21 Maret 2010

PMKRI Ende Desak Copot Kajari Ende

* Banyak Kasus Diambil Alih Kejati

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Ende, Marihot Silalahi untuk mundur dari jabatan. PMKRI juga meminta Kejaksaan Agung RI untuk mengganti Kajari Ende karena dinilai gagal menjalankan tugas. Hal itu nampak dari pengambilalihan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Ende oleh Kejaksaan Tinggi Kupang seperti kasus pemberian pinjaman kepada pihak ketiga senilai Rp3,5 miliar.


Hal itu tertuang dalam surat pernyataan sikap PMKRI Cabang Ende yang ditandatangani Ketua Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Ende, Hironimus Gan dan Sekrtetaris Jenderal Emanuel Riwu.

Dikatakan, dinamika kebangsaan masih diwarnai kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), kriminalisasi, diskriminasi dan ketidakadilan sosial. Kondsisi ini mengakibatkan resiko permanen yang dirasakan rakyat adalah kemiskinan dan kemelaratan. Hal ini karena tidak ada sinergi kerja dan komitmen yang baik dari pemerintah daerah dalam mendukung semua program pro rakyat. Di sisi lain, tulis PMKRI, ada sekian banyak eprsoalan lokal Kabupaten Ende seperti kasus KKN yang tidak terselesaikan. Oleh aparat penegak hukum.


Sejumlah kasus dugaan korupsi yang sampai saat ini belum dituntaskan seperti kasus dugaan korupsi pembelian alat uji kendaraan roda dua dan roda empat di Dinas Perhubungan yang diperkirakan merugikan keuangan negara/daerah sebesar Rp1,435 miliar, kasus korupsi dana APBD Ende melalui pinjaman pihak ketiga senilai Rp3,5 miliar. Untuk kasus ini karena Kejaksaan Negeri Ende tidak mampu maka diambil alih dan sedang ditangani Kejati NTT. Selain itu ada kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM Ende dengan kerugian negara senilai Rp270 juta yang hingga kini tidak ada tanda-tanda penyelesaiannya dari pihak kejaksaan. Bahkan, tulis PMKRI ada indikasi kalau pihak kepolisian dari Polres Ende akan menindaklanjuti kasus ini ke Kejati NTT.


“Kalau begitu, apanya yang diharapkan dari Kejari Ende kalau hanya menjadi tempat pemasungan keadilan dan kebenaran yang diperjuangkan oleh masyarakat?” tanya PMKRI. Mereka juga memandang bahwa Kejari Ende semestinya memiliki kejujuran intelektual dan sadar akan kapasitasnya sebagai orang yang tidak mampu dalam menyelesaikan masalah hukum sehingga lebih santun menyatakan mundur dari jabatan.


Dinyatakan, PMKRI harus berani menyatakan hal itu karena kinerja Kejari Ende telah melanggar asa kepastian hukum yang mensyaratkan proses penyelesaian cepat, tidak berlarut-larut sehingga masyarakat tidak menjadi bingung. Di sisi lain, tulis PMKRI, iklim yang diciptakan Kejari Ende telah menunjang suburnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di Kabupaten Ende.


Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, PMKRI menyatakan mendesak Kepala Kejaksaan Negeriu Ende, Marihot Silalahi untuk segera mengundurkan diri dari jabatan. Meminta kepada Kejaksaan Agung untuk segera mengganti Kepala Kejaksaan Negeri Ende karena gagal dalam menjalankan tugas. PMKRI juga menuntut keseriussan aparat Kepolisian Resor Ende untuk terus mengusut tuntas kasus KKN di Ende dan mendukung untuk menindaklanjuti penyelesaian kasus PDAM Ende ke Kejati NTT.


Anggota DPRD Ende dari Fraksi Demokrat, Arminus Wuni Wasa kepada Flores Pos, Selasa (2/3) mengatakan, sikap PMKRI Ende mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Ende mundur dari jabatan merupakan langkah tepat. Kinerja Kajari Silalahi, kata dia memang patut disoroti mengingat selama ini mereka lebih banyak menindaklanjuti kasus-kasus korupsi yang melibatkan orang-orang kecil seperti kontraktor. Sedangkan kasus korupsi yang melibatkan pejabat sulit mereka jamah dan tuntaskan.


Seharusnya, kata Armin, dalam menangani setiap kasus, kejaksaan harus transparan. Kalau kasus yang ditangani dalam proses penyelidikan ternyata tidak menemukan cukup bukti untuk ditingkatkan ke tahapan penyidikan, harusnya disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dan menutup kasus tersebut. “Tapi selama ini dari tahun ke tahun dibiarkan begitu saja tidak diselesaikan dan tidak ada penyampaian. Ada apa ini? Patut dipertanyakan,” kata Armin.


Armin mengambil contoh kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM Ende. Kasus itu, kata dia sudah berulkang tahun sekian tahun dan berkasnya masih tertus bolak-balik polisi-jaksa. “Masa hanya persoalan administrasi saja tidak bisa ditangani sampai BAP harus bolak-balik terus. Bahkan ditengarai polisi akan bawa kasus ini ke Kejaksaan Tinggi di Kupang. Ini berarti ada yang tidak beres di Kejari Ende,” kata Armin. Padahalk, kata dia, masyarakat tahu bahwa kasus ini pelakunya sudah jelas dan nilai dugaan korupsinya juga sudah ada namun hingga kini belum dapat dituntaskan. “Dia (Kajari) harus jelaskan kapan selesaikan kasus ini kepada publik dan apakah bisa atau tidak dilanjutkan.”


Menurutnya, dengan diambilalihnya sejumlah kasus dugaan korupsi yang terjadi di Ende oleh Kejati NTT jelas menunjukan bahwa Kejaksaan Negeri Ende tidak mampu menanganin kasus korupsi. Melihat kondisi seperti ini, wajar kalau PMKRI mendesak agar Kajari Silalahi mengundurkan diri atau diberhentikan oleh Kejaksaan Agung dari jabatannya karena tidak mampu tuntaskan kasus korupsi. “Saya dukung sikap PMKRI. Sebaiknya pak Kajari secara sadar mengundurkan diri kalau tidak minta Kejaksaan Agung untuk copot dia dari jabatan.”




Warga Tendambepa Laporkan Kasus Pengurakan Hutan Adat

* Minta Pelaku Dihukum Berat

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Warga Tendambepa Kecamatan Nangapanda melaporkan kasus pengrusakan hutan adat Nggo Lamba. Hutan adat yang dirusak ini berada pada sumber mata air Ae Piye dan daerah alisan sungai/kali Tembo. Lokasi hutan yang ditebang ini menurut warga juga masuk kawasan hutan negara dan akibat penebangan pohon itu, telah menimbulkan kerusakan hutanm dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan erosi dan banjir.


Benediktus Bei dan Cosmas Asa kepada Flores Pos di Marilonga, Ende, Kamis (25/2) mengatakan, lokasi yang ditebang oleh Lukas Lami merupakan kawasan hutan adat dan masuk dalam hutan negara. Sejauh ini, kata Benediktus Bei, pelaku telah menebang lebih kurang 16 pohon di lokasi tersebut dan jumlah kayu olahan lebih kurang 35 meter kubik. Dikatakan, apa yang dilakukan tersebut telah memberikan dampak buruk seperti banjir yang mengakibatkan rusaknya bendungan. Kondisi ini dikhawatirkan bakal menimbulkan dampak lanjutan berupa penurunan produksi hasil pertanian warga mengingat bendungan tersebut mengairi lebih kuang 50 hektare lahan persawahan milik warga.


Bei dan Cosman mengatakan, berdasarkan ijin penebangan yang dikeluarkan pihak Dinas Kehutanan, lokasi penebangan bukan pada lokasi yang saat ini telah ditebang oleh pelaku. Selain itu, masa berlaku ijin penebangan sudah selesai tetapi pelaku masih melakukan penebangan sejumlah pohon. Ijin dikelaurkan 31 Agustus-8 September 2009. tetapi pelaku masih melakukan penebangan sejak 6 Okotber -22 Desember 2009.


Terhadap persoalan ini, kata Bei, mereka telah melaporkannya kepada Kepala Resor pemangku Hutan (KRPH) Kecamatan Nangapanda. Atas laporan itu, kata Bei, petugas telah turun ke lokasi dan memotret lokasi penebangan yang dilakukan pelaku. Persoalan itu juga telah dilaporkan kepada pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan. “Kami juga sudah lapor ke polisi di Polsek Nangapanda,” kata Bei. Setelah dilaporkan, kata Bei, petugas KRPH kecamatan sudah turun ke lokasi. Sedangkan petugas dari dinas yang hendak turun ke lokasi ternyata tidak sampai ke lokasi namun justru hanya sampai di Kantor Desa Tendambepa. “Kami menyesal kenapa orang dinas tidak sikapi laporan kami dengan serius,” kata Bei.


Diakui, saat melapor ke dinas juga terkesan pihak dinas tidak terlalu merespon dan terkesan melindungi pelaku. Padahal, kata Bei, lokasi penebangan jelas-jelas berada di dalam kawasan hutan lindung. Hal itu nampak dari adanya sejumlah pilar tanda batas hutan yang ada di lokasi penebangan.


Dikatakan, dengan telah dilaporkannya kasus itu ke Polsek Nangapanda, dia berharap agar laporan itu dapat disikapi. Polisi diminta serius menanani kasus penebangan hutan tersebut dan pelakunya diproses hukum. “Kalau terbukti kami minta pelaku harus dihukum berat. Perbuatannya sudah sangat meresakan masyarakat,” kata Bei diamini Cosmas Asa. Mereka juga meminta pihak dinas untuk proaktif mendukung penyelesaian hukum kasus ini. Hal itu karena menurut mereka, jika kasus ini tidak ditindaklanjuti dan diproses hukum serta pelakunya dihukum berat, akan menjadi contoh buruk di kemudian hari. Masyarakat yang lain akan kembali melakukan hal serupa karena melihat kasus seperti inji tidak diproses hukum.


Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ende, Yohanes De Deo Dari di ruang kerjanya mengatakan, kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak dinas dan sudah disikapi. Namun berdasarkan pengecekan lapangan, penebangan kayu tersebut tidak masuk di dalam kawasan hutan lindung namun ada di dalam kawasan hutan adat. Terhadap persoalan itu, kata De Deo Dari, polisi sudah memanggil saksi ahli dari dinas untuk memberikan keterangan.


Laporan tersebut juga sudah disikapi dinas dengan memberikan penjelasan kepada para pelapor terkait status hutan dimaksud yang tidak masuk dalam kawasan hutan negara. Namun, kata dia, pihak pelapor tetap bersikeras untuk melanjutkan proses hukum kasus itu. Dia jga membantah jika ada oknum di dinas yang berupaya menghambat proses kasus tersebut. Menurutnya, kemungkinan pelapor mencurigai dinas menghambat karena dinas mengatakan lokasi itu tidak masuk kawasan hutan negara. Padahal, kata De Deo Dari, jika sampai tetap diproses pun kasus ini karena berada di luar kawasan hutan negara dan merupakan hak milik maka sanksinya juga hanya berupa sanksi pembinaan administrasi. “Padahal mereka sudah rugi waktu dan biaya untuk proses kasus ini. Kita sudah minta camat fasilitasi tapi mereka tetap bersikeras untuk diproses,” kata De Deo Dari.


Kesalahan pelaku, kata Plt Sekda Ende ini adalah karena menebang di lokasi lain yang telah ditentukan saat mengajukan ijin. Lokasi yang diijinkan untuk ditebang di tempat lain namun pelaku menebang di lokasi hutan adat tersebut. Menurutnya, jika penebangan berada di luar hutan negara maka perijinannya merujuk pada peraturan daerah provinsi NTT. Penerapan peraturan ini, kata dia juga lemah dan ada pasal tertentu yang bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Kondisi ini mengakibatkan agak sulit dalam penegakan aturan perundang-undangan.




Yohana Mole Mati Bunuh Diri di Danau Kelimutu

* Kekurangan Tali, Evakuasi Dihentikan Sementara

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Yohana Veroinika Mole (33) warga Tanalodu Bajawa yang tinggal di Jalan Melati Ende meninggal bunuh diri di Danau Kelimutu pada kawah berwarna merah atau ‘ata polo’ yang saat ini warnanya telah berubah menjadi hijau tua. Korban bunuh diri sekitar pukul 11.45 pada Sabtu (27/2). Evakuasi korban coba dilakukan pada Minggu (28/2) namun belum berhasil mengangkat jasad korban. Evakuasi terpaksa dihentikan karena tim SAR dari Maumere mengalami kendala kekurangan tali. Evakuasi baru dilanjutkan pada Senin (1/3) sambil menunggu tambahan tali.

Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBD Bambang Sugiarto kepada Flores Pos, Minggu (28/2) mengatakan, korban adalah warga Jalan Piere Tendean, Kelurahan Tanalodu Kabupaten Bajawa. Alamat di Ende di Jalan Melati di asrama Olangari.

Dikatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap ibu korban Yuliana Mo’i Mole (61) korban sudah 10 tahun terakhir ini sakit. Sejak sebuan lalu korban menyatakan keinginan untuk mengunjungi Danau Kelimutu. Saat berkunjung ke dana itu, korban akhirnya bunuh diri di danau warna Merah yang saat ini telah berubah warnanya menjadi hijau tua. Selain memeriksa ibu korban, polisi juga sudah memeriksa paman korban dan petugas Taman Nasional Kemilutu (TNK).

Dikatakan, dari hasil pemeriksaan awal ini, diketahui bahwa korban bersama rombongan sebanyak lima orang mengunjungi Danau Kelimutu. Keinginan korban berkunjung ke danau sudah diutarakan sejak sebulan yang lalu kepada ibunya.

Jasad korban, kata Sugiarto telah dilakukan upaya evakuasi. Namun upaya evakuasi pada Minggu (28/2) oleh Tim SAR dari Maumere belum berhasil mengangkat jasad korban. Tim SAR mengalami kekurangan tali sepanjang lebih kurang 300 meter. Untuk itu, kata Sugiarto, upaya evakuasi korban terpaksa dihentikan sementara sambil menunggu tali didatangkan. “Evakuasi dilanjutkan besok (Senin) karena tunggu tambahan tali sepanjang 300 meter,” kata Kapolres Sugiarto.

Selain itu, kata Sugiarto, korban agak sulit dievakuasi karena posisinya berada di tebing dengan jarak ke bibir tebing lebih kurang 500 meter. Jasad korban dapat dilihat berada di bibir tebing namun tampak kecil sekali.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Ende, AKP Eko Cahyono mengatakan, terhadap kejadian meninggalnya Yohana Mole di Danau Kelimutu, polisi di Polsek Wolowaru telah memeriksa tiga orang saksi. Dari hasil pemeriksaan itu, korban meninggal jatuh ke bibir danau karena bunuh diri. Ditanya adanya sebab lain kematian korban, Eko mengatakan, korban murni meninggal karena bunuh diri.



Balitbang Programkan Dua Kegiatan Penelitian

* Dukung Kinerja Bupati dan Wakil Bupati

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Kendati dalam waktu dekat ini akan kembali bergabung di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), namun Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten Ende telah memrogramkan dua kegiatan penelitian. Dua penelitian yang telah disetujui yakni penelitian dampak sosial rencana eksplorasi panas bumi Sokoria di Ndona Timur dan penelitian menyangkut pemanfaatan saluran irigasi untuk pengolahan sawah tadah hujan di Maurole dalam rangka mendukung gerakan swasembada pangan 2012.


Hal itu dikatakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Ende, Muslim Rauf kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Rabu (24/2). Muslim Rauf mengatakan, secara de facto, Balitbang memang sudah tidak ada dengan adanya revisi atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008. namun secara de jure Balitbang masih ada karena baru digabungkan ke Bappeda pada April mendatang.


Dikatakan, keberadaan Balitbang ini dalam rangka mendukung bupati dan wakil bupati di mana Balitbang melakukan sejumlah penelitian dan hasilnya menjadi masukan bagi bupati dan wakil bupati. Namun demikina, diakui bahwa selama tahun 2009 Balitbang belum melakukan penelitian. Hal itu karena masih mempersiapkan sumber daya manusia dengan melakukan sejumlah studi banding baik ke Bali maupun ke LIPI Jakarta. Langkah studi banding ke Lipi, kata Rauf untuk mencari tahu langkah-langkah merekrut PNS menjadi tenaga peneliti.


Namun untuk kegiatan penelitian, sudah ada dua rencana penelitian yang telah mendapat persetujuan dan sudah dianggarkan dalam APBD 2010. Dua rencana penelitian tersebut yakni dampak sosial rencana eksplorasi panas bumi Sokoria di Ndona Timur dan penelitian menyangkut pemanfaatan saluran irigasi untuk pengolahan sawah tadah hujan di Maurole. Untuk penelitian pemanfaatan saluran irigasi di Maurole ini, lanjutnya adalah langkah Balitbang dalam rangka mendukung gerakan swasembada pangan 2012 yang dicanangkan Bupati Don Bosco M Wangge dan Wakil Bupati Achmad Mochdar.


Dikatakan, kendati nantinya Balitbang akan menjadi salah satu bidang di Bappeda, namun dia berharap, dua rencana penelitian yang telah disetujui dan telah dianggarkan di APBD 2010 ini dapat direalisasikan pelaksanaannya. Untuk pelaksanaannya, kata Rauf, mengingat sejauh ini belum sempat direkrut peneliti dari kalangan PNS maka penelitian dapat dilakukan bekerja sama dengan Universitas Flores.


Dia juga berharap, ke depan dapat direkrut PNS menjadi peneliti dalam setiap tahun anggaran. Langkah itu menurutnya perlu dilakukan agar peran Litbang dapat lebih optimal dalam mendukung kinerja pemerintah.




153 Ribu Lebih Wjib KTP di Kabupaten Ende

* Masih 30 Ribu Lebih Belum Miliki KTP

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Hingga akhir Desember 2009, wajib Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang ada di Kabupaten Ende telah mencapai angka 153.037. dari total ini, yang telah mengantongi KTP telah mencapai angka 122.440. tersisa 30.597 warga yang belum memiliki KTP. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ende terus melakukan berbagai upaya agar setiap warga wajib KTP dapat mermiliki KTP seperti melakukan sosialisasi dan juga razia kepemilikan KTP.


Hal itu dikatakan Kepala Dians Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ende, HM Thamrin kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Kamis (25/2). Thamrin mengatakan, dari jumlah warga yang belum memiliki KTP ini sudah banyak juga yang mulai periode desember 2009 sampai Februari 2010 ini mendatangi kantor dinas untuk mengurtus KTP-nya.


Namun untuk melakukan penertiban kepada warga wajib KTP yang belum mengurus, kata Thamrin, bekerja sama dengan pihak kecamatan pihak dinas telah melakukan razia KTP. Razia KTP ini melibatkan aparat kecamatan, kelurahan, Polsek dan Koramil. Uji petik razia KTP dilakukan pada 23 desember 2009 lalu di sejumlah tempat seperti di terminal Ndao, sejumlah hotel, apotik dan di KM 6 arah timur Kota Ende. Dari prosews razia itu, petugas berhasil menjaring 324 warga dengan rincian, 185 tidak membawa KTP, 123 belum memiliki KTP, 12 habis masa berlaku, 10 KTP hilang, dan masing-masig dua warga yang memiliki KTP daerah lain yang belum menggunakan blangko KTP nasional dan KTP daerah lain yang belum diengkapi keterangan pindah.


Kepada warga yang terjaring ini, bagi mereka yang belum memiliki KTP langsung diarahkan untuk mengurusnya demikian juga mereka yang masa berlaku KTP-nya sudah habis dan yang sudah hilang atau rusak. “Ke depan kalau tidak diurus maka akan dikenai denda,” kata Thamrin.


Upaya lain yang dilakukan untuk menyadarkan warga dalam mengurus KTP, kata dia adalah dengan melakukan sosialisasi. Terkait sosialisasi ini, dinas telah melakukannya di 20 kecamatan dan sejumlah sekolah. Ke depan, sosialisasi serupa akan terus dilakukan juga dengan melibatkan media massa baik cetak dan elektronik yang menurutnya lebih efektif.


Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Martinus Satban mengatakan, dinas juga tengah menjalankan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Program ini penjabarannya dengan program KTP elektronik 2012. Untuk mendukung program ini, telah dibentuk Tim SIAK yang melibatkan semua pihak mulai dari dinas, aparat kecamatan dan desa. Kegiatan yang dilakukan adalah penyiapan data base di kelurahan dan adesa. Langkah ini dilakukan agar hingga tahun 2011 semua kepala keluarga di Kabupaten Ende sudah memiliki kartu keluarga sebagai dokumen dasar data base.


Selain menjalankan program SIAK, lanjut Satban, dinas juga tengah menggiatkan program nasional rencana strategis pencatatan kelahiran 2011 di mana semua anak Indonesia sampai tahun 2011 sudah tercatat kelahirannya. Upaya untuk merncapai tujuan ini maka mulai tahun 2010 ini dinas membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pencatatan Kelahiran. Pokja ini melibatkan dinas, desa, kelurahan dan petugas yang menagani kelahiran seperti rumah sakit, rumah bersalin, bidamn dam dukun beranak terlatih. Untuk mensuykseskan prograsm ini, kata Satban, mulai 2010-2011 akan dilaksanakan operasi pencatatan kelahiran di sekolah-sekolah mulai dari PAUD, TKK dan SD. Dengan demikian, diperkirakan mulai tahun 2012 dinas hanya melakukan tugas pencatatan terhadap kelahiran baru mengingat semua anak telah tercatat kelahirannya.


Pencatatan kelahiran ini, lanjut Satban merupakan prosedur untuk mendapatkan akte kelahiran bagi anak dalam rangka penegakan hukum dan peraturan perlindungan anak agar setiap anak tercatat kelahirannya dan dapat diterbitkan akte kelahiran.