05 Februari 2010

Lantai Dua Apotik Sidodadi Terbakar

* Diduga Akibat TV Meledak

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Lantai dua Apotik Sidodadi di Jalan Kelimutu tepatnya di depan Pasar Potulando, pada Kamis (21/1) sekitar pukul 16.15 terbakar. Sebab kebakaran diduga akibat TV di salah satu kamar di lantai dua gedung tersebut meledak dan menyambar kapas dan pampers yang disimpan pada kamar tersebut. Api berhasil dipadamkan oleh masyarakat sekitar dibantu air yang disuplai dari tangki air milik Polres Ende dan dari UD Asri. Kerugian akibat kebakaran tersbeut belum dapat ditaksasi.


Gedung yang terbakar tersebut saat ini sedang dalam proses pembangunan pada lantai tiga. Di lantai satu gedung tersebut telah dimanfaatkan sebagai apotik dan di lantai dua digunakan sebagai kamar dan gudang penyimpanan obat-obatan. Saat terjadi kebakaran, warga yang berupaya membantu memadamkan api berupaya mengeluarkan sejumlah barang yang dikhawatirkan dapat menyulut api seperti kapas dan pampers juga obat-obatan yang masih terisi di dalam kemasan wadah plastik. Sejumlah kapas dan pamper yang telah terbakar dan berhasil dipadamkan juga dikeluarkan. Kasus dan bantal juga dikeluarkan melalui jendela yang telah dipecahkan kacanya.


Semula, pemadaman api dilakukan menggunakan tangki air dari Polres Ende. Setelahnya datang lagi satu mobil tangki air dari UD Asri yang langusng menuju bagian belakang gedung untuk membantu memadamkan api dari belakang. Sedikitnya tiga tangki air yang digunakan untuk memadamkan api yang membakar gedung tersebut. Berkat kesigapan warga dan bantuan tangki air, api berhasil dipadamkan dan tidak merambat ke tokoh emas yang letaknya berdampingan.


Kebakaran ini mengundang perhatian warga baik warga sekitar, pengguna jalan yang melintas di Jalan Kelimutu, pengunjung pasar yang datang berbelanja. Warga memadati sepanjang jalan dan menyulitkan petugas yang mengatur lalulintas kendaraan di jalur jalan ini.


Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar yang turun memantau langsung di lokasi kebakaran langsung memerintahkan pihak UD Asri untuk mendrop air melalui tangki air guna membantu memadamkan api. Terhadap kebakaran yang marak terjadi akhir-akhir ini, Wabub Mochdar mengatakan, sudah saatnya Ende memiliki mobil pemadam kebakaran. Selain itu, dengan kondisi perumahan warga yang padat dan jalan masuk ke rumah-rumah warga yang agak sempit, Wabub Mochdar katakan, perlu pula disiapkan oleh pemerintah mobil tangki air yang kecil yang bisa menjangkau rumah-rumah warga yang berada di lokasi yang sulit dimasuki kendaraan besar.

Dikatakan, terkait langkah pengadaan mobil tangki air sudah dibicarakan dengan Kepala Bagian Umum guna membantu mengatasi situasi seperti yang terjadi saat ini. “Ini pengalaman waktu saya di Mekkah. Sempat lihat mobil tangki air yang kecil itu yang ban engkel. Mobil kecil itu sangat cocok dengan kita di sni yang jalan masuk ke rumah warga sempit,” kata Wabub Mochdar.


Selain pengadaan mobil pemadam kebakaran dan mobil tangki air yang kecil, pemerintah juga perlu memasang hidrant pada loikasi-lokasi umum yang rawan kebakaran seperti di pasar-pasar dan rumah sakit. Langkah itu menurutnya sangat perlu agar pada situasi darurat seperti ini tinggal memasang selang dan bisa lebih cepat mengatasi situasi kebakaran.

Kepala Badan Kesbanglinmas Kabupaten Ened, Gabriel Tobi Sona mengatakan, kebakaran yang terjadi diduga bersumber dari TV yang meledak. Sebelumnya, kata Tobi Sona, TV yang dihidupkan ditonton oleh salah seorang anak pemilik rumah. Saat sedang menonton itulah TV meledak dan membakar kamar tersebut. Serpihan TV mengakibatkan kebakaran dan menyambar kapas dan sejumlah obat yang disimpan di kamar tersebut.

Pemilik rumah, Silfian Taufik mengatakan, mereka tidak tahu sumber apinya dari mana. Silfian mengatakan, TV yang ada kamar sudah dimatikan saat mereka turun ke lantai bawah. Kebakaran yang terjadi juga tidak diketahui mereka. Namun saat dia menyuruh salah satu karyawan ke kamar di lantai dua gedung itu dia melihat sudah ada nyala api di kamar tersebut.


Ditanya taksasi kerugian akibat kebakaran, dia mengatakan belum bisa menghitung kerugian. Apalagi, mereka belum bnisa masuk ke ruangan untuk melihat kondisi kebakaran karena masih dipadamkan apinya. “Kalau mau tahu nanti besok (Jumad) saja,“ katanya.




Dewan Diminta Tidak Terlalu Mendramatisir Keadaan

* Terkait Belum Adanya Dana Operasional DPRD Ende

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Pimpinan dan anggota DPRD Ende diminta untuk tidak berlebihan dan mendramatisir keadaan akibat belum adanya dana operasional yang terjadi di lembaga itu. Kejadian ketua DPRD Ende menumpang ojek ke kantor sebenarnya bukan merupakan kejadian yang luar biasa karena anggota DPRD juga masyarakat dan ojek merupakan alat transportasi yang sangat merakyat karena sudah biasa digunakan masyarakat. Kalau kejadian itu terus dipersoalkan justru akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat.


Hal itu dikatakan Agil Parera Ambuwaru, anggota DPRD Ende periode 2004-2009 kepada Flores Pos di kediamannya, Jumad (22/1). Terkait belum adanya dana operasional di lembaga Dewan, kata Ambuwaru, seharusnya pimpinan dan anggota Dewan memahami penjelasan dari pemerintah dan tidak melihat kondisi itu karena adanya diskriminasi dari pemerintah terhadap lembaga Dewan. Apalagi, kata Ambuwaru, pada masa transisi seperti ini, kondisi seperti itu hendaknya dapat dipahami.


Untuk itu, kata dia, anggota Dewan perlu melakukan reorientasi dan reinstrospeksi dan perlu ada upaya di tingkat pimpinan dan Sekretaris DPRD untuk menyikapi persoalan itu. Persoalan ini muncul, kata Ambuwaru bisa juga karena Sekwan kurang tanggap dan kurang gesit dalam menyikapi situasi yang terjadi. “Sekwan juga harus bertanggung jawab karena dia ada di lembaga Dewan untuk membantu kelancaran Dewan.”


Ambuwaru juga mengkritisi pernyataan anggota Dewan Abdul Kadir HMB yang menyatakan ‘perang’. Pernyataan seperti itu, kata dia patut dipertanyakan. “Apa maksudnya. Apakah perang sungguhan atau perang-perangan seperti anak kecil. Jangan sampai pernyataan ini ada kepentingan terselubung seperti yang pernah terjadi lalu-lalu,” kata Agil Ambuwaru. Tetapi, kata Ambuwari, jika pernyataan ‘perang’ yang dimaksudkan Abdul Kadir itu perang terhadap korupsi maka pernyataan itu patut didukung. Tetapi untuk bisa perangi korupsi dengan eksekutif maka Dewan juga harus terlebih dahulu instrospeksi diri karena ada sinyalemen anggota Dewan terima SPPD dan tidak laksanakan tugas. “Saya dapat informasi begitu. Kemarin waktu ada kegiatan pembekalan anggota Dewan baru ada dua anggota Dewan yang tidak ikut. Ada satu yang tidak ikut karena urus proyeki di PU dan satu karena ada keduakaan.”


Jadi, katanya, berbicara soal taat asas maka Dewan juga perlu bertanya kembali kepada diri sendiri apakah Dewan sudah taat asas. Karena jika Dewan tidak taat asas seperti tidak ikut kegiatan pembekalan maka itu juga sama dengan korupsi. Sehingga menurutnya jika Dewan mengatakan pemerintah jangan diskriminasi maka Dewan juga harus disiplin dan taat asas dengan melaksanakan tugas-tugas kedewanan secara baik.


H.A Djamal Humris, juga anggota DPRD Ende periode 2004-2009 mengatakan, sikap anggota Dewan sangat berlebihan dalam menyikapi persoalan bahkan sampai mengatakan ada diskriminasi dalam anggaran. “Kesan saya anggota Dewan sudah tidak bijak menuduh pemerintah atau eksekutif telah melakukan diskriminasi. Mestinya Dewan menempuh mekanisme yang lazim dengan mengajukan permohonan pinjaman,” kata Humris. Apalagi, kata dia, menuduh pemerintah telah berupaya membunuh karakter lembaga Dewan atau orang-perorangan merupakan sikap emosional yang kurang bijak. Dewan seolah sudah sangat kebelet ingin melakukan perjalanan dianas ke luar daerah atau mengunjungi wilayah masing-masing.


Padahal, kata Humris, kunjungan ke wilayah tidak begitu mendesak lagi karena APBD 2010 barusan ditetapkan. “Itu lagu lama yang biasa terjadi di lembaga Dewanbiasanya setelah selesai masa sidang baik sidang penetapan maupun perubahan APBD anggota Dewan mulai menyusun rencana masing-masing. Kerap yang tidak urgen dibuat urgen. Padahal yang dikerjakan juga tidak terlalu berdampak kepada peningkatan kapasitas atau bermanfaat langsung dengan kebutuhan daerah.”


Soal ketiadaan bahan bakar, kata Humris, mestinya Dewan dapat menempuh cara lain yang lebih bijak di mana pihak Sekretariat dapat mendatangi eksekutif memberitahukan kesulitan yang ada. Menurutnya, tidak perlu diekspose seolah-olah telah terjadi kesenjangan luar biasa atau ketidakharmonisan pihak eksekutif dengan legislatif. “Saya sangat yakin tidak ada unsur kesengajaan dari pemerintah menghambat tugas-tugas Dewan apalagi sengaja membunuh karakter lembaga dan orang-perorangan di DPRD Ende. Itu terlalu berlebihan dan ungkapan yang kurang cerdas menurut hemat saya.”


Kew depan, kata Humris, dia sangat berharap keharmonisan dapat melihat kembali keharmonisan hubungan antara lembaga Dewan dan pemerintah karena dua lembaga ini merupakan mitra agar bisa medmbawa masyarakat ke arah yang lebih sejahtera. Kedua lembaga memiliki peran yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat dan perubahan daerah ini ke arah yang lebih baik. Jika kedua lembaga ini kurang harmonis, dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Kemajuan daerah menjadi terhambat dan masyarakat tidak dapat ditingkatkan kesejahteraannya. “saling menghargai itu sikap yang harus dipelihara. Hindarkan siukap arogan dan tidak menghargai satu sama lain,” kata Humris.




Realisasi Fisik Proyek DAK Pendidikan 2009 Capai 90 Persen

* Pencairan Dana Tahap III Sudah Dilakukan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Hingga pertengahan bulan Januari 2010 ini, realisasi fisik pelaksanaan pembangunan di 160 sekolah penerima dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan tahun anggaran 2009 telah mencapai rata-rata 90 persen. Pencairan dana juga telah dilakukan baik tahap satu, dua dan tiga. Namun dari 160 sekolah, ada dua sekolah masing-masing SDN Onekore 5 dan SDN Woloara yang belum dicairkan dana tahap tiga karena belum terlalu majunya pekerjaan fisik.


Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ende, Fransiskus Hapri kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Kamis (21/1). Frans Hapri mengatakan, pencairan tahap tiga kepada sekolah-sekolah penerima DAK pendidikan baru dilakukan pada 31 Desember lalu. Kondisi itu ikut mempengaruhi perkembangan pekerjaan di sekolah-sekolah sehingga hingga pertengahan Januari ini, perkembangan pekerjaan fisik dalam proses penyelesaian akhir.


Dia mengatakan, rata-rata pekerjaan fisik hingga pertengahan bulan Januari ini sudah mencapai 90 persen di hampir semua sekolah. Sedangkan pencairan dana telah emncapai 100 persen. Namun, kata dia, dalam pelaksanaan ini, ada dua sekolah yakni SDN Onekore 5 dan SDN Woloara yang sedikit mengalami hambatan dalam pekerjaan fisik. Kedua sekolah ini karena belum terlalu maju pekerjaan fisiknya maka kedua sekolah tersebut belum dicairkan dana tahap ketiganya. “Waktu itu dua sekolah ini ada yang belum atap dan belum pelester jadi kita tangguhkan pembayaran tahap ketiga,” kata Hapri.


Namun setelah kedua kepala sekolah pada sekolah yang agak terhambat pelaksanaan fisiknya itu dipanggil dan mereka telah menyatakan kesediaan mereka untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang ada maka dana tahap tiga mereka akan segera dicairkan. Kepada mereka juga diminta untuk menambah tenaga kerja agar memperlancar dan mempercepat pekerjaan dan hal itu disanggupi oleh kepala sekolah. Dia mengakui, kepada kepala sekolah juga sudah diminta untuk melakukan revisi agar dapat dilakukan pencairan dana tahap tiga. “Kita upayakan agar dana bvisa dicairkan secepatnya dalam waktu dekat ini agar pekerjaan bisa selesai tepat waktu.”


Terkait molornya penyelesaian pekerjaan fisik yang sebenarnya sudah harus selesai pada akhir bulan Desember 2009 lalu, Hapri mengatakan, melihat pekerjaan fisik sudah mencapai rata-rata 90 persen maka masih bisa ditolerir. Kepada para kepala sekolah juga sudah disampaikan akan bertanggung jawab atas pekerjaan di masing-masing sekolah karena mereka telah diberikan tanggung jawab. Dinas, kata dia juga terus melakukan pemantauan dan senantiasa mengingatkan agar mereka bisa mengerjakan hingga tuntas. “Akhir januari ini bisa dituntaskan 100 persen termasuk dua sekolah yang agak terlambat. Dua sekolah ini kita sudah rekomendasikan agar segera cair dana tahap tiga,” kata Hapri.


Anggota Komisi B DPRD Ende, Haji Pua Saleh kepada Flores Pos mengatakan, pelaksanaan pekerjaan fisik khusus untuk DAK sesuai aturan tidak dapat dimasukan dalam DPAL untuk dapat dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Itu berarti bahwa alokasi anggaran yang dikeluarkan pada tahun anggaran berjalan harus dapat dituntaskan pekerjaan fisiknya pada tahun anggaran dimaksud. Jika tidak, sisa dana yang tidak dapat dimanfaatkan harus dikembalikan ke kas negara. Terkait DASK pendidikan yang hingga kini belum terselesaikan 100 persen dan masih diselesaikan pada tahun 2010, Pua Saleh katakan, saat hal itu pernah ditanyakan kepada bupati, katakan bahwa khusus untuk DAK pendidikan ada perlakuan khusus. Namun perlakuan khusus seperti apa tidak dirinbcikan secara jelas pada waktu itu.


Pelaksanaan DAK pendidikan dan bidang-bidang lainnya jelas dilaksanakan dalam bingkai aturan. Untuk itu dia berharap, agar prose spelaksanaannya juga berjalan sesuai aturan. Jika ternyata dalam pelaksanaan ternyata keluar dari aturan maka pejabat atau pihak terkait harus bertanggung jawab. Apalagi, kata Pua Saleh beberapa waktu lalu saat digelar dengar pendapat dengan Komisi B, dinas dan para kepala sekolah sudah bersepakat dan membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Namun sekarang telah memasuki bulan Januari 2010 itu berarti pekerjaan tidak selesai tepat pada waktunya. “Tapi karena DAK pendidikan bupati bilang ada perlakuan khusus jadi kita terima. Tapi perlakuan khusus seperti apa itu juga harus disampaikan secara transparan.”




31 Januari 2010

Mahasiswa Serukan Mosi Tidak Percaya Terhadap Aparat Penegak Hukum

* Aksi Bersama Sikapi 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sejumlah elemen mahasiswa yang tergabung di dalam Sekretariat Bersama yang terdiri atas elemen Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI), PRD, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Tani (Kota) Ende dan SPARTAN menyatakan mosi tidak percaya terhadap aparat penegak hukum yang ada di Ende. Mosi tidak percaya itu lahir karena kinerja aparat penegak hukum yang dinilai lemah dalam menegakan supremasi hukum di Kabupaten Ende dalam mendukung kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.


Mosi tidak percaya ini disampaikan Sekber dalam aksinya yang digelar pada Kamis (28/1). Aksi dimulai dari Sekber di Sekretarian GMNI dan titik singgah pertama mereka di Kantor Kepolisian Resor Ende. Di Polres Ende, massa dari Sekber menggelar orasi di halaman kantor Polres Ende.

Koordinator Sekber, Andreas Eusebius dalam orasinya mengatakan, menyikapi 100 hari kinerja SBY-Boediono, sebagai mahasiswa mereka patut mempertanyakannya terutama atas segala kebijakan presiden dan wakil presiden yang merugikan masyarakat. Dalam upaya penegakan hukum, kata Eustabio, khsuus untuk Kabupaten Ende ada sejumlah kasus yang sampai saat ini tidak tuntas proses hukumnya. Dia menyebutkan sejumah kasus seperti dugaan korupsi dalam pembelian mesin pompa air di PDAM Ende yang merugikan keuangan negara lebih kurang Rp200 juta lebih, kasus dugaan korupsi pembelian alat uji di Dinas Perhubungan Ende dan sejumlah kasus korupsi lainnya yang sampai saat ini belum dituntaskan aparat kepolisian dan kejaksaan.


Di hadapan Kapolres Ende, Eusebius kembali mempertanyakan penanganan kasus dugaan korupsi di PDAM. Dikatakan, sudah berulang kali BAP bolak-balik dan dengan petunjuk yang masih sama oleh kejaksaan. Dia meminta agar dua institusi yang bertanggung jawab yakni Polres Ende dan Kejari Ende untuk bertemu atau melakukan gelar perkara atas kasus ini untuk mengetahui kendala yang dihadapi keduanya. Dia meminta, selambat-lambatnya tiga minggu sudah harus dilakukan gelar perkara dan jika tidak dipenuhi, Sekber akan perluas jaringan dan mengumumkan mosi tidak percaya terhadap polisi dan jaksa dalam penanganan kasus korupsi.


Ketua GMPI Ende, Nikolaus Bhuka dalam orasinya menekankan sebagai anak bangsa sudah sepatutnya mereka sebagai kaum muda melihat dan mengkritisi kondisi bangsa yang semakin terkoyak yang disebabkan oleh kerakusan anak bangsa sendiri. Keberadaan mereka di Polres untuk menyampaikan kepincangan-kepincangan dalam penanganan hkum kasus-kasus mulai dari pusat sampai di daerah. Kasus Bank Centuri, kata Bhuka menunjukan ketidakmampuan SBY-Boediono dalam penegakan supremasi hukum yang selalu didengungkan selama masa kampanye pemilu presiden yang lalu. Kasus yang merugikan keuangan negara Rp6,7 triliun itu adalah penyalahgunaan uang negara yang merupakan uang rakyat juga. Menurutnya, kalau uang sebesar itu diselamatkan dapat dimanfaatkan untuk memberikan subsidi bagi pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis kepada masyarakat.


Sedangkan untuk Kabupaten Ende, kata Bhuka, ada sejumlah kasus korupsi yang tidak pernah dituntaskan. Dia mencontohkan kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM Ende yang merugikan uang negara/daerah senilai Rp270 juta sampai saat ini berita acara pemeriksaan (BAP) masih bolak-balik antara polisi dan jaksa. Ditengarai, bolak-baliknya BAP ini sudah lebih dari lima kali. “Perlu diketahui bahwa prose bolak-baliknya BAP ini tidak jelas dan tidak transparan dan disinyalir akan di-SP3-kan.”


Terhadap pengambilalihan penanganan kasus pinjaman pemerintah Kabupaten Ende kepada pihak ketiga oleh Kejaksaan Tinggi NTT, kata Bhuka membuktikan kinerja Kejaksaan Negeri Ende yang lemah dan diragukan. Setiap kasus dugaan korupsi yang ditangani prosesnya tidak jelas dan hal itu menurutnya bukan baru terjadi. Tidak satupun kasus korupsi yang menurut Bhuka dituntaskan oleh aparat penegak hukum di Kabupaten Ende. “Kalau kasus-kasus korupsi di Ende tidak segera dituntaskan dalam waktu dekat kami akan turunkan masa lebih banyak lagi dan menduduki lembaga penegak hukum di Kabupaten Ende,” kata Bhuka.


Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBP Bambang Sugiarto di hadapan massa Sekber mengatakan, atas aspirasi untuk mengungkap kasus korupsi yang ada, dia juga berkeinginan seperti itu. Polres telah menyidik dua kasus korupsi yang saat ini sudah berjalan prosesnya. Kasus dugaan korupsi di PDAM dan kasus pembelian alat uji di Dinas Perhubungan merupakan warisan pejabat sebelumnya. Kapolres Sugiarto katakan, dia berkomitmen untuk meneruskan proses kasus ini hingga tuntas. “Tapi keinginan itu belum terwujud padahal selama ini kita sudah berusaha semampu saya. Tapi saya tetap komitmen maksimal untuk tuntaskan kasus ini,” kata Kapolres Sugoarto.


Dia juga berjanji, selama masih bertugas di Polres Ende, kasus dugaan Korupsi di PDAM tidak akan di-SP3-kan. “Syukur kalau sebelum pindah sudah p-21,” katanya. Bap kasus PDAM, kata dia, sudah dilimpahkan ke Kejaksaan dan dia yakin jaksa belum meneliti berkasnya namun kemudian dikembalikan dan setelah dilimpahkan lagi ke kejaksaan, lagi-lagi dikembalikan dengan sejumlah petunjuk. Petunjuk terkait saksi dari BPKP yang saling bertolak belakang, kata Sugiarto diminta untuk dicabut salah satunya. Namun dua saksi tersebut saling mendukung dan menjadi bukti saksi ahli. Penyidik, kata Sugiarto telah menyurati BPKP untuk memerjelas soal dua saksi dari BPKP. Saat ini penyidik masih menunggu surat tersebut dan jika sudah ada surat maka siap limpahkan kembali berkas ke kejaksaan.


Terkait gelar perkara, Kapolres Sugiarto katakan, jika setelah adanya surat dari BPKP dan berkas dilimpahkan tetapi masih dikembalikan dengan petunjuk pP-19 oleh jaksa baru dapat dilakukan untuk mengetahui apa hambatan dalam kasus ini. “Saya tidak ada kepentingan. Saya orang baru di sini dan hanya melanjutkan.” Dikatakan, Polri diwajibkan setiap tahun harus melakukan penyelidikan dua kasus namun sampai saat ini belum berhasil tuntaskan satu kasuspun. Dalam penanganan kasus ini, katanya, harus ada kerja sama sinergis untuk mendukung penuntasan kasus. Pemerintah sebagai pemilik data korupsi harus mau memberikan data kepada aparat penyidik untuk melakukan upaya penyelidikan.


Ketua KAMMI Ende, Hamsi Said saat berorasi di depan Kantor Kejari Ende mengatakan, selama ini, aparat penegak hukum di Kabupaten Ende dinilai mandul dalam menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi di daerah ini. Aparat penegak hukum dinilainya hanya main kucing-kucingan. Dia meminta agar penegak hukum harus serius dan menjadikan persoalan korupsi merupakan persoalan semua sehingga harus dituntaskan. “Kalau tidak bisa tuntaskan kasus-kasus korupsi lebih baik tutup saja kantor kejaksaan di Ende. Kantor kejaksaan lebih baik dijadikan kandang ayam. Program 100 hari SBY-Boediono salah satunya adalah penegakan supremasi hukum. Tetapi Kajari hanya diam saja atas persoalan ini. Kajari mandul dalam selesaikan persoalan korupsi di Ende,” kata Said.


Massa usai berorasi di Kejaksaan dan hanya diterima Kepala Seksi Pidana Umum, Deden Soemantri kemudian melanjutkan long march ke Kantor DPRD Ende. Di DPRD Ende, mereka hanya diterima Wakil Ketua DPRD Ende, M Liga Anwar. Sedangkan anggota Dewan lainnya tidak berada di kantor tersebut. Massa yang kecewa akhirnya hanya berorasi di teras kantor DPRD Ende. Mereka juga tidak memberikan kesempatan kepada Liga Anwar untuk berdialog dengan mereka. Mereka hanya menggelar orasi dan mencerca keberadaan anggota Dewan.


Purnama, salah satu anggota Sekber dari KAMMI mengatakan, selama masa kampanye para anggota DPRD turun ke masyarakat untuk cari muka dan bagi uang kepada masyarakat. Mereka mengumbar janji-janji namun kemudian janji-janji itu tidak pernah ditepati. DPRD, kata Purnama dipilih oleh rakyat dan sekarang saatnya, rakyat datang menagih janji-janji mereka selama masa kampanye. Dia juga mempertanyakan kinerja Dewan yang lebih banyak mementingkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan masyarakat.




28 Januari 2010

Dipersoalkan, Penandatanganan SPPD Pimpinan dan Anggota Dewan oleh Bupati

* Dewan dan Pemerintah Bukan Lagi Mitra Tapi Atasan dan Bawahan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Pimpinan dan anggota DPRD Ende mempermasalahkan kebijakan baru yang dibuat pemerintah daerah terkait penandatanganan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) oleh bupati dan atau wakil bupati. Dewan berasalan, lembaga Dewan dan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah mitra sejajar. Karena itu jika bupati dan atau wakil bupati menandatangani SPPD pimpinan dan anggota DPRD maka pemerintah dan Dewan bukan lagi mitra kerja melainkan atasan dan bawahan.


Hal tersebut mengemuka dalam dengar pendapat DPRD Ende dengan Pemerintah Kabupaten Ende di ruang rapat Gabungan Komisi, Senin (18/1). Dengar pendapat dipimpin Ketua DPRD Ende Marselinus YW Petu didampingi Wakil Ketua M Liga Anwar. Hadir pula sejumlah anggota Dewan. Dari pemerintah hadir Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Abdul Syukur Muhamad dan sejumlah staf Dinas PPKAD.


Marsel petu diawal dengar pendapat mengatakan, berkaitan dengan penjabaran Peraturan Bupati Nomor 51 Tahun 2009, pada hari Jumad (15/1) sehari setelah DPRD Ende baru menetapkan peraturan daerah pimpinan mendapat penyampaian dari anggota Dewan bahwa SPPD untuk pimpinan dan anggota Dewan ditandatangani oleh bupati dan atau wakil bupati. Kondisi ini sudah dialami oleh anggota Dewan rul Rasyid saat mau melakukan perjalanan dinas. Kejadian ini sangat disesalkan dan dia mempertanyakan kenapa peraturan bupati yang diterbitkan sejak bulan Nopember dan pemberlakuannya baru dilaksanakan pada awal Januari pasca penetapan delapan buah peraturan daerah oleh DPRD Ende.


Terhadap persoalan itu, kata Petu, telah dibahas di tingkat Dewan bersama Sekretariat DPRD Ende. Keputusan yang diambil pada Jumad lalu, kata Petu adalah tidak saja anggaran untuk perjalan dinas pimpinan dan anggota Dewan tetapi seluruh anggaran DPRD Ende dikembalikan kepada Sekretariat Daerah. Hal itu karena penerbitan nomor SPPD adalah nomor Bagian Umum yang sudah diparaf oleh Sekretaris DPRD Ende. “Kami bangga, senang kalau SPPD dan semua anggaran Dewan dikelola oleh bupati karena tanpa sading dengan regulasi. Tapi semua ini berdampak.”


Menurut Petu, jika penjabaran peraturan itu oleh Sekretaris DPRD setelah berkonsultasi dengan Dinas PPKAD maka Sekretaris DPRD tidak perlu merasa bersalah. Kalau Sekwan jabarkan itu dan rasa tidak salah silahkan dijabarkan. Apalagi sudah dikonsultasikan. Sekwan tidak perlu katakan siap terima apapun konsekwensinya.”

Menyikapi persoalan ini, anggota Dewan lainnya Abdul Kadir Hasan mengatakan, keberadaan Peraturan Bupati Nomor 41/2009 tersebut tidak dia persoalkan sepanjang merujuk pada peraturan perundang-undangan.


Sejumlah peraturan yang dicantumkan dalam pasal menimbang yang tidak mengikat lembaga Dewan. Namun dalam penjabarannya di pasal lima peraturan bupati itu mengikat pemerintah dan lembaga Dewan. “Ini menjadi pertanyaan,” kata Kadir. Dikatakan, selain bupati yang berwenang menandatangani SPPD, sesungguhnya SPPD Dewan ditandatangani oleh Sekretaris DPRD. Padahal pada pasal yang sama, katanya, pimpinan dan anggota Dewan setara dengan PNS eselon IIA namun SPPD ditandatangani oleh pejabat eselon IIB. “Jadi pertanyaan anggota Dewan jalankan tugas diperintah oleh PNS eselon IIB.”


Abdul Kadir katakan, sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengisyaratkan bahwa pemerintahan terdiri atas eksekutif dan legislatif sehingga kedudukan pemerintah dan DPRD setara. “Jadi soal ketika dalam penjabarannya tidak setara lagi dengan bupati tetapi menjadi bawahan kepala daerah.”


Yulius Sesar Nonga mengatakan, berdasarkan peraturan ada pelimpahan kewenangan bupati kepada pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran dan SKPD. Bupati telah menerbitkan surat keputusan pengangkatan pejabat-pejabat tersebut. Namun dalam penjabarannya, bupati dan wakil bupati malah yang menandatangani SPPD. Menurutnya, bupati bukanlag sebagai pengguna anggaran. Oleh karena itu, kata Nonga, kalau bupati yang menandatangani dan menerbitkan SPPD maka jelas melanggar aturan.


Yustinus Sani mengatakan, setelah menyimak peraturan bupati yang ada tidak ada pasal yang menyatakan bahwa SPPD pimpinan dan anggota DPRD ditandatangani oleh bupati dan atau wakil bupati. Di dalam peraturan tersebut hanya mengatur soal besaran biaya perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD yang setara dengan pejabat eselon IIA. Namun jika dalam penjabarannya ternyata pimpinan dan anggota Dewan juga ditandatangani oleh bupati maka hal itu patut dipertanyakan.


Heribertus gani pada kesempatan itu mengatakan, dia tidak mempersoalkan peraturan bupati dimaksud sah atau tidak ditujukan kepada lembaga Dewan. Hanya saja dia meminta agar dalam pemberlakuan setiap peraturan apapun harus ada landasan pijak yang jelas. Dia juga mempertanyakan aturan mana yang membenarkan bupati menandatangani administrasi kegiatan di lembaga Dewan. Menurutnya, DPRD dan pemerintah sifatnya mitra tidak saling membawahi. Tetapi, kata Gani, SK yang diberlakukan itu implikasinya Dewan bekerja dan bertanggung jawab kepada bupati.


Dikatakan, pihak Sekretaris Dewan harusnya berkonsultasi dengan pimpinan Dewan terkait adanya peraturan kontroversi seperti itu. Langkah konsultasi itu menurutnya perlu agar dapat dilakukan langkah-langkah antisipasi lebih awal.


Kepala Dinas PPKAD, Abdul Syukur Muhamad menjelaskan, Peraturan Bupati Nomor 51 Tahun 2009 tersebut ditujukan kepada SKPD sedangkan untuk DPRD diatur tersendiri dan merujuk pada peraturan yang pernah diberlakukan pada tahun 2009 lalu. Peraturan tersebut, katanya tidak berlaku untuk pimpinan dan anggota DPRD Ende.


Peraturan tersebut, kata Syukur juga telah dikirimkan ke seluruh SKPD termasuk Sekretariat DPRD Ende pada awal bulan Desember. Dikatakan, dalam pertemuan dengan bupati pada Sabtu lalu, keberadaan peraturan bupati ini telah dibahas. Bupati dalam rapat tersebut, katanya meminta agar peraturan ini dikaji ulang untuk direvisi kembali.




DPD PAN Ende Segera Gelar Rapat Internal untuk Bahas PAW

* Abdul Rahman Wawo Seto Gantikan Markus Gae

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Kabupaten Ende setelah menunggu masa 40 hari pasca meninggalnya anggota DPRD Ende Markus Gae akan segera menggelar rapat internal partai. Rapat dimaksud untuk membahas pergantian antar waktu (PAW) terhadap almarhum Markus Gae.


Merujuk pada peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait dengan pemilihan umum legislatif, mensyaratkan bahwa peraih suara terbanyak yang menjadi anggota Dewan. Sementara dalam pergantian antar waktu baik karena meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan dari kenaggotaan partai maka yang berhak menggantikan adalah calon yang menepati urutan kedua dalam perolehan suara hasil pemilu legislatif 2009 yang lalu.


Hal itu dikatakan Ketua DPD PAN Kabupaten Ende, Sabri Indradewa kepada Flores Pos, Selasa (19/1). Menurut Indradewa, sebelumnya partai telah bersepakat untuk tidak memproses pergantian antar waktu selama proses keagamaan dan masa 40 hari atas meninggalnya almarhum Markus Gae. Masa 40 hari itu, kata Indradewa, telah selesai pada Sabtu (16/1) lalu. Karena itu, kata dia, pada Senin kemarin, partai telah melakukan berbagai persiapan terkait dengan proses PAW. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan berkonsultasi ke KPUD Ende. Hal itu perlu untuk mengetahui sejumlah persyaratan dan tata cara dalam proses pengajuan PAW dimaksud.


Dari hasil konsultasi tersebut, kata Indradewa, di internal partai akan digelar rapat pembahasan dan pengesahan calon anggota pengganti antar waktu. Jika merujuk pada peraturan KPU maka sudah dapat dipastikan calon yang berada di urutan kedua perolehan suara terbanyak yakni Abdul Rahman Wawo Seto akan diproses dan diusulkan untuk menggantikan almarhum Markus Gae. “Kita hanya rujuk aturan KPU. Jadi kalau secara aturan Abdul Rahman Wawo Seto sudah pasti kita calonkan karena kita hanya mensinkronkan dengan peraturan umum dan peraturan di internal partai. Tapi pengesahannya baru dilakukan setelah ada rapat di internal partai,” kata Indradewa.


Dikatakan, selain memenuhi syarat sesuai peraturan KPU, calon anggota pengganti antar waktu ini juga dinilai loyal terhadap partai dan memiliki integritas yang tidak diragukan lagi. Lagi pula, setiap figur yang dicalonkan dari partai dalam pemilu legislatif yang lalu telah melalui proses verifikasi di internal partai dan mereka yang dicalonkan adalah mereka yang benar-benar telah memenuhi semua persyaratan. “Kemampuan dia (Abdul Wawo Seto) tidak diragukan lagi jadi tidak ada alasan tidak mentaati regulasi.” Saat ini, kata dia, calon pengganti tersebut telah diminta untuk sedang melengkapi sejumlah persyaratan yang diperlukan dalam proses PAW. Jika nanti sudah disahkan dalam rapat partai, lanjut Indradewa, partai akan mengusulkannya ke DPRD Ende untuk diteruskan ke KPUD Ende.


Wail Ketua DPRD Ende, M Liga Anwar mengatakan, berdasarkan kesepakatan di tingkat Dewan, tindaklanjut atas meninggalnya almarhum Markus Gae dari Partai Amanat Nasional Belum ditindaklanjuti. Lembaga Dewan memutuskan, baru akan menindaklanjuti hal itu setelah lewat masa 40 hari berkabung. Mengingat saat ini sudah lewat waktu 40 hari tersebut, pimpinan Dewan akan secepatnya menyurati pimpinan partai untuk memproses pergantian antar waktu tersebut. “Saya dan pak ketua sudah berkoordinasi dengan Sekretaris Dewan untuk membuat surat penyampaian kepada pimpinan partai,” kata Liga Anwar.


Dia mengatakan, mekanisme pergantian antar waktu dilakukan mulai dari pimpinan Dewan menyurati pimpinan partai dan selanjutnya partai mengajukan PAW ke DPRD. Selanjutnya, berkas pengajuan PAW tersebut ditindaklanjuti pimpinan Dewan dengan meneruskannya kepada KPUD Ende. Proses verifikasi terhadap calon anggota pengganti antar waktu yang diajukan oleh partai menjadi kewenangan KPUD.


Jika dari hasil verifikasi tersebut, KPUD menyatakan bahwa berkas PAW yang diajukan sudah lengkap dan memenuhi persyaratan maka dikirim kembali ke DPRD dan akan dilanjutkan ke gubernur untuk diterbikan surat keputusannya. Namun jika dalam proses verifikasi tersebut ternyata belum lengkap maka berkas dikembalikan ke Dewan dan kemudian diteruskan ke pimpinan partai untuk dilengkapi. “Kalau gubernur sudah keluarkan SK maka Dewan tinggal jadwalkan waktu pelantikan,” katanya.