25 Februari 2010

Terindikasi Penggelembungan Suara, Hasil Pemilihan Tidak Diterima

* Pemilihan Kepala Desa Nakambara Kecamatan Wolowaru

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Proses pemilihan kepala desa di Desa Nakambara Kecamatan Wolowaru pada 14 Nopember 2009 yang lalu diduga ada indikasi penggelembungan surat suara. Dari jumlah pemilih sah yang masuk daftar pemilih tetap sebanyak 698, yang menggunakan hak pilih sebanyak 659. Namun dalam proses penghitungan suara, terdapat tambahan 11 surat suara sehingga total surat suara yang masuk menjadi 670 surat suara. 

Atas indikasi penggelembungan surat suara ini, calon nomor urut satu atas nama Muhamad Amir Woti menyatakan keberatan dan tidak menerima hasil pemilihan tersebut. Dia mengambil sikap tidak mau menandatangani semua berkas berita acara pemilihan kepala desa. Dia juga meminta kepala desa terpilih tidak boleh dilantik dan harus dilakukan pemilihan ulang atau diproses ulang pemilihan kepala desa.

Kepada wartawan di kantor bupati Ende, Jumad (19/2), Muhamad Amir Woti didampingi sejumlah pendukungnya mengatakan, pada saat pemilihan dilakukan pada 14 Nopember 2009 lalu, ada sebanyak 698 orang yang masuk dalam daftar pemilih tetap. Namun yang menggunakan hak pilihnya hanya sebanyak 659 pemilih. Namun pada saat dilaksanakan penghitungan akhir surat suara terdapat 670 surat suara. Hal itu, kata Amir Woti berarti terjadi penambahan atau kelebihan 11 surat suara. Dia katakan, hasil akhir penghitungan surat suara, dia sebagai calon nomor urut ssatu meraih 303 suara. Calon nomor urut dua atas nama Muhamad Djuma meraih 360 suara dan terdapat tujuh surat suara tidak sah. Dengan demikian jumlah suara yang masuk dalam pemilihan menjadi 670 bukan lagi 659 sesuai jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih. 

Menyikapi terjadinya penggelembungan surat suara itu, Amir Woti mengatakan menolak hasil pemilihan kepala desa yang telah dilaksanakan. Dia juga menyatakan tidak akan menandatangani semua berkas berita acara pemilihan. Demi stabilitas keamanan di Desa Nakambara, kata Amir Woti, dia meminta kepada bupati Ende untuk tidak melantik kepala desa terpilih.  

Persoalan tersebut, kata Amir Woti telah dilaporkan kepada Asisten I Setda Ende, Hendrikus Seni dan Kepala Bagian Pemerintahan Desa. Dari proses klarifikasi dengan pemerintah, sejauh ini belum ada titik temu. Akhirnya persoalan itu dilaporkan kepada bupati untuk dapat ditindaklanjuti. “Surat kepada bupati sudah kami serahkan,” kata Amir Woti. Namun, kata dia, setelah tiga bulan tanpa ada penyelesaian, ternyata telah muncul jadwal pelantikan yang menurut rencana dilaksanakan 23 Februari 2010 mendatang. “Kami tolak jadwal ini. kami minta tidak boleh ada pelantikan di Desa Nakambara,” kata Amir Woti. 

Dia berharap, demokrasi benar-benar ditegakan dan berjalan dengan baik seperti yang diharapkan masyarakat. Kalah atau menang, kata dia tidak jadi soal namun yang terpenting, demokrasi harus berjalan bagus tanpa dinodai permainan yang dapat merusak tatanan demokrasi. Untuk itu saat bertemu Kabag Pemerintahan Desa, dia telah meminta agar pelantikan dibatalkan dan dilakukan pemilihan ulang. Untuk mengisi kekosongan maka ditunjuk seorang karteker. “Tapi kalau paksa lantik bisa timbul konflik di desa.” Pada saat bertemu Kabag Pemdes, lanjutnya, disarankan untuk mempertemukan kedua belah pihak guna membicarakan permintaan tersebut. Direncanakan, pertemuan itu dilaksanakan Senin (22/2). Selain dihadiri kedua calon kepala desa, pertemuan juga dihadiri seluruh anggota BPD. 

Ketua Komisi A DPRD Ende, Haji Yusuf Oang kepada Flores Pos di ruang kerja Komisi A, Sabtu (20/2) mengatakan, sejauh ini Komisi A memang belum mendapatkan laporan perihal pemilihan kepala desa di Nakambara Kecamatan Wolowaru tersebut. Namun terhadap persoalan adanya dugaan penggelembungan surat suara dan calon yang kalah tidak menerimanya maka persoalan ini harus diselesaikan terlebih dahulu. Pemerintah harus memanggil kedua belah pihak untuk dipertemukan. Pemerintah jga dapat memanfaatkan tokoh masyarakat yang netral dalam membantu penyelesaian masalah ini. dalam proses penyelesaian ini, jika kedua belah pihak telah bersepakat maka perlu dibuat berita acara. 

Dikatakan, jika dipaksakan untuk dilantik dan dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat maka sebaiknya ditunda sampai ada penyelesaian. Menurutnya, baik calon yang menang maupun calon yang kalah dalam pemilihan keduanya memiliki massa dan tentunya akan mempertahankan kebenaran masing-masing. Selain itu, siapapun yang kalah atau pun yang menang nantinya mereka akan sama-sama membangun di desa tersebut. Sehingga sebelum pelantikan dilaksanakan, kedua pihak harus dupertemukan dan dicarikan jalan keluar penyelesaian yang terbaik yang tidak merugikan masyarakat. 

Jika pendekatan demi pendekatan tidak berhasil, perlu dievaluasi kembali untuk mencari pola pewndekatan yang lain hingga persoalan itu menemukan titik temu yang terbaik. Persoalan tersebut, kata Oang, harus secepatnya diselesesaikan karena jika tidak, akan menghambat semua bentuk pelayanan kepada masyarakat di desa tersebut. “Inikan ibarat gajah dengan gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah-tengah. Toh akhirnya masyarakat juga yang jadi korban. Jadi harus diselesaikan dengan arif agar tidak sampai menimbulkan masalah baru,” kata Haji Yusuf Oang. 

Dikatakan, jika pendekatan-pendekatan tidak dapat ditemukan, pihak yang merasa dirugikan dapat pula menempuh jalur hukum. Dia dapat melaporkan adanya indikasi penggelembungan surat suara. Selain itu, sesuai pengakuan calon bahwa dia tidak menandatangani semua berkas berita acara pemilihan namun tetap diproses maka dia dapat pula melaporkan adanya dugaan pemalsuan tandatangan dalam berita acara tersebut. Namun, menurut Oang, langkah itu merupakan yang terakhir jika semua pola pendekatan tidak mampu menyelesaikan persoalan yang ada. 




Tidak ada komentar: