05 Mei 2011

BPBD dan ICITAP Gelar Pelatihan Standar Sistem Manajemen Keadaan Darurat

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
· * Asia Pasifik Rentan Terhadap Bencana
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Indonesia yang memiliki kondisi geogtrafis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana baik disebabkan faktor alam maupun non alam menimbulkan timbulnya korban jiwa. Juga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis yang dapat menghambat pembangunan nasional. Terhadap kondisi ini, Badan Penanggulangan bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ende bekerjasama dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat International Criminal Investigative Assistance Program (ICITAP) memandang perlu untuk menggelar kegiatan pelatihan standar sistem manajemen keadaan darurat.
Kegiatan pelatihan di Hotel Grand Wisata, Senin (2/5) ini menghadirkan tiga orang instruktur masing-masing, John A Mantanio, Koordinator Senior untuk Program Pengembangan Sistem Manajemen untuk ICITAP, Dana R Carrington, Instruktur Penegakan Hukum pada Pengembangan Sistem Manajemen ICITAP di Departemen Kehakiman Amerika Serikat dan Damianus Bilo, Penasehat Teknis untuk Proyek Pemberantasan Perdagangan Manusia pada Kedutaan Besar AS di Jakarta.
John Montanio dalam pemaparan awalnya mengatakan, wilayah Asia Pasifik dan Asia tenggara khususnya merupakan daerah yang sangat rentan terhadap bencana. Dalam setiap bencana gempa, selalu diikuti dengan ancaman tsunami. Diawal pemaparannya, John juga meminta semua peserta untuk menentukan permasalahan yang dihadapi selama ini dalam penanganan tangap darurat. Persoalan seperti kurangnya koordinasi antar instansi, kurangnya kemampuan sumberdaya manusia serta sejumlah persoalan lainnya menurutnya adalah persoalan yang sama yang dialami di setiap daerah dalam situasi tanggap darurat.
Sistem tanggap darurat ini, kata dia telah dikembangkan Pemadam Kebakaran Amerika sejak tahun 1966 yang kemudian terus dilakukan pembenahan. Hingga saat ini, kata John, ICITAP telah melakukan pelatihan sebanyak 65 kali dan semua hal yang diberikan sangat bermafaat dalam penanganan tanggap darurat.
Dalam penanganan situasi tanggap darurat, diperlukan adabya sistem komando pengendalian lapangan (KPL) untuk mnegelola kejadian darurat atau non darurat. Sistem KPL ini dapat digunakan dalam situasi besar maupun kecil. Sistem ini memiliki fleksibilitas internal yang cukup dan bisa berkembang atau menyusut sesuai kebutuhan. Karena itu menurutnya sistem ini sangat efektif dan efisien dari segi biaya.
Sistem KPL memiliki sejumlah bidang utama yang meliputi organisasi sistem KPL, fasilitas kejadian darurat, rencana kegiatan kejadian darurat, rentang kendali, tanggung jawab umum dan penerapan. Dalam penerapannya, diubutuhkan kepala KPL yang dapat membawahi sejumlah bagian.
Manajemen kejadian darurat, kata John, akan selalu melibatkan lima fungsi utamasatu orang kepala KPL dapat bertanggungjawab atas seluruh fungsi atau fungsi-fungsi tersebut dapat diwakili oleh suatu bagian utama dalam organisasi sistem KPL. Fungsi tersebut yakni fungsi komando, operasi, perencanaan, logistik dan keuangan/administrasi. Dalam keadaan apapun, kepala KPL memiliki tanggungjawab terhadap lima fungsi ini secara efektif dan aman. Menurutnya, seorang kepala KPL tidak dapt bekerja sendiri untuk semua unit tugas karena itu diperlukan pembagian peran. Dalam menempatkan orang yang menduduki posisi ini, John menyarankan untuk memilih orang terbaik untuk menempati posisi dimaksud.
Ketika kepala KPL meninggalkan tempat tugas, tanggungjawab harus diserahkan kepada deputi untuk menjalani tugas kepala KPL deputi dapat melaksanakan tugas yang diminta oleh kepala KPL, dan sebagai pengganti kepala KPL serta menjadi perwakilan ke instansi atau fungsi pendukung.
Dalam memudahkan fungsi koordinasi, kepala KPL juga dapat membentuk staf komando untuk beberapa tugas yakni petugas onformasi. Informasi ini menurutnya harus difokuskan pada satu titik untuk memudahkan dan tidak membingungkan. Petugas pengamanan keselamatan bertuags mengantisipasi, mendeteksi dan memperbaiki keadaan yang tidak aman serta menghentikan kegiatan yang tidak aman di luar lingkup rencana kegiatan kejadian darurat. Petugas penghubung melakukan tugas menemui dan menyambut perwakilan dan instansi luar, membawa mereka ke dalam organisasi kejadian darurat dan menyediakan laporan situasi dan rencana kegiatan kejadian darurat.
Selain itu dapa pula membentuk perwakilan kesatuan dan ditugaskan pada kejadian darurat oleh instansi dan diberi kewenangan untuk mengambil keputusan. Hal ii penting karena semakin menunda pengambilan keputusan akan tidak proaktif mengingat situasi akan selalu berubah dengan cepat. Asisten juga perlu ditunjuk dan yang ditunjuk menjadi asisten harus memiliki kemampuan teknis dan tanggungjawab di bawah jabatan utama. Asisten digunakan sebagai bawahan jabatan komando, khususnya petugas informasi dan petugas pengamanan keselamatan.
Dana R Carrington dalam materinya prinsip-prinsip dan fitur KPL mengatakan, manajemen sistem KPL terdapat lima fungsi yakni fungsi komando memili tanggungjawab terhadap semua kegiatan tanggap darurat dan membawahi seluruh personil yang melakukan tugas di lapangan. Fungsi prencanaan yakni mengumpulkan informasi dan membuat perencanaan kegiatan tanggap darurat. Fungsi logistik untuk memesan sumberdaya pendukung dalam pelaksanaan tanggap darurat. Fungsi keuangan/administrasi bertanggungjawab terhadap pembiayaan kegiatan tangap darurat.
Komando dalam menjalankan tuags mudah menimbulkan ide untuk tujuan objektif dan mudah dalam mengidentifikasi sumberdaya untuk mencapai tujuan. Kesulitan yang sering mencul adalah antara apa yang dicapai dengan siapa yang dimanfaatkan untuk emncapai tujuan itu.
Manajemen dalam kejadian darurat juga sangat diperlukan dan dibutuhkan keijakan, sasaran kejadian darurat, strategi, taktik untuk mencapai keberhasilan operasi. Semua orang yang ada di tiap kelompok bertanggungjawab kepada satu pengaas atau supervisor. Masing-masing tingkatan harus ada pengawas jika tidak maka pelaksanaan di lapangan tidak dapat berjalan. Komando harus menunjukan apa yang dilakukan, di mana dan personil memiliki pengawas untuk memastikan pelaksanaan tugas-tugas dimaksud. Dalam sistem KPL bisa melibatkan hanya tiga orqng dan bisa pula melibatkan ribuan orang di dalamnya tergantung sitasui operasi darurat yang dihadapi.
Damianus Bilo dalam materinya aspek-aspek hukum mengenai tanggungjawab dalam sistim manajemen keadaan darurat mengatakan, tanggungjawab merupakan perhitungan atas suatu hal yang terjadi serta kewajiban untuk memberikan suatu pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkan. Dasar pelaksanaan tanggungjawab enurutnya muncul karena kesalahan yang menimbulkan kerugian pihak lain yang timbul baik karena kesengajaan beritikat buruk maupun yang timbul dari kelalaian yang dapat dicela atau tidak dapat dibenarkan. Pengabaian kewajiban hukum nasional maupun internasional di mana hukum seringkali menetapkan berbagai kewajiban konstitusional bagi aparatur negara utuk dilaksanakan. Dalam praktik, kewajiban-kewajiban yang ditetapkan tersebut sering tidak dilaksanakan atau diabaikan dan bila timbul kerugian maka wajib bertanggungjawab.
Tanggungjawab juga lahir karena pelanggaran kesepakatan atau perjanjian. Dalam pergaulan internasional terdapat prinsip pacta sunt servada yang telah dianut secara universal sehingga sudah merupakan prinsip umum hukum internasional. Jika timbul kerugian akibat dihilangkannya kesepakatan yang sudah dibuat maka wajib bertanggungjawab.
Bilo mengatakan, ada pengecualian yang dapat membebaskan tanggungjawab di mana tanggungjawab tidak dituntut hanya dalam kondisi force majeure atau keadaan memaksa, keadaan darurat dan pembelaan diri atau upaya mempertahankan diri. Namun jika diluar tiga hal ini maka harus bertanggungjawab.
Prinsip umum hukum internasional, lanjutnya juga mengatur soal tanggungjawab. Di dalam pacta sunt servanda engatur bahwa perjanjian yang telah disepakati harus dilaksanakan dengan itikat baik. Dalam pasal satu international law comission’s draft on state responsibiliti dikatakan bawha setiap kesalahan secara intens yang dilakukan oleh suatu negara dimana tiap orang yang berbuat dan timbul kerugian bagi orang lain maka harus bertanggungjawab. Selanjutnya di dalam pasal 1365 KUHPerdata mengatur bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian bagi pihak lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya mengganti kerugian tersebut. Dalam pasal 1336 juga menegaskan bahwa setiap orang bertanggungjawab bukan hanya atas kerugian yang disebabkan dari perbuatan-perbuatan melainkan juga atas kerugian yang disebabkan dari kelalaian atau kesembronoannya.
Dikatakan, pada prinsipnya pihak yang dirugikan berhak endapatkan ganti rugi atau kerugian yang ditimbulkan pihak lain. Setiap orang dapat bebas dari tanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya hanya ketika berada dalam kondisi force majeure, necessity dan self defence.
Dalam menangani keadan darurat, Bilo menyarankan agar melakukan pekerjaan dengan sebai-baiknya secara profesional dan penuh dedikasi serta jangan pernah mengabaikan kewajiban hukum sekecil apapun meskipun kewajiban tersebut hanyalah merupakan kewajiban konstitusional.
Pelatihan ini dilaksanakan selama lima hari dari Senin-Jumad (2-6/5). Tujuan pelaksanaan kegiatan ini, kata Agustinus Sina, adalah untuk mempersiapkan tanggap darurat yang efektif dan terkoordinasi pada saat keadaan darurat yang melibatkan instansi terkait. Hal ini, lanjutnya dapat dicapai dengan menstandarisasi komponen-komponen kunci dari sistem manajemen keadaan darurat, memfasilitasi arus informasi di dalam dan antar seluruh tingkatan dari sistem ini serta memfasilitasi interaksi dan koordinasi antar seluruh instansi yang terlibat dalam tanggap darurat. Dari sini, kata Sina, diharapkan penggunaan SSMKD akan mengurangi ketidakefektifan koordinasi dan komuniasi serta menghidanri penggandaan pemesananj sumberdaya dalam kegiatan tanggap darurat.

Tidak ada komentar: