31 Januari 2010

Mahasiswa Serukan Mosi Tidak Percaya Terhadap Aparat Penegak Hukum

* Aksi Bersama Sikapi 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sejumlah elemen mahasiswa yang tergabung di dalam Sekretariat Bersama yang terdiri atas elemen Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI), PRD, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Tani (Kota) Ende dan SPARTAN menyatakan mosi tidak percaya terhadap aparat penegak hukum yang ada di Ende. Mosi tidak percaya itu lahir karena kinerja aparat penegak hukum yang dinilai lemah dalam menegakan supremasi hukum di Kabupaten Ende dalam mendukung kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.


Mosi tidak percaya ini disampaikan Sekber dalam aksinya yang digelar pada Kamis (28/1). Aksi dimulai dari Sekber di Sekretarian GMNI dan titik singgah pertama mereka di Kantor Kepolisian Resor Ende. Di Polres Ende, massa dari Sekber menggelar orasi di halaman kantor Polres Ende.

Koordinator Sekber, Andreas Eusebius dalam orasinya mengatakan, menyikapi 100 hari kinerja SBY-Boediono, sebagai mahasiswa mereka patut mempertanyakannya terutama atas segala kebijakan presiden dan wakil presiden yang merugikan masyarakat. Dalam upaya penegakan hukum, kata Eustabio, khsuus untuk Kabupaten Ende ada sejumlah kasus yang sampai saat ini tidak tuntas proses hukumnya. Dia menyebutkan sejumah kasus seperti dugaan korupsi dalam pembelian mesin pompa air di PDAM Ende yang merugikan keuangan negara lebih kurang Rp200 juta lebih, kasus dugaan korupsi pembelian alat uji di Dinas Perhubungan Ende dan sejumlah kasus korupsi lainnya yang sampai saat ini belum dituntaskan aparat kepolisian dan kejaksaan.


Di hadapan Kapolres Ende, Eusebius kembali mempertanyakan penanganan kasus dugaan korupsi di PDAM. Dikatakan, sudah berulang kali BAP bolak-balik dan dengan petunjuk yang masih sama oleh kejaksaan. Dia meminta agar dua institusi yang bertanggung jawab yakni Polres Ende dan Kejari Ende untuk bertemu atau melakukan gelar perkara atas kasus ini untuk mengetahui kendala yang dihadapi keduanya. Dia meminta, selambat-lambatnya tiga minggu sudah harus dilakukan gelar perkara dan jika tidak dipenuhi, Sekber akan perluas jaringan dan mengumumkan mosi tidak percaya terhadap polisi dan jaksa dalam penanganan kasus korupsi.


Ketua GMPI Ende, Nikolaus Bhuka dalam orasinya menekankan sebagai anak bangsa sudah sepatutnya mereka sebagai kaum muda melihat dan mengkritisi kondisi bangsa yang semakin terkoyak yang disebabkan oleh kerakusan anak bangsa sendiri. Keberadaan mereka di Polres untuk menyampaikan kepincangan-kepincangan dalam penanganan hkum kasus-kasus mulai dari pusat sampai di daerah. Kasus Bank Centuri, kata Bhuka menunjukan ketidakmampuan SBY-Boediono dalam penegakan supremasi hukum yang selalu didengungkan selama masa kampanye pemilu presiden yang lalu. Kasus yang merugikan keuangan negara Rp6,7 triliun itu adalah penyalahgunaan uang negara yang merupakan uang rakyat juga. Menurutnya, kalau uang sebesar itu diselamatkan dapat dimanfaatkan untuk memberikan subsidi bagi pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis kepada masyarakat.


Sedangkan untuk Kabupaten Ende, kata Bhuka, ada sejumlah kasus korupsi yang tidak pernah dituntaskan. Dia mencontohkan kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM Ende yang merugikan uang negara/daerah senilai Rp270 juta sampai saat ini berita acara pemeriksaan (BAP) masih bolak-balik antara polisi dan jaksa. Ditengarai, bolak-baliknya BAP ini sudah lebih dari lima kali. “Perlu diketahui bahwa prose bolak-baliknya BAP ini tidak jelas dan tidak transparan dan disinyalir akan di-SP3-kan.”


Terhadap pengambilalihan penanganan kasus pinjaman pemerintah Kabupaten Ende kepada pihak ketiga oleh Kejaksaan Tinggi NTT, kata Bhuka membuktikan kinerja Kejaksaan Negeri Ende yang lemah dan diragukan. Setiap kasus dugaan korupsi yang ditangani prosesnya tidak jelas dan hal itu menurutnya bukan baru terjadi. Tidak satupun kasus korupsi yang menurut Bhuka dituntaskan oleh aparat penegak hukum di Kabupaten Ende. “Kalau kasus-kasus korupsi di Ende tidak segera dituntaskan dalam waktu dekat kami akan turunkan masa lebih banyak lagi dan menduduki lembaga penegak hukum di Kabupaten Ende,” kata Bhuka.


Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBP Bambang Sugiarto di hadapan massa Sekber mengatakan, atas aspirasi untuk mengungkap kasus korupsi yang ada, dia juga berkeinginan seperti itu. Polres telah menyidik dua kasus korupsi yang saat ini sudah berjalan prosesnya. Kasus dugaan korupsi di PDAM dan kasus pembelian alat uji di Dinas Perhubungan merupakan warisan pejabat sebelumnya. Kapolres Sugiarto katakan, dia berkomitmen untuk meneruskan proses kasus ini hingga tuntas. “Tapi keinginan itu belum terwujud padahal selama ini kita sudah berusaha semampu saya. Tapi saya tetap komitmen maksimal untuk tuntaskan kasus ini,” kata Kapolres Sugoarto.


Dia juga berjanji, selama masih bertugas di Polres Ende, kasus dugaan Korupsi di PDAM tidak akan di-SP3-kan. “Syukur kalau sebelum pindah sudah p-21,” katanya. Bap kasus PDAM, kata dia, sudah dilimpahkan ke Kejaksaan dan dia yakin jaksa belum meneliti berkasnya namun kemudian dikembalikan dan setelah dilimpahkan lagi ke kejaksaan, lagi-lagi dikembalikan dengan sejumlah petunjuk. Petunjuk terkait saksi dari BPKP yang saling bertolak belakang, kata Sugiarto diminta untuk dicabut salah satunya. Namun dua saksi tersebut saling mendukung dan menjadi bukti saksi ahli. Penyidik, kata Sugiarto telah menyurati BPKP untuk memerjelas soal dua saksi dari BPKP. Saat ini penyidik masih menunggu surat tersebut dan jika sudah ada surat maka siap limpahkan kembali berkas ke kejaksaan.


Terkait gelar perkara, Kapolres Sugiarto katakan, jika setelah adanya surat dari BPKP dan berkas dilimpahkan tetapi masih dikembalikan dengan petunjuk pP-19 oleh jaksa baru dapat dilakukan untuk mengetahui apa hambatan dalam kasus ini. “Saya tidak ada kepentingan. Saya orang baru di sini dan hanya melanjutkan.” Dikatakan, Polri diwajibkan setiap tahun harus melakukan penyelidikan dua kasus namun sampai saat ini belum berhasil tuntaskan satu kasuspun. Dalam penanganan kasus ini, katanya, harus ada kerja sama sinergis untuk mendukung penuntasan kasus. Pemerintah sebagai pemilik data korupsi harus mau memberikan data kepada aparat penyidik untuk melakukan upaya penyelidikan.


Ketua KAMMI Ende, Hamsi Said saat berorasi di depan Kantor Kejari Ende mengatakan, selama ini, aparat penegak hukum di Kabupaten Ende dinilai mandul dalam menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi di daerah ini. Aparat penegak hukum dinilainya hanya main kucing-kucingan. Dia meminta agar penegak hukum harus serius dan menjadikan persoalan korupsi merupakan persoalan semua sehingga harus dituntaskan. “Kalau tidak bisa tuntaskan kasus-kasus korupsi lebih baik tutup saja kantor kejaksaan di Ende. Kantor kejaksaan lebih baik dijadikan kandang ayam. Program 100 hari SBY-Boediono salah satunya adalah penegakan supremasi hukum. Tetapi Kajari hanya diam saja atas persoalan ini. Kajari mandul dalam selesaikan persoalan korupsi di Ende,” kata Said.


Massa usai berorasi di Kejaksaan dan hanya diterima Kepala Seksi Pidana Umum, Deden Soemantri kemudian melanjutkan long march ke Kantor DPRD Ende. Di DPRD Ende, mereka hanya diterima Wakil Ketua DPRD Ende, M Liga Anwar. Sedangkan anggota Dewan lainnya tidak berada di kantor tersebut. Massa yang kecewa akhirnya hanya berorasi di teras kantor DPRD Ende. Mereka juga tidak memberikan kesempatan kepada Liga Anwar untuk berdialog dengan mereka. Mereka hanya menggelar orasi dan mencerca keberadaan anggota Dewan.


Purnama, salah satu anggota Sekber dari KAMMI mengatakan, selama masa kampanye para anggota DPRD turun ke masyarakat untuk cari muka dan bagi uang kepada masyarakat. Mereka mengumbar janji-janji namun kemudian janji-janji itu tidak pernah ditepati. DPRD, kata Purnama dipilih oleh rakyat dan sekarang saatnya, rakyat datang menagih janji-janji mereka selama masa kampanye. Dia juga mempertanyakan kinerja Dewan yang lebih banyak mementingkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan masyarakat.




Tidak ada komentar: