31 Juli 2010

Muspas KAE VI, Momen Evaluasi, Menemukan Arah Dasar dan Strategi Pastoral

* Mulai 6-11 Juli di Aula Paroki Mautapaga

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Keuskupan Agung Ende dalam upaya melakukan evaluasi, menemukan arah dasar dan strategi pastoral untuk lima tahun ke depan akan kembali menggelar musyawarah pastoral (Muspas) VI. Muspas VI direncanaan mulai digelar pada 6-11 Juli bertempat di aula Paroki Mautapaga.


Kegiatan ini dihadiri utusan dari berbagai unsur baik para imam, biarawan dan biarawati, awam dan suster yang terlibat dalam komisi keuskupan, utusan dari paroki, perwakilan perempuan, perwakilan orang muda, perwakilan para biarawati, pemerintah daerah, DPRD, LSM, organisasi rohani, ormas seperti WKRI, PMKRI, Pemuda Katolik, dan peninjau dari Keuskupan Maumere, Keuskupan Larantuka, Keuskupan Ruteng, IKEF Kupang, Keuskupan Pontianak, dan Keuskupan Pangkal Pinang.


Menyonsong pelaksanaan Muspas VI Keuskupan Agung Ende, panitia menggelar konperensi pers di aula Pusat Pastoral (Puspas) Ende, Sabtu (3/7). Konperensi pers dihadiri Romo Cyrilus Lena, Pr, Direktur Puspas KAE yang juga Ketua Panitia Pengarah, Romo Aleksander Taber, Pr, Romo Feri Dei Dhae, Litbang Puspas KAE, Ketua Umum Panitia Muspas VI, Dominikus Minggu Mere. Konperensi pers dipandu Romo Reginaldus Piperno, Pr.

Romo Syrilus Lena pada kesempatan itu mengatakan, muspas KAE menekankan aspek musyawarah umat Allah gereja lokal KAE. Dalam muspas ini, lanjut Romo Sipri, umat menjadi fokus perhatian dalam musyawarah. Muspas juga menekankan pola proses, di mana semua peserta muspas bersama mendalami materi evaluasi yang dipaparkan oleh tim panitia pengarah. Tim hanya menyajikan materi evaluasi yang telah diolah melalui katakese umat, survei dan self assessment arah fungsionaris pastoral tentang kinerja selama ini.


Dikatakan, dari Muspas VI ini, harapan gereja KAE ke depan adalah umat semakin menjadi subyek pastoral, semakin menyadari panggilan luhur menjadi saksi dan pelaku hukum kasih, kebenaran, keadilan dan damai. Masalah kemiskinan yang merupakan masalah tua di KAE, lanjutnya, diharapkan dapat teratasi dalam semangat kebersamaan melalui gerakan koperasi/credit union.


“Bagi Keuskupan Agung Ende ada dua pintu gerbang emas yang dapat menghantar umat keluar dari kemiskinan yakni komunitas umat basis dan koperasi/credit union,” kata Romo Sipri.


Perkembangan kehidupan bermasyarakat, lanjutnya menuntut keterlibatan gereja di tengah tata dunia sebagai garam, terang dan nabi. Gereja tidak bisa mengambil jarak atas kenyataan hidup bermasyarakat di bidang politik, HAM, hukum, dan lingkungan hidup.


Romo Feri Dei Dhae mengatakan, muspas yang merupakan pertemuan berkala dari utusan yang mewakili berbagai lapisan dan unsur umat Allah dalam keuskupan, bertugas membantu uskup menggariskan arah serta menetapkan prioritas dan kebijaksanaan pastoral dalam wilayah keuskupan.


Diakuinya, selama muspas I-V hanya menggeluti masalah-masalah yang dihadapi dan belum masuk pada upaya mencarikan jalan keluarnya. Untuk itu pada muspas VI ini, akan lebih memfokuskan pada langkah lanjutan untuk selesaikan permasalahan yang ada.


Menurut Romo Feri, beberapa fenomena perubahan situasi yang melanda beberapa aspek kehidupan yang langsung bersinggungan dengan kehidupan gereja, yakni permasalahan dalam konteks internal dan konteks eksternal. Konteks internal meliputi pergeseran peran gereja di bidang pendidikan, pengembangan sosio ekonomi dan sosial. Pergeseran ini menuntut gereja menyesuaikan diri dengan menyusun strategi pastoral baru dan di lain pihak menuntut profesionalisme di bidang khusus. Masalah kepemimpinan, lanjutnya terkait dengan pola kepemimpinan tradisional melawan pola kepemimpinan demokratis. Peran awam semakin menonjol namun masih hanya menjadi kakio tangan pastor.


Pengembangan sosio ekonomi yang belum menyatu ke dalam karya pastoral pada umumnya, dualisme iman khususnya dalam penghayatan hidup perkawinan dan keluarga. Munculnya praktek kesalehan sebagai jawaban baru terhadap kebutuhan rasa keagamaan. Fenomena ini dapat berindikasi gereja formal semakin ditinggalkan karena kurang menjawabi kebutuhan umat. Fenomena lainnya adalah perluasan gereja institusional dan pembangunan fisik yang cenderung triumpalistis.


Fenomena dalam konteks eksternal, lanjutnya meliputi, sosio politik. Otonomi daerah dengan segala konsekwensi positif dan negatif, munculnya peraturan yang lebih rendah yang cenderung bertentangan dengan perautran yang lebih tinggi. Reformasi politik bangsa yang mendukung demokratisasi seperti pemilihan langsung anggota legislatif, pemberantasan KKN, transparansi akuntabilitas administrasi publik dan kebijakan yang merugikan masyarakat. Hal lainnya yakni kultur di mana bergesernya peran pemimpin tradisional dari peran sosial ke peran ekonomi politis, manipulasi mosalaki, dan munculnya isu konflik tanah.


Dia berharap, muspas sebagai ajang refleksi ini dapat melahirkan aksi baru yang lebih tepat guna dan berhasil guna. Refleksi yang melibatkan seluruh umat ini akan menjadi penyadaan bersama dan selanjutnya menjadi gerakan bersama yang akan menghasilkan buah berlimpah.


Sementara Ketua Umum Panitia Muspas, Dominikus M Mere mengatakan, sejauh ini kesiapan panitia sudah cukup maksimal untuk melaksanakan muspas. Panitia bertekad muspas dapat berjalan dengan lancar, aman dan baik dan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang baik demi menjawabi semua permasalahan yang dihadapi selama ini.


Dikatakan, dalam pelaksanaan ini, salah satu bentuk keterlibatan umat adalah keterlibatan umat dalam konsumsi bersama di mana setiap umat di tiga paroki diberikan tanggung jawab menerima tamu utusan dari paroki sebagai bentuk pemberdayaan umat. Editor : Syarif Lamabelawa

Tidak ada komentar: