28 Oktober 2009

Ditunda, Pelimpahan BAP Kasus Dugaan Korupsi di PDAM

* Tim Jaksa Penuntut Umum Masih di Luar Daerah

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Setelah melengkapi sejumlah petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat mengembalikan berkas perkara dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM, polisi telah melakukan koordinasi dengan pihak JPU untuk melimpahkan kembali berkas ke kejaksaan. Namun karena tim JPU belum siap untuk meneliti berkas yang dilimpahkan polisi maka pelimpahan BAP tersebut ditangguhkan. Alasan penangguhan pelimpahan BAP karena tim JPU ada yang masih berada di luar daerah dan belum kembali ke Ende. Pelimpahan BAP baru dilakukan kembali pada 6 Nopember mendatang.

Hal itu dikatakan Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBP Bambang Sugiarto di ruang kerjanya, Selasa (27/10). Kapolres Sugiarto mengatakan, sejumlah petunjuk yang diberikan oleh jaksa sudah dipenuhi penyidik. Petunjuk yang diberikan seperti meminta dilakukan konfrontir terhadap para tersangka masing-masing Mohamad Kasim Djou, Samuel Matutina dan Yasinta Asa telah dilakukan. Ketiga tersangka sudah dipanggil dan dikonfrontir. Dalam konfrontir tersebut dilakukan untuk mengetahui peran ketiga tersangka pelaku mulai dari proses perencanaan, pembentukan panitia hingga pada pembelian mesin pompa air.

Selain melakukan konfrontir terhadap ketiga tersangka, lanjut Sugiarto, penyidik juga sudah memeriksa kembali dua orang bendahara masing-masing Aplonia dan Marni Muksin. Penyidik juga sudah melengkapi bukti-bukti pemeriksaan yang diminta dari BPKP sesuai petunjuk jaksa. Namun bukti yang sudah diterima itu dalam bentuk kopian. “Jangan sampai setelah kita dapat kopiannya besok-besok malah dikasih petunjuk harus minta yang asli. Itu yang kita khawatirkan.”

Petunjuk lain yang juga telah dipenuhi penyidik, kata dia adalah permintaan jaksa penuntut umum agar penyidik mendapatkan kuitansi pengambilan uang senilai Rp23,2 juta dari BRI Unit Detusoko yang dananya diambil untuk pembayaran cicilan pembelian mesin pompa air. Bukti penarikan dana itu, kata Sugiarto sudah dicek dan sesuai penjelasan sudah termasuk dalam voucher Rp41,7 juta sehingga jika jaksa meminta kuitansi maka kuitansinya tidak ada. Namun, penyidik sudah mengkopi bukti penarikan dana tersebut dari BRI Unit Detusoko dan sudah ada pada penyidik.

Setelah melengkapi semua petunjuk jaksa, penyidik hendak melimpahkan berkas ke kejaksaan. Namun dalam koordinasi dengan pihak kejaksaan mereka meminta agar BAP tidak perlu dijilid terlebih dahulu. Hal itu untuk mengantisipasi pengembalian berkas oleh kejaksaan untuk dilengkapi lagi. Untuk itu, berkas baru dijilid setelah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.

Namun, Sugiarto, saat penyidik hendak melimpahkan BAP ke kejaksaan, dalam koordinasi dengan pihak kejaksaan mereka meminta agar pelimpahan BAP ditangguhkan terlebih dahulu. Hal itu karena tim JPU belum siap untuk meneliti BAP karena pada saat ini ada sejumlah jaksa yang masuk dalam tim untuk menangani kasus dugaan korupsi pembelian mesin di PDAM Ende masih berada di luar daerah. “Mereka minta agar kita tangguhkan dulu karena banyak jaksa ke luar daerah. Nanti tanggal 6 Nopember baru kita limpahkan.”

Ditanya terkait bantahan Fabianus Sonda, penasehat hukum dari Mohamad Kasim Djou dan Samuel Matutina, terkait tidak dikonfrontirnya para tersangka pada saat pemeriksaan dan belum dibubuhkannya tandatangan atau paraf oleh penasehat hukum, Kapolres Sugiarto mengatakan, dalam pemeriksaan kemarin para tersangka dikonfrontir. Mereka semua dipertemukan. Dia membantah jika dikatakan para tersangka tidak dipertemukan dalam pemeriksaan kemarin. Sedangkan terkait belum membubuhkan tandatangan atau paraf pada BAP, Sugiarto mengatakan paraf sudah dibubuhkan oleh penasehat hukum Yasinta Asa. Namun, penasehat hukum hanya mau membubuhkan paraf pada berkas pemeriksaan yang baru dilakukan. Sedangkan berkas pemeriksaan yang sebelumnya penasehat hukum tidak mau membubuhkan paraf.

Kapolres Sugiarto mengakui, penanganan kasus dugaan korupsi dalam pembelian mesin pompa air di PDAM Ende ini sudah menyita banyak waktu, tenaga dan bahkan biaya. Untuk itu dia berharap, kerja keras penyidik dan pelimpahan kali ini dapat diterima tim JPU dan tidak ada lagi petunjuk yang diberikan. “Kalau penuntut umum berpendapat belum lengkap terus, kapan baru berpendapat lengkap?” tanyanya. Dikatakan, jika tidak ada keberanian untuk majukan kasus ini untuk diproses lebih lanjut maka kasus-kasus korupsi yang lain akan sulit untuk ditangani.

Fabianus Sonda, penasehat hukum dari Mohamad Kasim Djou dan Samuel Matutina mengatakan, dalam surat panggilan melalui penasehat hukum dikatakan untuk konfrontir. Namun kenyataan, kata Sonda, dalam proses pemeriksaan itu tidak dilakukan konfrontir terhadap para tersangka. “Saya sempat tanya kepada penyidik, apa ini konfrontir atau pemeriksaan tambahan namun tidak dijawab.” Menurut Sonda, selama pemeriksaan berlangsung tidak pernah dilakukan konfrontir antara tersangka yang satu degan tersangka yang lain.

Sementara terkait pernyataan Kapolres Sugiarto yang menyatakan bahwa penasehat hukum sudah membubuhkan paraf pada berita acara pemeriksaan dibantah dengan tegas oleh Sonda. Menurutnya, setelah selesai pemeriksaan dia tidak pernah membubuhkan paraf pada berita acara pemeriksaan. Yang membubuhkan paraf pada waktu itu, kata Sonda hanya oleh para tersangka. dia bersikukuh tidak mau membubuhkan paraf atau tandatangan pada BAP karena tidak diatur di dalam KUHAP. Dia menilai pernyataan Kapolres bahwa penasehat hukum sudah membubuhkan paraf merupakan pembohongan terhadap publik seakan-akan semua petunjuk jaksa sudah dipenuhi semuanya. “Ibarat lempar batu sembunyi tangan yang pada akhirnya jaksa nanti yang disoroti oleh masyarakat.”




Tidak ada komentar: