28 Juni 2010

Pemberantasan KKN di Ende Terkesan Emosional

* Aksi Damai PMKRI Cabang Ende

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende menilai upaya pemerintahan Bupati Don Bosco M Wangge dan Wakil Bupati Achmad Mochdar dalam pemberantasan kolusi, korupsi dan nepotisme yang terjadi di Kabupaten Ende masih terkesan emosional. Upaya yang dilakukan tidak murni untuk penegakan supremasi hukum di Kabupaten Ende karena hanya kasus-kasus tertentu saja yang diangkat dan diproses hukum sedangkan kasus yang lainnya justru disembunyikan.


Hal itu ditegaskan Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Ende, Hironimus Gan dalam orasinya di depan kantor bupati Ende, Selasa (1/6). Menurut Gan, selama ini Ende diwacanakan sebagai tempat lahirnya Pancasila namun di waktu bersamaan, Ende juga menjadi cikal bakal KKN.


Penempatan sejumlah pejabat yang dilakukan selama ini juga syarat KKN dan tidak proporsional. “Masa sarjana sosial ditempatkan nurus bencana dan sarjana hukum jadi kepala dians pertambangan,” kata Gan.


Dia juga meminta agar bupati tidak ekslusif karena dia adalah pejabat publik bukan pejabat keluarga. Bupati harus terbuka dan jangan menutup diri karena jika terlalu menutup diri akan terjadi konspirasi antara kelompok dan keluarga. Selain itu, sikap ekslusif yang ditunjukan itu akan menciptakan KKN dan hal itu sama dengan melakukan reproduksi koruptor. “Korupsi masih akan terjadi karena bupati siapkan ruang,” kata Gan.


Presidium Pengembangan Organisasi GMNI Cabang Ende, Ferdinandus Di mengatakan, selama masa kampanye bupati Don Wangge telah berbicara banyak soal penegakan supremasi hukum, peningkatan ekonomi masyarakat dan penuntasan kemiskinan. Namun semua itu tidak pernah dilakukan karena itu, kata Di, bupati Don Wangge hendaknya jangan menjadikan ajang kampanye untuk menipu rakyat. Dia meminta agar pemerintah memperhatikan rakyat yang saat ini sudah berada di penghujung kemiskinan dan jangan lagi menipu masyarakat.


Sekretaris Jenderal PMKRI Cabang Ende, Emanuel Riwu menegaskan, ada sejumlah program prioritas yang digembar-gemborkan pemerintah saat ini yakni penguatan kapasitas keimanan, pendidikan murah dan bermutu, peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan ekonomi, pariwisata dan tertib birokrasi. “Ini dongeng bersejarah,” kata Riwu.


Dikatakan, mencermati Ende saat ini dalam kaitan dengan penempatan pejabat, sudah tidak lagi berdasatrkan atas daftar urutan kepangkatan (DUK). Akan tetapi, kata Riwu, penempatan pejabat berdasarkan politik balas budi. Hal ini mengakibatkan banyak instansi dan sektor yang gagal dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Dia mengambil contoh, penempatan kepala dinas pendidikan pemuda dan olahraga yang bukan berlatar belakang atau besik pendidikan yang pada akhirnya mengakibatkan pendidikan di Ende merosot tajam dalam persentase kelulusan UN.


Selain itu, lanjut Riwu, banyak PNS yang menggunakan kendaraan dinas di luar jam kantor sampai tengah malam untuk urusan keluarga. “Anak-anak p[ejabat masih menggunakan “pantat merah” (kendaraan berplat merah) sebagai kebanggaan,” kata Riwu. Namun kondisi ini tidak pernah ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Terhadap semua persoalan yang terjadi yang belum mampu diselesaikan itu, Riweu meminta agar bupati dan wakil bupati mengundurkan diri dari jabatan. PMKRI, kata Riwu akan turun dan menduduki kantor bnupati Ende dengan jumlah massa yang lebih besar lagi karena menilai pemerintah tidak mampu menangani sejumlah persoalan yang terjadi di Kabupaten Ende. “Tidak mampu karena banyak kasus dan tidak mampu diselesaikan,” kata Riwu.


Dalam pernyataan sikapnya, PMKRI meminta kepada pihak eksekutif cq bupati Ende untuk secara lebih serius dan maksimal membac up program pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme sekurang-kurangnya dalam hal memberikan ruang dan kesempatan bagi penegak hukum mendapatkan data terkait. Menuntut agar adanya sinergisitas program dan kerja sama yang saling menunjang di antara aparat penegak hukum.


Tiga pilar demokrasi (eksekutif, legislatif dan yudikatif) menata sistem pemerintahan yang baik dan bersih bebas dari KKN sebagai upaya merevitalisasi nilai-nilai Pancasila. Reformasi birokrasi dan penataan sistem pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa yang mengarah pada profesionalisme kerja yang mengutamakan prinsip efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pelaksanaan pembangunan sekaligus bertujuan untuk mengurangi pembengkakan APBD.

Tidak ada komentar: