31 Juli 2010

Terkait Banding Kasus PLTU Ropa, Jaksa Belum Terima Memori Banding

* Penasehat Hukum Terdakwa Belum Dapat Turunan Putusan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Hingga saat ini, jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan PLTU Ropa di Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole belum menerima memori banding dari penasehat hukum tersangka Andreas Dua dan Karel Djami. Karena itu, JPU belum bisa menyusun kontra memori banding astas kasus ini.


Hal itu dikatakan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Ende, Alboin Blegur kepada Flores Pos di ruang kerjanya, Senin (5/7). Alboin Blegur mengatakan, dalam PLTU Ropa, terhadap putusan Majelis Hakim yang menyidangkan kasus ini, JPU dan kedua terdakwa menyatakan banding.


Sikap JPU menyatakan banding, lanjut Blegur karena terhadap putusan Majelis Hakim tersebut, JPU menilai bahwa ada perbedaan dalam hal menghitung kerugian keuangan negara. Hal itu terlihat dari putusan Majelis Hakim yang membebankan kepada kedua terdakwa membayar kerugian negara sebesar Rp164 juta lebih yang dibayar oleh masing-masing terdakwa sebesar Rp84,7 juta. Sedangkan JPU menuntut kedua terdakwa masing-masing harus mengembalikan krugian negara sebesar Rp145,115 juta.


Sedangkan menyangkut putusan penjara satu tahun masing-masing kepada kedua terdakwa, lanjut Blegur, JPU tidak lagi mempersoalkan. Menurutnya, putusan Majelis Hakim walau lebih ringan dari tuntutan JPU namun putusan itu sudah sesuai dan memenuhi rasa keadilan. Hal itu, lanjut Blegur, karena kedua terdakwa sudah berupaya mengembalikan uang negara yang yang mereka ambil lebih dari dua pertiganya.


Terkait upaya banding, kata Blegur, tugas jaksa adalah membuat memori banding atas putusan Majelis Hakim. Jaksa, kata dia, juga membuat kontra memori banding terhadap memori banding yang diajukan oleh panasehat hukum kedua terdakwa. Namun, kata dia, sejauh ini jaksa belum menerima memori banding dari penasehat hukum baik dari terdakwa Andreas Dua maupun Karel Djami. Karena itu, lanjutnya, jaksa belum dapat menyusun kontra memori banding.


Kontra memori banding, kata Blegur, juga nantinya dibuat oleh penasehat hukum atas memori banding yang dibuat jaksa. Hal itu karena terdakwa merasa tidak puas atas tuntutan dan putusan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Selanjutnya, kata dia, jika jaksa dan penasehat hukum sudah membuat memori banding dan kontra memori banding dan diserahkan ke Pengadilan Negeru Eende maka tugas PN Ende untuk melanjutkan prosesnya ke Pengadilan Tinggi di Kupang untuk diperiksa dan disidangkan.


Fabianus Sonda, Penasehat Hukum terdakwa Andreas Dua kepada Flores Pos di Pengadilan Negeri Ende mengatakan, pihaknya sebagai kuasa hukum dari Andreas Dua belum membuat memori banding atas putusan Majelis Hakim. Hal itu karena sejauh ini pihaknya belum memperoleh turunan putusan Majelis Hakim PN Ende ang menyidangkan perkara kliennya.


Diakui, pengajuan surat permintaan turunan putusan Majelis Hakim ke PN Ende sudah dilakukan, namun turunan putusan belum diberikan.


“Saya dijanjikan diberikan turuna putusan pada Rabu. Jadi setelah terima turunan putusan baru bisa buat memori banding,” kata Sonda.


Untuk diketahui, Majelis Hakim dalam sidangnya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Marulak Purba didampingi Ronal Masang dan Amin Bureni sebagai hakim anggota di ruang sidang Pengadilan Negeri Ende, Kamis (17/6) lalu telah menjatuhkan vonis terhadap mantan Manajer PT PLN Wilayah NTT Cabang Flores Bagian Barat, Andreas Dua dan mantan Asisten Manajer Keuangan dan SDM, Karel Djami hukuman satu tahun penjara.


Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dalam perkara korupsi pengadaan tanah dan ganti rugi tanaman untuk pembangunan PLTU Ropa di Desa Keliwumbu Kecamatan Maurole Kabupaten Ende. Selain menghukum satu tahun penjara, majelis hakim juga menghukum keduanya membayar denda masing-masing Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Serta membayar kerugian negara sebesar Rp164 juta lebih yang dibagi dua kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp84,7 juta.

Tidak ada komentar: