07 Mei 2009

Masyarakat NTT Diimbau Tidak Panik dengan Flu Mexico

* Tetap Pelihara dan Konsumsi Daging Babi
Oleh Hiernomis Bokilia


Ende, Flores Pos
Masyarakat di NTT umumnya dan Flores khususnya diimbau untuk tidak panik dengan informasi menyangkut flu mexico yang terjadi akhir-akhir ini. Flu mexico yang sebelumnya dikenal dengan flu babi sampai saat ini belum masuk di Indonseia umumnya dan NTT secara khusus. Untuk itu masyarakat diharapkan tetap memelihara bahkan memperbanyak memelihara babi, menjualnya dan tetap mengkonsumsi daging babi.

Harapan itu disampaikan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Martinus Jawa kepada Flores Pos saat mendatangi Kantor Redaksi Flores Pos, Selasa (5/5). Kadis Jawa mengatakan, penggunaan nama flu babi sudah dilarang oleh PBB karena flu yang disebabkan oleh virus itu bukan disebabkan oleh babi namun baru sebatas kecurigaan. Hal itu muncul karena penderita atau korban yang meninggal diidentifikasi sebelum meninggal sempat mengkonsumsi daging babi. Namun, katanya, sejauh ini belum ada ternak babi yang meninggal akibat virus H1N1 tersebut. “Kalau dibilang flu babi karena mati setelah makan daging babi maka kalau dia makan dengan nasi maka seharusnya bisa juga dibilang flu beras atau flu jagung,” katanya sedikit bercanda.

Bukan Flu Babi
Dikatakan, penggunaan istilah flu babi sejauh ini sudah dilarang oleh PBB. Hal itu terjadi karena sejak penggunaan istilah flu babi, sejumlah negara sampai memusnahkan babi yang dipelihara. Bahkan, katanya, penggunaan istilah flu babi akan sangat merugikan bagi NTT yang merupakan gudang ternak baik sapi maupun ternak babi. Apalagi, kata Jawa, saat ini pemerintah NTT sedang mengupayakan untuk mengembalikan NTT sebagai gudang ternak. Secara keseluruhan, katanya, NTT saat ini memiliki populasi ternak babi mencapai 1,5 juta ekor. Untuk itu, jika istilah flu babi untuk flu mexico ini digunakan dikhawatirkan bakal mengakibatkan masyarakat NTT enggan memelihara babi bahkan tidak menjual dan makan daging babi.

Dikatakan, flu mexico, daya mematikannya hanya enam persen. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan flu burung yang daya mematikannya bisa mencapai 60 persen. Dengan demikian, kata Jawa, jika sebelumnya vorus flu burung yang daya mematikannya mencapai 60 persen saja sudah bisa dilakukan upaya pencegahan hanya dalam waktu satu bulan maka untuk flu mexico yang daya mematikannya hanya enam persen diyakini hanya membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk pencegahannya.

Jaga Kebersihan
Intinya, kata Jawa, dalam peternakan babi tetap melakukan langkah-langkah yang lazim dilakukan dalam kegiatan peternakan seperti menjaga kebersihan ternak dan kandang, serta pakan ternak bersangkutan. Upaya mengawal daerah ini dari berbagainjenis penyakit yang timbul akibat hewan dan bahan produksi ternak lainnya, sejak tahun 1993 pemerintah memalui dinas teknis terkait telah melakukan berbagai uapaya pencegahan. Langkah yang dilakukan adalah sejak tahun 1993 membuat peraturan tidak memasukan babi dari luar wilayah NTT. Kendatipun dilakukan pemasukan hanya dari Bali dan Surabaya. Kedua wilayah inipun dalam proses pemasukan diyakini sudah diawasi secara ketat karena keduanya memiliki Balai Karantina Hewan sehingga setiap ternak dan produk ternak diberikan surat ijin dan ketika masuk di Ende jika dicek tidaka da surat ijin maka langsung dimusnahkan.

Selain itu, dalam kaitand engan virus flu mexico, kata Jawa, pihak dinas telah menggelar rapat dengan Balai Karantina Hewan dan mereka juga telah menyatakan tekad untuk mengawal NTT dari masuknya flu dimaksud. Penjagaan tidak saja pada flu mexico tetapi terutama pada virus hoc-cholera yang sangat mematikan bagi ternak babi. Virus ini, kata dia pernah terjadi di Alor dan diharapkan tidak menyebar atau terjadi di daerah lain. “Kita jaga benar jangan sampai virus hoc-cholera masuk di Flores atau Sumba. Dua daerah ini punya populasi ternak babi tertinggi jadi harus kita jaga benar. Kalau sampai masuk babi bisa habis.”

Tidak Perlu Khawatir
Kepada masyarakat, kadis Jawa mengharapkan untuk tidak perlu khawatir dengan infoprmasi yang terjadi. Virus flu mexico sejauh ini belum masuk ke Indonesia. Kepada warga diimbau untuk tetap memelihara babi sebanyak-banyaknya. Dinas, katanya juga telah melakukan kerja sama degan paroki-paroki dalam upaya menggalakan masyarakat untuk memelihara ternak babi. Lembaga gereja, katanya juga diharapkan untuk memberikan perhatian dan mendistribusikan ternak bagi bagi umat agar dapat dikembangkan. “Ini sebagai upaya agar tekad mengembalikan NTT sebagai gudang ternak bisa terwujud tapi tidak hanya untuk sapi tapi juga kambing, domba dan babi.”

Tahun 2009 ini, katanya, pemerintahprovinsi telah mengalokasikan batuan dana untuk pengembangan ternak kecil. Pemerintah provinsi mengalokasikan dana senilai Rp65 juta untuk tiap kabupaten. Langkah itu, katanya dilakukan dalam rangka swasembada daging di tahun 2010. Langkah ini, kata Jawa diangap perlu dilakukan sehingga ternak kecil nantinya dapat dikonsumsi masyarakat sebagai substitusi atau pengganti atas daging sapi sehingga sapi dapat dijual ke luar. Namun terkait penjualan ternak sapi ke luar daerah, dia minta agar yang dijual adalah ternak sapi betina yang sudah tidak produktif atau ternak jantan. Sedangkan ternak betina yang masih produktif digunakan untuk pembibitan agar bibit tidak lagi didatangkan dari luar daerah.

Cari tahu Informasi
Dalam berita sebelumnya yang ditulis Yusvina Nona, menyebutkan isu seputar flu babi atau infeksi virus pada babi yang disebut H1N1 bagi para peternak babi masih pada tingkat waspada. Soal kekuatiran pasti ada, tetapi tidak mengurungkan niat para peternak babi untuk memberikan yang terbaik bagi hewan ternaknya.
“Kami selalu mencari tahu semua informasi mengenai apa yang bisa dibuat jika keadaan ini (flu babi) terjadi. Baik dari Internet, maupun dari teman-teman sesama peternak. Untuk sementara ini yang kita bisa lakukan adalah kegiatan rutin yaitu sanitasi kandang, memberi makanan yang baik, dan memberikan vitamin agar kondisinya kuat. Suntikan vitamin ini diberikan terutama kepada anak dan induk babi,”kata Pater Aloysius Wuring, SVD kepada Yusvina Nona di kebun misi Boanawa, Sabtu (2/5).
“Dari informasi yang diperoleh, katanya, gejala flu babi adalah terkena flu dan suhu badan panas. Setelah melakukan pengecekan kepada babi-babi yang ada ternyata masih dalam kategori sehat. Kita tetap waspada, tetapi tidak dalam ketakutan yang luar biasa.”

Dikatakannya untuk mengantisipasi sejak dini, tidak hanya hewan ternak yang diperhatikan melainkan juga kepada orang yang berhubungan langsung dengan hewan dimaksud. Para pekerja, kata Pater Alo, juga disiapkan masker dan kaos tangan ketika hendak melakukan pekerjaan dimaksud. Seperti membersihkan kandang, memberikan makanan dan vitamin.
Kondisi populasi babi di kebun misi saat ini untuk ukuran besar seperti induk/pejantan dan calon induk sebanyak 40 an lebih ekor sedangkan ukuran anak umur siap jual (3 bulan) sebanyak 60 an lebih ekor.

Makin maraknya isu flu babi ini mempengaruhi harga jual? Pater Alo mengatakan sejauh ini masih stabil. Babi-babi tersebut masih dijual dengan harga biasa yaitu umur per 3 bulan seharga Rp 500 ribu. Bahkan, masih ada 100 lebih orang yang mengantri untuk membeli babi jenis duroc batam ini. Hasil perkawinan jenis duroc dan jenis batam.
“Babi-babi ini dijual saat berumur 3 bulan. Yang besar tidak dijual karena untuk konsumsi komunitas,”katanya.

Waspada
Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ende, drg. Ellya Dewi sebelumnya mengatakan, sejauh ini Pemerintah Indonesia berupaya mencegah jangan sampai masuknya virus di maksud ke tanah air yang masih dalam situasi siaga. “Memang belum ada indikasi ke sana (masuknya ke Indonesia) tetapi tetap dikuatirkan jangan sampai terjadi mutasi virus. Sejauh yang kita ketahui bahwa flu babi ini terjadi pada negara-negara yang memiliki 4 musim. Namun pada tahun 1918 pernah terjadi di Denpasar-Bali. Ini yang kita kuatirkan,”katanya.

Ellya Dewi mengatakan, indikasi flu mexico sama seperti flu burung. Terjadinya pada binatang dan ditularkan ke manusia. Sehingga upaya vaksin dan pengobatan yang dilakukan, katanya, juga tidak jauh berbeda dengan flu burung. “Kita belum ada protap dari Depkes soal flu babi ini. Sehingga kita masih pake protap flu burung. Untuk kewaspadaan dini adalah selalu membersihkan kandang atau sanitasi kandang.”

Kepala Dinas Petenernakan Provinsi NTT, Martinus Jawa saat di Ende berkesempatan mengunjungi usaha peternakan di Biara Bruder Konradus (BBK) Ende. Di sana, dia sempat berdialog dengan sejumlah siswa SMK dari Boawae yang berpraktek di peternakan babi milik BBK Ende itu. Kunjungan itu merupakan upaya dians dalam rangka mengimbau masyarakat untuk tetap emelihara ternak babi dan tidak perlu khawatir atas informasi menyangkut flu mexico yang berkembang akhir-akhir ini. Kepada pengelola peternakan tersebut, jawa mengingatkan untuk selalu emnjaga kebersihan kandang dan ternak demi menjaga ternak babi dari seranga penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan ternak hingga menimbulkan kematian pada ternak.



Tidak ada komentar: