25 Februari 2010

Tim Independen dari Undip Survei Pelaksanaan PLTA Ndungga

* Layak Secara Teknis untuk Dikembangkan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Tim independen monitoring PLTA Ndungga dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran Bandung merlakukan survei pelaksanaan PLTA Ndungga di Kabupaten Ende. Survei dan pemantauan meliputi pelaksanaan sosialisasi tentang proyek, ganti rugi dan kondisi sosial ekonomi dari masyarakat yang terkena dampak pelaksanaan PLTA Ndungga. Langkah ini merupakan syarat yang diminta oleh pemberi dana yakni dari ADB yang tidak menghendaki masyarakat yang terkena dampak kondisi sosial ekonominya lebih buruk dengan hadirnya proyek PLTA Ndungga.

Hal itu dikatakan Rusydi Kartanegara, anggota tim monitoring PLTA Ndungga di Hotel Mentari, Jumad (19/2). Rusydi didampingi tiga anggota tim lainnya, Srie Mulyasari, Edi Tri Haryanto dan surveyor lokal Vincent Asno. 

Rusydi mengatakan, proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) mini hidro di Ndungga ini memanfaatkan air dari Sungai Wolowona. Pembangunan PLTA ini akan membangkitkan listrik 2 x 950 kilovolt atau 1,9 megawatt. Pelaksanaan proyek ini membutuhkan lahan seluas 9.6 hektare yang dimanfaatkan untuk jalan, pembangunan jaringan, rumah listrik dan pembangkit serta untuk saluran air dan lokasi genangan air. Terhadap kebutuhan lahan seluas 9,6 hektare ini, ada sebanyak 12 kepala keluarga yang terkena dampak karena lahannya bakal dimanfaatkan untuk proyek PLTA ini. Proses ganti rugi lahan telah dilaksanakan sejak 2006-2007. 

Sebelum melakukan survei lapangan, tim telah bertemu pemerintah dan sangat menerima pelaksanaan proyek ini mengingat masih 99 desa yang belum terlayani listrik dari 212 desa yang ada. Pemerintah sangat berharap PLTA Ndungga secepatnya dikerjakan agar kebutuhan listrik masyarakat dapat terpenuhi. 

Dari hasil survei lapangan, sudah tidak lagi ditemukan adanya persoalan baik ganti rugi maupun persoalan sosial ekonomi masyarakat. Total dana untuk ganti rugi kepada 12 kepala keluarga terkena dampak senilai Rp2,9 miliar sudah diterima pemilik lahan. Persoalan adat juga sudah dibicarakan dan sudah tidak ada masalah lagi tinggal direalisasikan oleh pelaksana proyek dari konsorsium PT Brantas dan PT Indah Karya. Dalam pelaksanaan, lanjut dia tinggal berkoordinasi dengan tua adat atau mosalaki agar bisa berjalan baik.

Dikatakan, semua pihak menerima positif dan sangat mendukung proyek ini termasuk masyarakat yang terkena dampak. “Apalagi selama ini animo masyarakat untuk pasang listrik meningkat tajam tapi daya tersedia terbatas,” kata Rusydi. Dia berharap, dengan dikerjakan proyek ini nantinya dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat karena secara teknis Ndungga layak dikembangkan menjadi PLTA. Air yang ada di lokasi tersebut, selama ini hanya dimanfaatkan untuk minum tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. Karena itu, persediaan air yang ada layak untuk dikembangkan. Pemanfaatan air tersebut tidak mengurangi kebutuhan air masyarakat karena air yang ada hanya dipinjam dan akan dikembalikan lagi ke alirannya. Apalagi, kata dia, masyarakat di sini masih memelihara suber mata air dengan baik dengan tidak menebang pohon di sekitar mata air. 

Kondisi ini mengakibatkan perseidaan air pada musim kemarau dan musim hujan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pasokan air ke PLTA sehingga daya listrik juga tidak mengalami penurunan pada musim kemarau. Dikatakan juga, proyek ini masuk kategori ramah lingkungan sehingga tidak sampai mencemarkan lingkungan. Air yang ada hanya dimanfaatkan untuk menggerakan turbin. 

Srie Mulyasari mengatakan, dari sisi sosial ekonomi masyarakat terkena dampak, tim kembali melakukan survei soal pemanfaatan uang ganti rugi oleh masyarakat. Dari hasil sirvei menunjukan bahwa uang ganti rugi memberikan dampak positif di mana uang tersebut dimanfaatkan untuk membiayai sekolah anak hingga tamat. Sebagian lagi disimpan dan dimanfaatkan untuk penigkatan ekonomi mereka. Sejauh ini, kata Srie memang belum terlalu nampak pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi mereka. Hanya saja, ke-12 keluarga masih memiliki uang untuk membiayai kehidupan mereka. 

Namun demikian, kata Srie, ada pula keluarga yang tidak memanfaatkan uang ganti rugi dengan bijak. Kondisi ini mengakibatkan setelah uang habis tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap mereka sehingga mereka tidak memiliki apa-apa lagi. 

Diakui, hasil survei yang dilakukan ini untuk meyakinkan kepada ADB bahwa bantuan dana ganti rugi yang diberikan tidak sampai menimbulkan masalah. Hal itu karena ADB menghendaki agar proyek yang dilaksanakan untuk mensejahterakan masyarakat bukan untuk mensengsarakan masyarakat. Untuk itu Srie berharap, kontrol bersama dari media juga dilakukan agar proyek ini bisa berjalan baik. Hal itu mengingat terkadang PLN kurang memberikan perhatian terhadap proyek dengan nilai yang kecil dan lebih memberikan perhatian terhadap proyek dengan nilai dana yang besar. “Harus diingat bahwa walau nilai proyek ini kecil tapi memberikan dampak yang besar terhadap pembangunan daerah,” kata Srie.





Tidak ada komentar: