05 Mei 2011

Kasus Dugaan Korupsi di PDAM Disidangkan

  • Dua Tersangka Disidangkan Masing-Masing

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Dua dari tiga terdakwa masing-masing Mohamad Kasim Djou dan Yasintha Asa yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM Ende mulai menjalani persidangan. Sidang kedua terdakwa disidangkan dalam sidang yang berbeda. Terdakwa Kasim Djou terlebih dahulu disidangkan kasusnya dan setelah itu baru digelar sidang untuk terdakwa Yasintha Asa walau dalam hari yang bersamaan. Dalam sidang perdana ini dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. dar

Pantauan Flores Pos di kantor Pengadilan Negeri Ende, Rabu (2/2), terdakwa Mohamad Kasim Djou didampingi dua penasehat hukumnya masing-masing Fabianus Sonda dan Petrus Lomanledo mulai menjalani persidangan. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Susilo Utama didampingi Amin I Bureni dan Ni Luh Putu Partiwi sebagai hakim anggota. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hadir dalam persidangan kasus ini adalah Alboin M Blegur dan Tresia Weko.

Di awal persidangan, Hakim Ketua terlebih dahulu menanyakan kepda terdakwa Kasim Djou soal kesehatan dan kesiapannya mengikuti jalannya persidangan. Majelis Hakim juga menanyakan apakah terdakwa sudah menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus yang dia hadapi itu. Atas pertanyaan ini, terdakwa Kasim Djou mengatakan, dia sudah menerima surat dakwaan JPU. Dia juga sudah membaca dan memahami dakwaan JJPU tersebut. Sidang akhirnya dilanjutkan dengan pembacaan dakwaan JPU yang dibacakan Teresia Weko.

JPU dalam dakwaan primer terhadap Kasim Djou menyatakan berdasarkan surat keputusan bupati Ende tanggal 3 Januari 2002 selaku Direktur Utama PDAM Tirta Kelimutu Ende sebagai pengguna angaran pengadaan pompa distribusi air di PDAM Tirta Kelimutu Ende melakukan atau turut serta melakukan dengan saksi Yasinta Asa selaku pelaksana harian Direktur Administrasi Umum dan Keuangan pada PDAM Tirta Kelimutu dan saksi Samuel Matutina selasku Direktur PT Srikandi Mahardika Utama sebagai pelaksana pengadaan mesin telah melakukan beberapa perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Dalam tahun anggaran 2004 PDAM mendapat alokasi dana pengadaan pompa distribusi air sebesar Rp768,8 juta yang berasal dari APBD Ende 2004. atas dasar pengadaan pompa tersebut, Kasim Djou menghubungi PT Saka Parfima Denpasar dan memberitahukan bahwa PDAM akan melaksanakan pengadaan pompa distribusi air. Selanjutnya, PT Saka Parfima Denpasar mengirimkan surat penawaran pompa pada tanggal 16 Juni 2004 dengan harga penawaran pompa Rp713,805 juta, asesoris Rp80,201 juta, total menjadi Rp794,006 juta ditambah Ppn sebesar Rp79,4 juta sehingga total seluruhnya menjadi Rp873,407 juta.

Kasim Djou lalu memerintahkan Yasinta Asa melakukan klarifikasi pembelian pompa distribusi air ke PT Saka Prafima Denpasar pada 1 Juli 2004. pada 2 September, Kasim Djou membuat surat permohonan rekomendasi penunjukan langsung kepada bupati dan pada 9 September bupati mengirimkan surat perihal ijin prinsip penunjukan langsung yang menyatakan dalam pelaksanaan tetap memperhatikan ketentuan Keputusan Presiden tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam Kepres 80 Tahun 2003, pasal 17, pengadaan barang dan jasa pemerintah, penunjukan langsung seharusnya hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertenu dan keadaan khusus dengan melakukan negosiasi teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Kasim Djou ternyata tidak menanggapi penawaran PT Saka Parfima namun hanya menyampaikan per telepon bahwa yang mengadakan pompa distribusi air adalah Samuel Matutina selaku Direktur PT Srikandi Mahardika Utama dan PT Saka Parfima memberikan dukungannya seolah-olah dia sudah tahu bahwa Smauel Matutina yang nantinya akan menjadi penyedia pompa distribusi air pada PDAM. Dia juga yang memerintahkan Yasinta Asa klarifikasi ke PT Saka Parfima padahal itu seharunya dia juga mengetahui bahwa panitia belum dibentuk namun tetap menentukan pengadaan pompa distribusi air dengan metode penunjukan langsung.

Pada 20 September 2004, baru terdakwa Kasim Djou mengeluarkan surat penunjukan panitia penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa dan menunjuk lima orang pegawai PDAM Ende yakni Rusyanti Moa (ketua panitia), Aplonia Terroe (sekretaris), Bukry Jayadi, Lambertus Roa, Muhamad Natsir (anggota). Kelima orang ini sudah diketahui terdakwa tidak emilikli sertifikat keahlian pengadan barang dan jasa pemerintah.

Selanjutnya, pada 28 September 2004, Yasinta Asa memimpin pertemuan yang dihadiri panitia. Pada pertemuan ini, Yasinta Asa memperkenalkan Samuel Matutina yang diminta datang oleh Yasinta Asa. Dia mengatakan kepada panitia bahwa yang akan melaksanakan pengadaan pompa distribusi adalah Samuel Matutina. Hasil pertemuan dilaporkan keesokan hariunya kepada terdakwa Kasim Djou.

Harga pompa merek grundfos ditambah biaya lainnya yang ditawarkan Samuel Matutina kepada terdakwa adalah, harga pompa, 486 juta, biaya pengiriman Rp30 juta, asuransi Rp2 juta, biaya bongkar Rp1 juta, biaya akomodasi pelatihan Rp6,5 juta, biaya overhead Rp36,45 juta, biaya cost money Rp64,9 juta, keuntungan Rp78,356 juta. Jumlah harga pompa Rp705,212 juta, jumlah harga penawaran dibulatkan Rp700 juta. Harga pompa menurut kontrak tanpa asesoris dan Ppn sebesar Rp681,568 juta, dikurangi cost of money Rp64,9 miliar maka diperoleh harga tunai pompa menurut kontrak sebesar Rp616,663 juta.

Terdakwa tidak menetapkan harga perkiraan sendiri dan hanya mengacu pada penawaran PT Saka Parfima yang merupakan diler resmi pompa grundfos di Denpasar tnpa membandingkan diler lainnya. Samuel Matutina membeli pompa pada diler lain di Jakarta yakni PT Aneka Makmur Teknik Nusa Jaya dengan perhitungan harga pompa tanpa asesoris dan biaya lainnya sampai dengan pompa tiba di Ende adalah, harga pompa sesuai faktur Rp363,458 juta, biaya pengiriman Rp30,278 juta, biaya asuransi Rp1,9 juta, biaya bongkar Rp1 juta, biaya akomodasi pelatihan Rp6,2 juta, biaya overhead Rp27,2 juta. Jumlah harga yang diperoleh Rp430,211 juta. Kemahalan harga pompa yang terjadi dari pembelian pompa distribusi air ini adalah Rp186,451 juta yang merupakan kerugian negara akibat perbuatan terdakwa.

Perbuatan terdakwa ini melanggar pasal 2 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 KUHP junto pasal 64 KUHP.

Sidang kasus ini akan kembali dilanjutkan pada Senin (7/2) dengan agenda eksekspi terhadap dakwaan JPU.

Tidak ada komentar: