14 Oktober 2009

Dewan Fasilitasi Penyelesaian Persoalan Tanah di Moni

* Tanah untuk Pasar Moni

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ende setelah mendapatkan laporan permasalahan tanah sengketa Detukombo, Desa Koanara Kecamatan Kelimutu yang sedianya diserahkan untuk kepentingan pasar Moni telah berupaya memfasilitasi. Dewan telah melakukan pendekatan kepada kedua belah pihak yang bersengketa agar bisa duduk bersama membicarakan persoalan itu. Dewan berharap, masing-masing pihak bisa lebih arif mengingat tanah tersebut nantinya akan dijadikan lokasi pasar demi kepentingan masyarakat umum.

Anggota DPRD Ende dari Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI), Emanuel Erikos Rede kepada Flores Pos di gedung Dewan, Senin (12/10) mengatakan, mosalaki Watugana Moni atas nama Pius Pede athu bersama kuasa hukum Louis A Lada pada beberapa waktu lalu telah mendatangi Dewan dan menyampaikan persoalan tanah di Desa Koanara Kecamatan Kelimutu. Tanah tersebut, kata Eric Rede, sudah diproses hukum hingga ke tingkat peninjauan kembali di mana pada tingkat PK dimenangkan oleh Frans Wangge dan kawan-kawan.

Mosalaki Watugana Moni Pius Pede, lanjut Rede datang bersama kuasa hukumnya menyampaikan bahwa mereka hendak masuk kerja di lokasi tanah tersebut. Pada saat itu, kata dia, Dewan menawarkan agar untuk menyelesaikan persoalan tersebut Dewan menjadi mediator guna memfasilitasi mempertemukan kedua belah pihak yang berperkara. “Kita tanya kepada mereka bahawa apakah masih ada ruang untuk pertemuan dengan pohak Frans Wangge dan kawan-kawan dan oleh mosalaki katakan masih ada ruang.” Adanya keterbukaan bahwa masih ada ruang dialog yang bisa dibangun maka sudah berupaya bangun komunikasi dengan pihak Frans Wangge dan komunikasi yang dibangun ternyata disambut positif. “Kita tinggal tunggu waktu yang tepat untuk pertemukan kedua belah pihak. Mungkin dalam minggu ini sudah bisa kita pertemukan.” Dalam upaya memfasilitasi ini, kata dia Dewan bekerja sama dengan pemerintah kecamatan. Dalam proses ini pula, kata Rede, Dewan dan pemerintah kecamatan hanya memfasilitasi dan tidak melakukan intervensi kepada kedua belah pihak.

Diakuinya, persoalan tanah itu sudah di bawa ke pengadilan bahkan sampai ke tingkat PK dan dimenangkan oleh Frans Wangge dan kawan-kawan. Namun, kata Rede, mengingat persoalan ini merupakan persoalan kemasyarakatan sehingga ingin menyelesaikannya secara komprehensif dengan tetap memperhatikan kearifan lokal apalagi di sana ada mosalaki. Kepada Frans Wangge dan kawan-kawan juga diharapkan untuk dapat mengerti secara adat agar tetap memperhatikan hak-hak adat. Demikian halnya dengan mosalaki diharapkan pula untuk tetap memperhatikan Frans Wangge adalah merupakan bagian dari masyarakat Moni. Mosalaki Moni juga diharapkan untuk bisa duduk bersama dalam forum adat untuk membicarakan persoalan ini secara arif dan bijaksana demi kepentingan aji anak kalo fai walo secara keseluruhan.

Louis A Lada, Kuasa Hukum para pemohon PK dalam siaran persnya menegaskan, kasus sengketa tanah Detukombo, Desa Koanara Kecamatan kelimutu tersebut sudah didaftar di Pengadilan Negeri Ende dengan Nomor 16/PN.END/PDT/1977. sedangkan di Mahkamah Agung tingkat Peninjauan Kembali terdaftar dengan registrasi Nomor 589 PK/PDT/2002. ditegaskan pula bahawa putusan MA dalam perkara tersebut cacat bentuknya sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik yang berarti tidak mempunyai kekuatan pembuktian sehingga batal demi hukum. Hal mana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1869. selain itu terdapat fakta bahwa para pemohon PK dalam perkara tidak menandatangani putusan tersebut karena putusan bercacat bentuk sehingga putusan tersebut tidak otentik sehingga harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak mengikat para pemohon PK dengan segala akibat hukumnya.

Lada juga menulis bahwa karena putusan tersebut menimbulkan tafsiran yang pro kontra di mana pihak Fransiskus Wangge dan kawan-kawan sebagai termohon PK mengklaim bahwa mereka yang menang dalam perkara tersebut sedangkan dari pihak Daniel Balu dan kawan-kawan sebagai para pemohon PK mengklaim bahwa putusan cacat bentuk, tidak bernilai sebagai akta otentik sehingga batal demi hukum. Karena itu kuasa pemohon PK mengajukan protes terhadap putusan MA ditujukan kepada seluruh pejabat publik di negeri ini mulai dari presiden sampai kepala desa termasuk MA namun tidak mendapat tanggapan dari MA. Satu-satunya lembaga tinggi negara yang menanggapi surat protes adalah pimpinan DPR RI yang menyatakan antara lain putusan MA tersebut tidak adil dan sangat merugikan para pemohon PK dalam arti mendukung perjuangan para pemohon PK.

Ditegaskan pula bahwa surat perjuangan telah diterima Pemerintah Kabupaten Ende namun dari pihak Frans Wangge dan kawan-kawan telah mengadakan kegiatan eksekusi sendiri tiga kali berturut-turut dengan berkolusi dengan Pemerintah Kabupaten Ende. Eksekusi pertama dilakukan pada 11 Februari 2009 yang melibatkan Polsek wolowaru dan Satuan Polisi Pamong Praja namun gagal. Eksekusi mendapat perlawanan dari Mosalaki Tanah Moni dan masyarakat adat karena suratnya pengukuran tanah di pasar Moni namun yang diukur tanah sengketa di Detokombo-Moni. Eksekusi kedua pada 16 Maret 2009 namun ditolak Mosalaki Tanah Moni dengan suratnya pada 14 Maret 2009. eksekusi ketiga pada 24 Agustus 2009 dengan menerjunkan anggota Brimob, Sat Pol PP namun kembali gagal karena diadang Mosalaki Tanah Moni dan masyarakat adatnya.

Kegagalan ini, tulis Lada karena Frans Wangge dan kawan-kawan tidak ada dasar hukumnya sebab putusan MA tersebut cacat bentuk yang akibat hukumnya adalah non excetable tetapi malah mau dieksekusi berulang kali.




Tidak ada komentar: