Tampilkan postingan dengan label agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label agama. Tampilkan semua postingan

03 Agustus 2011

GMIT Syalom Ende Gelar Pelatihan MC dan Song Laeder

· Juga Sosialisasi Evaluasi Kinerja Karyawan GMIT

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Syalom Ende selama empat hari ini melaksanakan sosialisasi evaluasi karyawan GMIT, pelatihan bagi master of ceremony (MC) dan song leader. Rangkaian kegiatan ini diawali dengan ibadat bersama di gereja Syalom Ende.

Sekretaris Komisi Personil Majelis Sinone GMIT, Pendeta Daniel Nenotek saat membuka kegiatan ini di gereja Syalom Ende, Kamis (28/7) mengatakan, gereja dalam kesehariannya memiliki dua sisi yakni sisi organisme dan sisi organisasi. Terkait sisi organisme, gereja dari waktu ke waktu sudah melakukan banyak hal. Demikian juga banyak hal sudah dilakukan dari sisi organisasi. Kegiatan evaluasi karyawan GMIT, pelatihan MC dan pelatihan song leader, kata Pendeta Daniel merupakan kegiatan yang lebih pada sisi organisasi.

Terkait pedoman penilaian karyawan GMIT, Pendeta Daniel mengutip Alkitab di dalam Inijl Lukas tentang uang mina yang mewartakan tentang tiga orang yang masing-masing menerima satu uang mina. Orang pertama mengembangkannya dan mendapatkan laba 10 mina, demikian juga orang kedua mengembangkannya dan mendapatkan laba lima mina. Sedangkan orang ketiga mengubur satu mina yang dia peroleh. Pada saat tuan mereka kembali, kepada dua orang yang telah mengembangkan uang yang dipercayakan kepada mereka karena telah berhasil menjalankan tanggungjawab kecil maka diberikan tanggungjawab yang lebih besar sedangkan orang yang ketiga diambil daripadanya tanggungjawab yang sudah diberikan.

Termotifasi dari pesan Injil ini, kata Pendeta Daniel, semua pelayan gereja didorong untuk memberikan yang lebih baik dari apa yang dimiliki dan mendapatkan tugas dan tanggungjawab pelayanan yang jauh lebih luas dan lebih besar. Sedangkan yang tidak melaksanakan akan diambil tugas dan tanggungjawab tersebut dari padanya.

Pelatihan MC dan song leader, katanya merupakan kegiatan yang sangat berguna. Dia berharap semua peserta yang hadir dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk menerima apa yang perlu dan kembali untuk mengembangkannya untuk kepentingan jemaat di tempat pelayanan masing-masing.

Koordinator Pelayanan Wilayah Klasis Flores, Pendeta Soleman Uly Lomi pada kesempatan itu mengatakan, gereja yang ada di dunia harus memiliki ciri memantulkan cahaya kasih Tuhan. GMIT sebagai gereja Tuhan hendaknya memberikan cahaya kasih hidupnya dan melihat kembali apakah hidupnya sudah memantulkan cahaya kasih Tuhan atau tidak. “Sebagai gereja, tidak bisa hidup tanpa melihat dan mendengar sekeliling,” kata Pendeta Soleman Uly Lomi.

Perkembangan dunia, lanjutnya harus disikapi agar tidak tenggelam dalam kerusakan dunia. GMIT dalam programnya tahun 2010 menjadwalkan dua kegiatan yaitu program sosialisasi evaluasi kinerja karyawan GMIT dan kegiatan pelatihan MC dan song leader. Sosialisasi evaluasi kinerja karyawan GMIT dipandang perlu mengingat terkadang dalam kesibukan aktifitas kerja harian terkadang mengalami kendala. Rapuh dalam hidup pelayanan dan itu harus direfleksikan sebagai gereja. Para pendeta belajar melaksanakan sebagai hamba Tuhan yang dipanggil untuk mewujudnyatakan jati diri sebagai hamba Tuhan. “Kadang-kadang hanya omong tapi tidak bisa wujudnyatakan dalam kegiatan harian kita. Bahkan kadang umat katakan khotbah begitu-begitu saja dan kotbah tapi dalam kehidupan nyata buat lain,” katanya.

Saat ini, kata dia sudah ada sebanyak 1.100 pendeta dengan gaya dan penampilan masing-masing. Bagaimana agar mereka tetap eksis di tengah dunia butuh Majelis Sinode untuk membekali agar bisa berkembang dan berubah di tengah perkembangan dan perubahan dunia. Penilaian tersebut, lanjutnya tidak saja oleh Majelis Sinode tapi juga dari majelis jemaat dan unsur lainnya.

Ketua Panitia, Alexander Aplunggi pada kesempatan itu mengatakan, kegiatan sosialisasi penilaian kinerja pendeta se-Klasis Flores dan Sumbawa serta pelatihan song leader dan MC ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan para pendeta. Selain itu, bertujuan juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam menyanyikan lagu-lagu liturgis dan meningatkan mutu dan bakat MC.

Kegiatan ini diikuti 114 peserta yang terbagi dalam dua kegiatan. Peserta sosialisasi penilaian kinerja para pendeta se Klasis Flores dan Sumbaya diikuti 78 peserta. Sedangkan pelatihan song leader dan MC diikuti 36 orang peserta. Pemateri yang akan tampil memberikan pelatihan pada song leader dan MC adalah Pendeta Hengki Abineno dan Frans Tiran.

22 Juli 2011

Jelang Bulan Puasa, Umat Islam Diminta Tidak Terprovokasi

· Siapkan Diri Songsong Bulan Puasa

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Umat Islam di Kabupaten Ende diimbau untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban dan menghindari provokasi dan isu-isu yang tidak bertanggungjawab. Umat Islam diminta untuk menjaga hati dan mempersiapkan diri sebaik mungkin menyonsong bulan puasa nanti.

Penegasan ini disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ende, Abdulrahman Aroeboesman di kediamannya, Kamis (14/7). Dikatakan, saat ini banyak sekali isu-isu dan upaya provokasi yang dilakukan orang-orang bertanggungjawab untuk memecahbelah umat. Upaya-upaya seperti itu siapapun pelakunya sangat bertentangan dengan jaran Islam. Karena itu, hal-hal seperti itu hendaknya tidak perlu terlalu ditangapi namun diserahkan kepada aparat keamanan dan pemerintah untuk menanganinya.

Menjelang bulan puasa ini, kata Aroeboesman, seluruh Umat Islam diajak untuk bisa menahan diri karena inti dari puasa itu sendiri adalah bagaimana umat Islam diajak untuk melatih diri untuk bersabar menghadapi berbagai persoalan. Berpuasa menahan lapar dan haus secara fisik tetapi secara psikis adalah menahan hawa nafsu untuk membentuk keimanan.

Dengan demikian, dalam menghadapi berbagai persoalan dihadapi dengan penuh kesabaran. Setiap persoalan yang muncul harus dapat dikaji secara baik. Setiap ada persoalan, kata Aroeboesman, hendaknya dapat pula disampaikan kepada pemerintah yang punya kewenangan dan jangan mengambil tindakan sendiri.

Pada saat berpuasa, hal-hal yang tidak perlu dilakukan hendaknya dapat ditahan untuk tidak dilakukan. Menyebarkan isu dan teror merupakan langkah yang sangat tidak ditolerir dan itu membatalkan puasa. Mengucapkan kata-kata kasar saja, lanjutnya sudah membatalkan puasa, apalagi sampai menebar isu dan teror. Makna hakiki dari berpuasa, lanjutnya adalah bagimana seseorang menahan hawa nafsunya baik makan dan minum serta mengauli istrinya di siang hari. “Kalau pada siang haru itu barang yang halal pun menjadi haram,” katanya.

Upaya melatih diri menahan hawa nafsu selama bulan puasa ini, kata Aroeboesman agar dapat kembali pada kesabaran dan setelah habis berpuasa semua yang berpuasa sudah suci. “Seperti baru habis dilahirkan dari rahim ibu.” Selanjutnya, setelah selesai masa berpuasa, umat Islam diajak untuk terus melatih diri secara kontinyu dan tidak lagi berbuat dosa.

25 Mei 2011

Rayakan HUT ke-72, Gereja Syalom Gelar Seminar

· * Hadirkan Pembicara, Mgr Sensi Potokota dan Pendeta Eben Nubantimo

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Dalam rangka perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-72 Gereja Syalom Ende, panitia menggelar seminar membenah format ulang paham beragama dalam konteks pluralitas agama demi membangun kerukunan. Seminar ini menghadirkan dua pemibacara masing-masing Ketua Majelis Sinode GMIT, Pendeta Ebenheser Imanuel Nubantimo dan Uskup Agung Ende, Mgr Vincentius Sensi Potokota.

Seminar dilangsungkan di Gereja Syalom Ende, Sabtu (21/5) dihadiri peserta dari jemaat gereja syalom dan peserta lainnya yang diundang. Tampil sebagai moderator dalam seminar ini adalah Pendeta Markus O Raga.

Pendeta Ebenheser Imanuel Nubantimo dalam pemaparannya tentang tiga tipologi hubungan gereja dengan yang lain mengatakan, dalam kehidupan keseharian, tentunya kita tidak hidup sendiri melainkan hidup berdampingan dengan orang lain yang memiliki perbedaan baik cara pandang, agama yang berbeda. Terhadap perbedaan ini, lanjutnya muncul pertanyaan bagaimana harus bersikap terhadap sesama yang memiliki perbedaan tersebut.

Gereja, kata Pendeta Eben tidak hidup di ruang kosong. Gereja ada dalam masyarakat bersama-sama dengan yang lain, bahkan berinteraksi dengan yang lain untuk bisa terus hidup. Sebut saja misalnya, warga gereja membeli bahan-bahan kebutuhan hidup dari saudara-saudara yang lain itu. Bahkan gedung gereja sendiri juga iktu dibangun oleh saudara-saudara yang lain.

Pendeta Eben mengatakan, ada tiga sikap warga gereja terhadap saudara-saudara yang lain. Sikap pertama adalah sikap mengkafirkan. Sikap ini menurutnya paling dominan pada abad pertengahan yakni dari tahun tahun 500-1500 M. Namun, sikap seperti itu masih juga ditemukan di pertengahan abad ini. Hubungan antara umat beragama pada periode ini didominasi oleh sikap saling mengkafirkan. Sikap ini dipilih agar yang lain itu bisa ditobatkan. Dengan demikian jumlah pengikut menjadi bertambah. Hasrat untuk berperang bagi Allah mengemuka secara kuat. Lembaga-lembaga misi dibentuk oleh gereja, begitu juga lembaga dakwah. Banyak orang yang memberi diri untuk pergi ke negeri yang jauh untuk menyebar agama. Mereka menjadi pembela iman, defensor fidei yang dengan gagah berani menggunakan semua yang ada padanya untuk membela imannya (apologia). Julukan martir atau shuhada diberikan kepada mereka yang mengorbankan hidupnya bagi perluasan agama.

Sikap kedua, lanjut Pendeta Eben adalah saling membandingkan. Hasrat saling mengkafirkan diikuti dengan kesediaan untuk mengetahui yang lain, bukan pertama-tama untuk belajar sesuatu dari yang lain, juga bukan untuk mengetahui kedudukan mereka, melainkan untuk membandingkan agamanya dengan agamaku. Yang namanya perbandingan harus ada alat ukur. Maka dibuatlah kriteria agama yang benar dan agama yang salah. Betapapun baiknya kriteria itu, tetap saja ada masalah subyetifitas dari pihak yang merumuskan kriteria itu.

Sikap saling membandingkan itu, kata Pendeta Eben baik karena membuka kesempatan untuk umat dari agama yang berbeda itu dapat mengenal yang lain itu. Ini berguna untuk memperkaya pengetahuan dan pengenalan akan yang lain, dan serentak dengan itu mengenal dengan lebih jelas identitas agama sendiri. Hanya saja, hasrat mengetahui yang lain itu biasanya dijalani untuk tujuan menonjol-nonjolkan keunggulan agama sendiri. Sikap ini pun masih ditemukan dalam kekinian hidup gereja dalam hubungan dengan yang lain.

Sikap ketiga, katanya meskipun relatif baru dalam rentangan sejarah kehidupan gereja tetapi sebenarnya sudah pula ditunjukkan Alkitab. Selama masa hidup dan pelayanan yang singkat, Yesus sangat bergiat mempelopori sikap ini, yakni dialog. Yesus lakukan itu dengan Nikodemus, dengan Perempuan Samaria, dengan Ahli Taurat Yahudi, dengan dua orang murid di jalan ke Emaus dan masih banyak fragmen lain. Yesus yang bangkit bahkan juga membawa Petrus dalam ruang dialog dengan yang lain waktu Ia menuntun Petrus ke rumah Kornelius sebagaimana disaksikan dalam kitab Kisah Para Rasul. Yesus menjadikan dialog sebagai medium untuk mengeksplorasi kekayaan makna yang terkandung dalam Injil untuk diterapkan pada hidup pendengarNya. Lewat dialog lahirlah berbagai gagasan dan hikmat yang berfungsi memandu kedua pihak yang ambil bagian dalamnya untuk menjalani kehidupan secara baru, lebih baik, adil dan berpengharapan.

Dikatakan, dalam berbicara sejarah keselamatan dan keselamatan adalah Kristus. Sejak peristiwa reinkarnasi, Allah menjadi manusia, sejarah Allah masuk dalam sejarah manusia untuk merubah dan menghancurkan. Tugas gereja tidak saja berbicara keselamatan tetapi juga keselamatan dalam sejarah. Selama ini, banyak yang lebih suka omong soal keselamatan dengan berdoa terus sampai Tuhan datang, bernyanyi terus sampai Tuhan datang dan tidak suka omong soal keselamatan dalam sejarah.

Mgr. Vincentius Sensi Potokota dalam materinya mengatakan, melihat tema yang dipaparkan panitia, muncul asumsi ada latar belakang tertentu di balik tema seminar yang bernada himbauan atau ajakan imperatif. Latar belaang itu adalah ada yang salah dengan urusan kerukunan pada bangsa ini. Apa yang salah dalam kerukunan ada tiga hal mendasar yakni ada warga bangsa yang menganggap realitas pluralitas yang mengakui keberagaman, keunikan dan perbedaan lebih sebagai tantangan yang merugikan ketimbang sebagai peluang yang memperkaya dan menyempurnakan. Secara khusus, ada warga bangsa yang memahami realitas keberagaman agama sebagai perintang bagi jalan yang diajarkan, agamanya menuju menuju keselamatan karena agama adalah jaminan menuju keselamatan. Selain itu, rupanya ada bibit-biit fanatisme radikal dalam tubuh bangsa yang secara sistematis kreatif terus menebarkan rasa risau, saling curiga, kebencian, fitnah, cekcok, pengrusakan dan bahkan pembunuhan.

Beberapa hal ini yang dibiarkan hidfup dalam tubuh bangsa ini. Kerusuhan-kerusuhan berbau SARA di tahun-tahun belakangan sesungguhnya adalah buah dari pembiaran dimaksud. “Asumsi-asumsi tersebut terkait amat erat dengan paham beragama yang salah yang harus diformat ulang kalau kerukunan sejati mau dicapai,” kata Mgr Sensi.

Dikatakan, orang membangun kerukunan pasti karena ada makna di balik kerukunan dan makna itu dibutuhkan. Kerukunan, kata Mgr. Sensi merupakan sebuah nilai yang bersifat universal yang artinya berlaku untuk semua dimana dan kapan saja. Sebagai suatu nilai, kerukunan tidak pantas dikebiri oleh pemahaman atau anggapan bahwa itu hanya suatu prasyarat untuk mencapai tujuan lain. Karena, kerukunan adalah nilai itu sendiri yang mesti dikejar dan diraih. Nilai kerukunan bersama nilai-nilai lainnya turut menentukan mutu atau kualitas kesejatian manusia bermartabat, ciptaan tuhan.

Mgr Sensi mengatakan, NKRI adalah harga mati dan slogan ini mengandaikan secara logis dan substansial pengakuan dan penegasan tentang segala hal yang merupakan identitas nyata dari NKRI. Pluralitas, keberagaman dan kebhinekaan adalah realitas NKRI maka semetinya pengakuan akan kebhinekaan adalah juga harga mati. Pengakuan dan penghargaan terhadap realitas keberagaman yang tahan uji dan konstruktif haruslah merupakan buah atau hasil dari proses pendidikan tentang nilai-nilai yang ebrharga dari pluralitas.

Pemicu problem yang paling berdaya destruktif terhadap upaya-upaya membangun kerukunan ialah sentimen agama. Agama merupakan wilayah yang amat sensitif. Sentimen agama akan semakin berbahaya ketika didasari pada paham beragama yang salah. Membangun kerukunan dalam konteks pluralitas NKRI mensyaratkan paham yang cerdas tentang hidup beragama dari setiap warganya. Peristiwa kerusuhan bernuansa agama dengan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang terkesan dibiarkan adalah bukti kerapuhan landasan paham hidup beragama kita sendiri.

Karena itu, kata Mgr Sensi perlu ada penerahan baru dengan cara-cara yang dibarui yang melibatkan semua pemangku kepentingan minus kepentingan politik dan kepentingan yang tidak agamawi.

24 Mei 2011

Pergi dan Katakan Kita Semua Harus Bangkit

* · Misa Paskah di Gereja Onekore

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Pater Niko Medes, SVD dalam khotbahnya pada misa malam paskah di Gereja Paroki Santu Yosef Onekore mengajak semua umat untuk pergi dan mengatakan kepada seluruh umat bahwa kita semua harus bangkit. Sebagai tukang ojek harus bangkit dan jangan hanya mengantar orang pergi gereja tapi juga harus ke gereja. Sebagai pengusaha harus bangkit dan menghargai karyawan, sebagai pegawai bangkit dan laksanakan tugas sebagai pengabdi masyarakat, buruh dan nelayan, petani harus bangkit dan nikmati rejeki secara halal.

Misa malam paskah pada Sabtu (23/4) di Gereja Santu Yosef Onekore dipadati umat. Banyak umat yang tidak mendapatkan tempat duduk di dalam gereja terpaksa harus menempati posisi di luar gereja. Misa dimeriahkan koor dari Lingkungan 6B dengan dirigen Anastasia Sue dan dibawah koordinasi Ketua Lingkungan, Iling Arwana.

Pater Niko Medes dalam khotbahnya mengatakan, pada malam paskah ini pantaslah seluruh umat bersorak dan meneriakan yel-yel Kristus bangkit aleluya. Bersorak dalam yel-yel kemenangan karena inilah inti iman yang dihayati dan diwujudnyatakan setiap hari. Warta kebangkitan, kata dia bukan berita omong kosong tetapi berita sukacita yang disaksikan malaikat utusan Tuhan. Yesus sendiri juga telah menyatakan warta sukacita itu.

Dalam injil Mateus, katanya sudah menyampaikan warta kebangkitan dari malaikat dan warta kebangkitan dari Yesus sendiri. Pada saat para wanita ke kubur Yesus, malaikat turun dan menggulingkan batu penutup kubur Yesus. Dalam peristiwa ini, ada dua hal yang kontras yakni serdadu yang biasanya ditakuti dan gagah berani ternyata gentar dan ketakutan dan seperti orang-orang mati. Berhadapan dengan kebangkitan Tuhan, manusia tidak berarti sedikitpun. Sedangkan para wanita yang mengandalkan iman dan cinta mengalami sukacita.

Kepada mereka juga diberikan tiga kekuatan oleh malaikat yakni jangan takut terhadap kekuatan yang merongrong dan mengguncang iman dan kepercayaan, kedua marilah dan lihatlah dan nikmati cinta Tuhan yang tanpa batas. Ketiga, pergi dan wartakan sukacita iman mu tentang Kristus yang bangkit. “Wartawakan dengan damai dan sukacita bukan dengan perang dan kebrutalan,” katanya.

Sedangkan warta kebangkitan dari Yesus, Yesus datang dan berjumpa dengan para wanita yang mendambakan kasih dan rahmat-Nya. Yesus menganugerahkan kepada mereka tiga hal yakni syalom, damai dari hati, kesetiaan menerima apa adanya. Damai berarti ada kasih sayang, ada persaudaraan, ada damai dan tidak merasa kedengkian, dendam dan permusuhan. Anugerah keberanian, jangan takut dan harus berani katakan yang benar itu benar dan salah jika salah. Anugerah ketiga yakni kesaksian sebagai seorang utusan di mana semua kita diajak untuk pergi dan katakan kepada semua orang yang telah menerima roh kebangkitan.

Perayaan tri hari suci mulai dari Kamis Putih, Jumad Agung dan Sabtu Sangto diisi dengan misa di setiap gereja. Pada Jumad Agung, Gereja Katedral dan Onekore menggelar Jalan Salib hidup di tempat masing-masing. Sedangkan Paroki Worhonio menggelar misa bersama Jumad Agung di Lapangan Pancasila.

13 Februari 2011

Natal, Misteri Agung dengan Daya Dorong yang Dasyat

  • Uskup Sensi Pimpin Misa Natal di Gereja Onekore

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Inti perayaan nataldalam bacaan menyataklan perayaan natal merupakan perayaan kebijaksanaan Allah yang luar biasa, perayaan yang agung dan tidak sekedar agung dan mulia tetapi memiliki daya dorong yang dasyat. Tradisi gereja katolik mengisajkan kesederhanaan untuk menegskan kebesaran Allah yang memilih lahir menjdi manusia. Allah memilih gadis desadan kelaurga sederhana tukang kayu dari Nasaret. Memilih kandang yang bau dfan memilih para gembala yang mendengarkan tangisan Yesus. Asllah memilih partus di kandang yang hina dengan palungan makanan hewansebagai tempat tidurnya. Allah memilih kondisi manusia yang dililit kemelaratan.

Demikian khotbah Uskup Agung Endem Ngr Vincentius Sensi Potokota saat memimpin perayaan natal di gereja Paroki Santu Yosep Onekore, Sabtu (25/12). Mgr Sensi menegaskan, allah mengambil langkah mulia dan bertindak agung membebasnkan orang yang terbelenggu dengan menjadi manusia. Sabda menjadi manusiadia yang lahir miskin, lanjut Mgr Sensi, oleh Yesaya dalam bacaan disebut Allah yang perkasa, cahaya kemuliaan Allah Putra tunggal, putra sulung Allah”Dia sabda Allah yang menjadi daging menjadi manusia,” kata Mgr Sensi engutip Yesaya.

Dalam bacaan injil, digambarkan Yohanes menyerukan bahwa Dia yang datang kemudia dari aku adalah yang mendahului aku karena Dia telah datang sebelum aku datang. Dia adalah pusat sukacita dakegembiraan segala bangsa. Natal dirayakan oleh semua baik yang tidak bertuhan maupun yang bertuhan. Dia datang agar anusia tidak terus terjebak dalam kegelapandan lorong-lorong tanpa Tuhan dan tanpa moral. Itulah mutira iman yang dirayakan dalam setiap perayaan natal.

Apa yang dipetik dalam pesan natal untuk dicamkan dalam benak dan mejadi panduan,meminjam kerangka berpikir Santu paulus dalam suratnya kepada Titus, kata Mgr Sensi, kalau kita bolerh engerti tindakan inkarnasi sabda menjadi daging mesti menjadi desakan moral mendorong mulai dari sekarang untuk sadar dan melawan perilaku hidup yang tidak bertuhan dan tidak bermoral. Bersama Yesus m,enentang kecenderungan iblis dalam kehidupan baik di dalam keluarga, lingkungan dan tempat encari nafkah. Hidup sebagai roang bermoral. Sebagai gerakan moral maka memahami natal sebagai peluang yang kaya dan belajar memiliki apa yang oleh tradisi gereja disebut kebijaksanaan ilahi. Yesus menginginkan agar gerakan moral memiliki pola keadilan, baik terhadap diri sendiri, wadah keluarga, lingkungan dan tempat kerja. Yesus mau agar kita belajar memiliki sikap tahu beribadah

Hidup di dunia dan segala sesuatu, lanjut Mgr Sensi, adalah sebuah kenisah Allah. Tempat kerja sebagai kenisah Allah. Jika hal itu menjadi keyakinan maka tidak akan terjatuh. “Pengharapan akan saat dipersatukan dalam kemuliaan, bersatu dalam Tritunggal Mahakudus. Kita menjadi anak-anak yang layak dipandang sebagai milik Allah. Hidup tidak untuk saat ini tetapi jauh ke depan,” kata Mgr Sensi. Natal sungguh menjadi transformasi moral dalam hidup keluarga, lingkungan dan tempat pengabdian masing-masing.

Pantauan Flores Pos selama perayaan natal di dalam Kota Ende berjalan aman. Kondisi ini tercipta berkat kerja keras aparat keamanan baik dari unsur TNI, Polri maupun unsur-unsur lainnya yang terlibat dalam pengamanan natal.

Kapolres Ende, AKBP Darmawan Sunarko sebelum perayaan natal telah melaksanakan sejumlah kegiatan untuk mendukung keamanan dan kenyamanan selama perayaan natal. Sebanyak 490 personil dari berbagai unsur diterjunkan untuk mengamankan natal. Bahkan, setelah dilakukan gelar pasukan pada Kamis (23/12) petugas dari Tim Jihandak Brimob langsung melakukan sterilisasi di sejumlah gereja. Pasca disteril, langsung ditempatkan dua orang polisi untuk menjaga setiap gereja yang telah disteril.

Kapolres Darmawan Sunarko selalu meminta seluruh elemen masyarakat untuk ikut menjaga keamanan dan ketertiban selama perayaan natal. Menurutnya, ancaman keamanan dan ketertiban selalu ada karena itu untuk menjaga agar situasi tetap terjaga maka seluruh elemen masyarakat harus membantu menjaga keamanan dan ketertiban selama perayaan natal.