06 Januari 2010

637 Tenaga Kontrak Daerah Terancam Di-PHK

* BKD Kembali Data Ulang Tenaga Kontrak Daerah

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sebanyak 637 tenaga kontrak daerah yang saat ini ditempatkan di sejumlah satuan kerja perangkat daerah sampai ke tingkat kelurahan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pemerintah. Saat ini, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Ende telah menyurati satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menyerahkan surat keputusan (SK) pengangkatan asli sejumlah tenaga kontrak daerah yang ada di instansi masing-masing. Langkah ini dilakukan dalam upaya BKD mendata kembali tenaga kontrak daerah yang saat ini sebanyak 637. Pendataan ulang itu perlu dilakukan karena saat ini diduga dari 637 tenaga kontrak daerah itu ada yang merupakan tenaga kontrak siluman.


Informasi PHK 637 tenaga kontrak ini disampaikan Bupati Ende, Don Bosco M Wangge kepada wartawan RRI dan Pos Kupang yang hadir pada saat konferensi per di ruang kerja bupati, Senin (28/12). Pada saat konferensi pers ini, wartawan Flores Pos Yusfina Nona tidak diijinkan masuk oleh sekretaris karena mereka meminta yang hadir adalah pemimpin redaksi. Informasi menyangkut rencana PHK tenaga kontrak ini disampaikan wartawan Pos Kupang.


Sementara Bupati Ende, Don Bosco M Wangge saat dikonfirmasi terkait pernyataannya itu menolak ditemui wartawan Flores Pos. Pada saat itu, melalui sekretarisnya, bupati hanya mengijinkan wartawan Pos Kupang dan wartawan Kompas masuk ke ruang kerjanya.


Kepala BKD Kabupaten Ende, Djuman Fransiskus kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (29/12). Saat ditanya terkait adanya rencana bupati Ende yang disampaikan pada saat konferensi pers dengan wartawan Pos Kupang dan RRI di ruang kerja bupati seperti diinformasikan wartawan Pos Kupang bahwa bupati akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 637 tenaga kontrak daerah ini, mengatakan, hal itu dia belum mendengarnya langsung dari bupati. BKD saat ini, hanya diminta mengeluarkan surat pemberitahuan kepada SKPD untuk memasukan data-data SK pengangkatan tenaga kontrak untuk dilakukan pendataan ulang. Selanjutnya, soal PHK atau tidak kembali kepada bupati sebagai pimpinan. “2010 perpanjangan atau tidak kembali kepada bupati.”


Dia menjelaskan, berdasarkan regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 mensyaratkan kepada pemerintah daerah untuk tidak lagi menerima tenaga kontrak. Namun kenyataannya, kata Fransiskus, untuk Kabupaten Ende, pasca dikeluarkan peraturan dimaksud masih ada tenaga kontrak sebanyak 637 orang yang tidak masuk dalam data base. Ke0637 tenaga kontrak daerah ini, lanjut dia, perpanjangan kontraknya tergantung kepada bupati. Kontrak mereka selalu diperbaharui setiap tahun. “Jadi kalau bupati mau diteruskan ya diteruskan,” kata Fransiskus.


Pada saat ke Jakarta, kata Fransiskus, dia sempat bertemu Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan). Pada saat itu dia melaporkan soal keberadaan tenaga kontrak daerah sebanyak 637. namun saat itu pihak Menpan malah mempertanyakan keberadaan mereka karena PP 48 Tahun 2005 telah melarang pengangkatan tenaga kontrak oleh pemerintah daerah. “Kamu angkat tenaga kontrak regulasi dari mana dan uang dari mana,” kata Fransiskus menirukan pernyataan staf Menpan. Namun kata Fransiskus, pada saat itu dia menjelaskan bahwa pengangkatan itu atas kebutuhan pemerintah daerah. Tetapo oleh pihak Menpan dikatakan jika ada peraturan daerah yang mengatur pengangkatan tenaga kontrak maka harus ada regulasi dari pemerintah pusat untuk bisa mengakomodir peraturan daerah yang dibuat.


Harus Ada Analisis

Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu kepada wartawan di gedung Dewan, Selasa, mengatakan, untuk bisa memberhentikan tenaga kontrak atau tenaga honor harus melalui suatu kajian dan analisis kebutuhan kerja. Sehingga, kata Petu, ketika hasil analisis kebutuhan kerja menyatakan bahwa tanpa tenaga honor, budaya kerja dan etos kerja PNS akan lebih baik dan efektif dan efisien mungkin saja rencana PHK tenaga honor itu dapat dilakukan. Tetapi jika efektifitas, efisiensi dan budaya kerja itu harus ditopang dengan hadirnya tenaga kontrak maka dibutuhkan kajian yang lebih baik.


Terkait kekhawatiran terhadap biaya membayar honor tenaga kontrak, kata Petu sebenarnya tidak menjadi persoalan karena setiap tahun tetap dianggarkan. Pemerintah, kata Petu harus memiliki komitmen mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja untuk merekrut tenaga kerja. Salah satunya adalah dengan menerima tenaga kontrak. “Kalau pemerintah menghapus kebijakan menerima tenaga kontrak maka komitmen mengurangi pengangguran perlu dipertanyakan,” kata Petu.


Dari sisi aturan, kata Petu, PP 48 2005 boleh-boleh saja melarang perekrutan tenaga kontrak. Namun dalam kaitan dengan daerah dibutuhkan adanya kearifan lokal dalam pemerintah daerah dari pemimpin daerah. “Tidak menyimpang dari aturan tetapi harus ada kebijakan-kebijakan lokal. Apalagi sesuai pantauan saya di lapangan, keahlian, skill dan budaya kerja malah lebih aktif tenaga kontrak. Itu pantauan di lapangan. Pegawai yang punya NIP (nomor induk pegawai) berbudaya mentang-mentang. Yang kontrak suruh apa saja dia mau mulai dari beban kerja pimpinan sampai pekerjaan lipat dan antar surat pun mereka mau kerja. Jadi tidak nisa drastis diputuskan tetapi harus melalui proses,” kata Petu.


Jangan Buat Masalah Baru

Heribertus Gani, anggota DPRD Ende dari Partai Demokrasi Kebangsaan mengatakan, untuk menghentikan tenaga kontrak perlu pertimbangan matang dan penuh telaah agar kebijakan yang diambil tidak salah kaprah dan merugikan pegawai kontrak. Apalagi, kata Gani, para tenaga kontrak telah diangkat untuk membantu pemerintah dan setiap tahun ditetapkan anggaran untuk honor mereka sesuai standar upah yang ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, untuk tahun anggaran 2010, telah ditetapkan anggaran untuk belanja pegawai dalam komponen gaji pegawai dan honor pegawai senilai Rp259,899 miliar.


Terkait keberadaan PP 48 tahun 2005, kata Gani sebenarnya hanya untuk membatasi pemerintah melakukan pengangkatan tenaga honor. Jadi menurut Gani, tenaga kontrak yang sudah ada tidak ada soal untuk tetap diperpanjang kontraknya. Menurutnya, jika pemerintah menghentikan maka harus ada alasan apakah ada pelanggaran-pelanggaran seperti disiplin atau karena tidak dibutuhkan oleh pemerintah daerah. “Tetapi kalau tidak dibutuhkan kenapa diterima? Jangan sampai kebijakan dengan tujuan efisiensi memunculkan masalah baru. Ratusan tenaga kerja kehilangan pekerjaan dan dapat menimbulkan masalah sosial di Kabupaten Ende. Kalau mereka diberhentikan saya berkeyakinan akan menimbulkan masalah sosial baru.”




Tidak ada komentar: