31 Juli 2010

BPKP Serahkan Hasil Audit Kasus Alat Uji Kendaraan

* Setelah Terima Hasil Audit Baru Bisa Tindaklanjuti

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT telah tiba di Ende. Kehadiran BPKP di Ende untuk menyerahkan hasil audit atas kasus dugaan korupsi pembelian alat uji kendaraan bermotor di Dinas Perhubungan kepada Kepolisian Resor (Polres) Ende.


Hal itu dikatakan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ende, AKBP Darmawan Sunarko di ruang kerjanya, Kamis (1/7). Dikatakan, untuk penanganan sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Ende, Polres Ende telah membentuk tim khusus. Saat ini tim telah bekerja menangani sejumlah kasus korupsi dimaksud. Untuk awal ini, polisi masih konsentrasi pada penanganan kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM dan kasus pembelian alat uji kendaraan tahun 2002 dan pembelian alat uji kendaraan roda dua dan roda empat tahun 2003 di Dinas Perhubungan.


Darmawan mengatakan, penanganan kasus korupsi pembelian alat uji sedikit terkendala karena belum ada hasil audit dari BPKP. Namun, kata dia, BPKP saat ini sudah berada di Ende dan akan memberikan hasil audit kepada penyidik. Jika hasil audit BPKP sudah ditangan penyidik, lanjut Darmawan maka penyidik akan menindaklanjuti hasil audit BPKP dan melanjutkan proses kasus tersebut.


Diakuinya, khusus untuk kasus pembelian alat uji kendaraan tahun 2002 semula BPKP menyatakan tidak dapat menghitung kerugian negaranya. Untuk itu, penyidik kembali meminta BPKP melakukan audit dan hasil auditnya segera diserahkan oleh BPKP.


“Mungkin hari ini (Kamis kemarin) sudah bisa ketemu (BPKP) untuk tahu hasil (audit)-nya,” kata Kapolres Darmawan.


Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Ende, AKP Eko Mei P Cahyo mengatakan, kehadiran BPKP di Ende untuk menyampaikan hasil audit. Jika hasil audit sudah diserahkan kepada polisi maka akan dilanjutkan proses hukum kasus tersebut. Audit tersebut dilakukan atas permintaan polisi mengingat dalam pemeriksaan awal BPKP menyatakan kerugian negara tidak dapat dihitung.


Menurut Eko, jika kerugian negara sudah jelas diketahui baru penyidik menaikan status para calon tersangka menjadi tersangka. Namun, kata dia, dalam menindaklanjuti hasil audit BPKP, penyidik terlebih dahulu ahrus mendalaminya.


“Jadi tindaklanjutnya tunggu hasil audit BPKP,” kata Eko.


Diberitakan sebelumnya, penyidik yang menagani kasus dugaan korupsi alat uji kendaraan bermotor pada tahun anggaran 2002 maupun pembelian alat uji kendaraan bermotor roda dua dan roda empat tahun anggaran 2003 hingga saat ini masih menunggu penjelasan dan penegasan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembanguna (BPKP) Perwakilan NTT. Penjelasan dan penegasan dari BPKP dimaksud terkait dengan kerugian negara dalam kasus tersebut.


Kepala Unit Pidana Korupsi Satuan reserse dan Kriminal Polres Ende, Bripka Tommy Kapasiang mengatakan, dalam kasus pengadaan alat uji kendaraan bermotor tahun 2002 dan 2003 semula dalam laporan polisi merupakan satu kesatuan kasus. Namun dalam proses penyidikan oleh polisi, ternyata ada dua kasus yang kemudian dipisahkan menjadi dua kasus yakni dugaan korupsi pembelian alat uji kendaraan bermotor pada tahun anggaran 2002 yang pengadaannya oleh Bagian Umum dan kasus dugaan korupsi pembelian alat uji kendaraan bermotor roda dua dan roda empat tahun anggaran 2003 yang pengadaannya oleh Dinas Perhubungan.


Dalam penanganan lebih lanjut, berdasarkan hasil audit dari BPKP menyatakan bahwa untuk pembelian alat uji kendaran bermotor tahun anggaran 2002 tidak dapat ditentukan besaran kerugian negaranya. Sedangkan untuk pengadaan alat ui kendaraan bermotor tahun anggaran 2003 BPKP menyatakan terdapat kerugian negara sebesar Rp143 juta. Namun kemudian dalam kesimpulan yang dibuat oleh BPKP dari hasil pemeriksaan atas dua kasus ini menyatakan bahwa baik pengadaan alat uji kendaraan bermotor tahun anggaran 2002 dan pembelian alat uji kendaraan bermotor roda dua dan roda empat tahun anggaran 2003, ditemukan kerugian negara sebesar Rp143 juta.


Setelah dilakukan pemisahan terhadap dua kasus ini, untuk kasus pengadaan alat uji kendaraan bermotor tahun anggaran 2002 BPKP menyatakan tidak dapat ditentukan kerugian negaranya. Sedangkan untuk pengadaan alat uji kendaraan bermotor roda dua dan roda empat tahun anggaran 2003 BPKP menyatakan kerugian negaranya Rp143 juta.

Terhadap hasil audit BPKP yang demikian itu, lanjutnya maka penyidik perlu mendapat penjelasan dan penegasan dari BPKP. Penyidik, kata Kapasiang, telah dua kali menyurati BPKP namun belum ada jawaban. Selain bersurat ke BPKP, penyidik juga menghubungi pihak BPKP per telepon. Dalam pembicaraan melalui telepon, katanya, BPKP menjanjikan akan memberikan jawaban atas surat penyidik dalam waktu dekat.


“Kita hanya mau minta penegasan dari BPKP kenapa dalam LHI kerugian negara tidak dapat ditentukan. Kalau sudah ada penegasan jadi bahan bagi kita untuk teruskan,” kata Kapasiang.


Dikatakan, jika persoalan kerugian negara ini belum dapat diselesaikan, penyidik akan berkoordinasi dan meminta gelar perkara dengan institusi yang lebih tinggi. Hal itu, lanjut dia perlu dilakukan guna meminta petunjuk dalam penanganan selanjutnya. Gelar perkara secara internal di jajaran Polres Ende, kata dia sudah pernah dilakukan.


Ditanya penanganan kasus dugaan korupsi pembelian alat uji kendaraan roda dua dan roda empat tahun anggaran 2003, Kapasiang mengatakan, sejauh ini kasus ini juga belum dapat ditindaklanjuti. Penyidik belum melakukan pemanggilan terhadap keempat calon tersangka untuk dimintai keterangan dalam kapasitas mereka sebagai tersangka. Hal itu karena untuk kedua kasus alat uji ini penyidik juga masih menunggu penjelasan dan penegasan dari BPKP.


Untuk diketahui, pagu dana pengadaan alat uji kendaraan bermotor tahun anggaran 2002/2003 secara keseluruhan sebesar Rp3,155 miliar. Pagu dana pengadaan alat uji kendaraan bermotor tahun anggaran 2002 sebesar Rp1,685 miliar dan pagu anggaran pengadaan alat uji kendaran bermotor tahun anggaran 2003 senilai Rp1,470 miliar.

Tidak ada komentar: