paripurna telah terjadi perbedaan pemahaman dan penafsiran terhadap materi yang dibahas. Hal itu ditandai dengan sikap tegas dan kritis dalam menyampaikan saran dan pendapat dari anggota Dewan dan argumentasi yang disampaikan eksekutif terkait pengajuan setiap program dan kegiatan dari ranperda APBD maupun delapan ranperda lainnya. Namun, kata Petu, karena semua berkomitmen yang sama yaitu membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju Ende Lio Sare Pawe maka keputusan dapat ditetapkan dalam nuansa kebersamaan.


Penetapan APBD tahun anggaran 2010 merupoakan tahap akhir dari proses perencanaan disamping dua tahap lain yakni pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban. Tahap pelaksanaan khusus komponen penerimaan petu berharap terhadap komponen PAD benar-benar memperhatikan ratio efisiensi dan efektifitas PAD.


Disamping itu penyederhanaan sistim pungutan perlu dilakukan. Sedangkan pada tahap pelaksanaan komponen belanja harus diikuti pengawasan dan pengendalian yang baik sehingga program dan kegiatan yang telah ditetapkan dapat berjalan sesuai rencana dan tepat waktu. Menurutnya, jika dilaksanakan dengan baik maka pada tahap evaluasi dan pertanggungjawaban dapat mengetahui realisasi, kemajuan serta kendala yang timbul agar dapat digunakan sebagai pertimbangan penetapan APBD tahun berikutnya. “Inilah esensi dari pembangunan yang berkelanjutan,” kata Petu.


Bupati Ende, Don Bosco M Wangge pada kesempatan itu mengatakan, dalam nuanasa kebersamaan dan nuansa kemitraan, eksekutif dan legislatif telah menguras pikiran, tenaga, waktu, dana dan daya dalam proses implementasi demokratisasi. Penetapan Perda APBD dan delapan perda lainnya oleh Dewan sesungguhnya merupakan indikasi politik atas kinerja penyelenggaraan pemerintah dan dinamika politik di daerah ini. Khusdus tentang ditetapkannya Perda APBD TA 2010 terkadung harapan bagi jajaran eksekutif untuk bekerja ekstra keras dan lebih berdaya demi peningkatan efisiensi, efektifitas, produktifitas dan mempertahankan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah daerah. Disamping itu mewajibkan pemerintah daerah untul lebih mampu menyeleksi dan respon tuntutan kebutuhan masyarakat melalui program pemerintah antara lain gerakan swasembada pangan 2012.


Materi sidang yang diajukan pemerintah, ditanggapi, dikritisi dan digali menyangkut kesempurnaan dan akurasinya sebelum ditetapkan. Suasana rapat menuju kesamaan pandangan, kesepahaman pikiran untuk mencapai kesepakatan tentu tidak da[at dihindarkan perbedaan pendapat. Hendaknya dipahami sebagai kristalisasi tekad, perjuangan dan tanggung jawab bersama demi kesejahteraan masyarakat Ende dan bagian dari dinamika demokrasi. Pemerintah berkomitmen terus berupaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang dilandasi prinsip good governance yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintah daerah.




Jumlah RTS Penerima Raskin 2010 Berkurang 2.145

* Perlu Pengawasan Terpadu Penyaluran Raskin

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) tahun 2010 mengalami pengurangan baik rumah tangga sasaran (RTS) penerima raskin maupun jatah atau pagu raskin untuk Kabupaten Ende. Jumlah RTS Kabupaten Ende pada tahun 2009 sebanyak 26.097 RTS mengalami pengurangan sebanyak 2.145 RTS sehingga RTS yang berhak menerima jatah raskin tahun 2010 menjadi 23.952. sedangkan pagu raskin tahun 2009 sebanyak 4.697 ton mengalami penurunan mencapai 20,6 persen atau berkurang 961 ton sehingga pagu raskin Kabupaten Ende tahun 2010 tersisa 3.736 ton.


Hal itu dikatakan Kepala Badan Urusan Logistik Sub Divisi regional (Bulog Sub Divre) Ende, Guswardi Eteks kepada Flores Pos, Kamis (14/1). Guswardi Eteks mengatakan, sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melakukan pendataan terhadap rumah tangga sasaran (RTS) terdapat pengurangan jumlah RTS penerima jatah raskin tahun 2010. Jika pada tahun 2009 lalu jumlah RTS penerima raskin sebanyak 26.097 maka pada tahun 2010 ini menurun menjadi 23.952 RTS atau mengalami pengurangan sebanyak 2.145 RTS.


Eteks mengatakan, tidak saja jumlah RTS yang mengalami penurunan. Tetapi pada tahun 2010 ini, pagu raskin untuk Kabupaten Ende juga mengalami penurunan. Tahun sebelumnya yakni tahun 2009 pagu raskin untuk Kabupaten Ende sebanyak 4.697.460 kilogram atau 4.697 ton namun tahun 2010 terdapat penurunan 20,6 persen atau 961 ton. Dengan demikian, kata dia, pagu raskin 2010 menjadi 3.736 ton.


Selain terdapat pengurangan pagu dan jumlah RTS, penyaluran raskin 2010 ini juga terdapat pengurangan jatah untuk setiap RTS. Jika sebelumnya jatah raskin sebanyak 15 kg per RTS per bulan maka tahun 2010 turun menjadi 12 kg per RTS per bulan. Sedangkan harga raskin masih tetap Rp1.600 per kg. Terkait harga raskin ini, Eteks mengakui sering dinaikan oleh aparat desa atas persetujuan dari masyarakat. Kenaikan itu masih bisa ditolerir asalkan tidak terlampau tinggi. Hal itu karena kondisi geografis di daerah di mana masih terdapat daerah yang sulit dalam transportasi sehingga membutuhkan biaya transportasi. Sedangkan dari pihak Bulog sendiri tetap mendistribusikan raskin sampai ke titik distribusi dengan harga Rp1.600 per kg.


Penurunan pagu raskin dan jumlah RTS ini, lanjut Eteks, merupakan kebijakan pemeirntah pusat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dia berasumsi, penurunan itu mungkin terjadi karena tingkat kemiskinan masyarakat yang selama ini menerima jatah raskin sudah semakin membaik. “Mungkin karena tingkat kemiskinan kita mengalami penurunan.” Untuk menjelaskan kepada RTS penerima raskin ini, katanya, sebelum dilakukan penyaluran akan terlebih dahulu dilakukan sosialisasi. “Kita sudah koordinasi dengan pemerintah daerah untuk sosialisasi dengan kecamatan dan desa,” kata Eteks.


Terkait upaya Bulog untuk mengurangi adanya penyimpangan dalam penyaluran raskin, Eteks mengatakan, pihaknya dalam sosialisasi nanti akan mengevaluasi penyaluran raskin 2009. Pada kesempatan itu, katanya, akan langsung disampaikan kepada seluruh pihak terkait untuk melakukan pengawasan agar kejadian-kejadian sebelumnya tidak lagi terulang. “Kita harap kejadian lalu menjadi pelajaran dan tidak terulang di tahun 2010 ini karena akibatnya kurang baik.”


Anggota DPRD Ende, Arminus Wuni Wasa kepada Flores Pos mengingatkan semua pihak yang terlibat dalam penyaluran raskin agar lebih memperketat pendistribusian raskin di tahun 2010 ini. Hal itu, kata Armin sangat perlu dilakukan guna menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran raskin seperti yang terjadi di Desa Hangalande Kecamatan Kota Baru beberapa waktu yang lalu. Dia juga meminta kepada pihak-pihak terkait agar dapat membuat peraturan khusus dalam penyaluran raskin untuk menghindari adanya penyimpangan.


Terkait adanya pengurangan pagu raskin dan jumlah RTS penerima jatah raskin, Armin meminta agar hal-hal seperti itu perlu disampaikan secara transparan. Menurutnya, pengurangan jumlah RTS penerima jatah raskin bisa menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat apalagi jika RTS yang dinyatakan tidak menerima lagi jatah raskin ternyata tingkat kehidupannya masih lebih susah dari mereka yang masih menerima raskin. Untuk itu, kata Armin, pemerintah dan pihak terkait lainnya perlu mengantisipasi dengan memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


Armin juga mempertanyakan berkurangnya jumlah RTS itu apakah karena masyarakat penghidupannya sudah semakin baik atau karena data tahun 2009 lalu kurang akurat. Penurunan 2.145 RTS penerima raskin merupakan penurunan yang cukup besar. “Kalau penurunan itu karena adanya peningkatan kesejahteraan itu sangat bagus. Ada kemajuan,” kata Armin.




Reformasi Birokrasi di Kabupaten Ende Dinilai Gagal

* Rapat Gabungan Komisi DPRD Ende

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Pelaksanaan reformasi birokrasi di lungkup Pemerintah Kabupaten Ende dinilai gagal dalam implementasinya. Hal itu nampak dari konsep reformasi birokrasi yang penekanannya masih sebatas pada organisasi perangkat daerah dan tata kerja sedangkan kultur aparaturnya tidak dibenah. Sistem dan tata laksana sudah disentuh dan belum memenuhi harapan untuk misi reformasi birokrasi. Dengan jumlah dan iklim yang ada saat ini maka harapan reformasi birokrasi di Kabupaten Ende gagal.


Hal itu ditegaskan anggota Gabungan Komisi, Heribertus Gani pada rapat Gabungan Komisi, Senin (11/1) malam lalu. Rapat Gabungan Komisi dipimpin Wakil Ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso didampingi Ketua Gabungan Komisi, Marselinus YW Petu dan M Liga Anwar. Hadir juga sejumlah anggota Gabungan Komisi. Dari eksekutif, hadir Plt Sekretaris Daerah Ende, Bernadus Guru, para kepala badan, dinas dan kantor serta staf lingkup Pemkab Ende.


Heribertus Gani pada kesempatan itu mengatakan, mencermati konteks reformasi birokrasi dengan jumlah organisasi perangkat daerah sangat jauh dari misi reformasi birokrasi. Dikatakan, tiga rancangan peraturan daerah perubahan yang diajukan pemeritah perlu dibahas dan diklarifikasi soal pijakan aturan yang memayunginya.


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, ada 26 urusan pilihan dan delapan urusan wajib. Dari semua urusan tersebut tidak semestinya dijawab oleh satu organisasi perangkat daerah dan perlu ada kesiapan untuk menjawab tuntutan miskin struktur kaya fungsi. Dan untuk itu, perlu disesuaikan dengan karakteristik yang ada di daerah.


Gani juga mempertanyakan syarat teknis administrasi pada saat sebelum pengajuan ranperda apakah memenuhi syarat atau tidak. Juga dipertanyakan seberapa besar relefansi jumlah perangkat dalam kaitan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki oleh daerah. Relevansi antara perumpunan urusan dengan potensi yang ada di Kabupaten Ende pada umumnya. Gani katakan, jika semangat membentuk peraturan daerah struktur perangkat daerah, yakin gol untuk wujudkan perangkat daerah yang lebih profesional dan kedepankan miskin struktur kaya fungsi dapat diwujudnyatakan. “Kalau tidak ketimpangan akan nampak dari waktu ke waktu.”


Pelaksana Tugas Sekda Ende, Bernadus Guru pada kesempatan itu menjelaskan merujuik pada ide brilian David Osborn dalam menata ulang kerja birokrasi dnegan 10mprinsip yang jika dapat dijalankan pasti akan dimudahkan untuk segala urusan. Munculnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang pemberantasan KKN muncul pemikiran untuk menata ulang birokrasi di Indonesia. Sejumlah peraturan dikeluarkan seperti PP Nomor 84 Tahun 2000, PP Nomor 3 Tahun 2002, PP 41 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 57 Tahun 2007. denga pijakan-pijakan ini, kata Guru, pemerintah tidak gegabah karena dengan adanya PP 84 tahun 2000 semua kabupaten/kota dirasa tidak ada pejabat yang eselon II karena hanya ada satu dinas yakni Dinas Perikanan dan Kelautan sedangkan yang lainnya hanya kantor.


Kemudian PP Nomor 84 diubah dengan PP 3/2002 namun PP ini juha masih bermasalah. Lalu muncul PP 41 tahun 2006 dengan kriteria luas wilayah, jumlah penduduk dan APBD. Untuk Kabupaten Ende berada di kelas sedang antara 40-70 yakni mendapat angka 47 dengan jumlah penduduk 250 ribu, luas wilayah 2.048 meter km persegi dan APBD tahun 2008 sebesar Rp400 miliar. Dalam pelaksanaan ada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negaraperpada yang dirubah ke Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi. Dengan proses ini ada tiga hal yakni tentang lembaga, sumber daya manusia dan tata laksana. Namun saat ini masih pada tata laksana lembaga belum pada SDM dan tata kerja.


Dalam pelaksanaan penataan kelembagaan tiga hal yang perlu diperhatikan yakni soal miskin struktur kaya fungsi, profesionalitas dan penting atau tidaknya restrukturisasi. Terkait urusan wajib dan urusan pilihan, Guru mengatakan, sejalan dengan program gerakan swasembada pangan di Ende maka urusan pilihan harus menjadi urusan wajib. Sementara Dinas Pertanian dan Peternakan masih menjadi urusan pilihan dan ini menjadi persoalan sehingga perlu bersepaham agar urusan pilihan menjadi urusan wajib.


Kepala Bagian Organisasi, Yosep Tote mengatakan, jumlah SKPD, dinas, bagian, kantor sebelum revisi yakni 15 dinas, 10 lembaga teknis daerah, dua sekretariat, tiga asisten dan 10 bagian. Pasca restrukturisasi terdapat 15 dinas namun ada reformasi kelembagaan dan pengurangan bidang. Lembaga teknis daerah seluruhnya 10 dan ada satu yang direstrukturisasi yakni Balitbang. Dari seluruhnya itu, job yang ada sebelum restrukturisasi sebanyak 1020 dan pasca restrukturisasi menjadi 1001 dan ada 19 job yang hilang dari eselon IV-II. Namun dengan pembentukan badan Penanggulangan Bencana dan Kantor Pelayanan Perijinan Satu Atap maka jumlah job yang ada menjadi seimbang atau menjadi tetap 1020.


Ketua Gabungan Komisi, Marselinus YW Petu mengatakan, berbicara soal reformasi birokrasi hendaknya tidak berbicara sepenggal-sepenggal. Dalam reformasi birokrasi, kata Petu, reformasi budaya yang paling penting. “Kalau tata kelembagaan baik tetapi sumber daya manusia dan budaya tidak baik akan bubar dengan senidirnya.” Mental dan budaya kerja aparatur, kata dia harus direformasi. Soal SDm dan tertib administrasi tidak terlalu susah karena subjek dan objeknya sama yakni manusia. Petu juga mengatakan, struktur dan komposisi jabatan sesuai penjelasan tidak menampakan adanya struktur yang menjawab prinsip miskin struktur kaya fungsi.


Petu juga mengatakan, selama ini terjadi mutasi dan pergantian pejabat. Dia khawatir mutasi dan pergantian pejabat itu yang dikatakan reformasi birokrasi. Untuk itu, struktur, sistem dan etos kerja harus dipikirkan. Dalam pengelompokan perumpunan, kata dia juga belum jelas mana urusan wajib dan mana yangmenjadi urusan pilihan. Kondisi seperti ini, kata Petu menunjukan bahwa pengajuan ranperda belum melalui kajian yang matang.


Sudrasman Nuh mengatakan, pengajuan perubahan ranperda seharusnya melalui kajian dan evaluasi pelaksanaan pada tahun sebelumnya dan tingkat pencapaiannya seperti apa. Dari situ baru diketahui alasan dilakukan perubahan. Berbicara soal reformasi birokrasi, fokusnya juga harus jelas ke mana dan hal itu belum nampak dan masih berbicara pada tatanan struktur tetapi belum masuk pada pelaksanaan struktur karena tanpa diimbangi pelaksanaan struktur tidak akan berhasil.


Fransiskus Taso menegaskan, berbicara soal reformasi birokrasi, jawaban dan penjelasan pemerintah hanya sebatas jawaban dan penjelasan normatif. Taso pada kesempatan itu juga mempertanyakan bahkan meragukan kajian akademik yang dibuat oleh Universitas Flores. Hal itu karena menurut Taso, di Uniflor tidak memiliki fakultas ilmu pemerintahan lagipula, kajian ini dibuat oleh mereka yang berlatar hukum. Informasi yang diperoleh dari Komisi A, kata Taso, provinsi merekomendasikan agar kajian akademis dilakukan oleh Undana.


Pantauan Flores Pos, pembahasan delapan rancangan peraturan daerah yang diajukan pemerintah masih terus berlanjut hingga Rabu (13/1) kemarin di ruang rapat gabungan Komisi.