09 Juni 2009

Akbar Amir Kembali Desak Lakukan Pengukuran Ulang

* Bukti Pajak Bukan Bukti Kepemilikan
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Pihak keluarga tergugat Akbar Amir sebagai ahli waris yang memenangkan perkara atas tanah yang disengketakan kembali mendesak Lurah Lokoboko untuk mengeluarkan rekomendasi pengukuran tanah agar pihak pihak BPN Ende bisa melakukan pengukuran. Desakan itu dilakukan mengingat segala persyaratan telah dipenuhi dan sejumlah persyaratan tersebut dikeluarkan dan ditandatangani oleh lurah Lokoboko.

Akbar Amir kepada Flores Pos di kediamannya di Lokoboko, Rabu (3/5) mengatakan, tidak ada alasan bagi lurah Lokoboko untuk tidak mengeluarkan restu dilakukan pengukuran. Desakan dilakukan pengukuran tanah seluas lebih kurang 20 hektare itu karena pihak ahli waris telah mengantongi keputusan yang berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan perkara Nomor 13 Tahun 1993 dari tingkat pengadiulan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung sampai Peninjauan Kembali (PK).

Tetap Desak Ukur
Dikatakan, pihaknya akan tetap mendesak Lurah Lokoboko Maximus Ibu untuk mengeluarkan rekomendasi dan ijin pengukuran. Desakan yang dilakukan itu bukan tanpa alasan, karena mereka sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan. Apalagi, kata Akbar Amir, semua persyaratan seperti surat keterangan warisan, surat keterangan ahli waris dan sureat keterangan penyerahan warisan dari saudara Akbar Amir semuanya sudah dimiliki oleh pihak Akbar Amir selaku ahli waris. Semua surat itu, katanya dikeluarkan oleh pihak Kelurahan Lokoboko dan ditandatangani oleh Lurah Lokoboko, Maximus Ibu pada 20 April 2009.

Selain itu, kata dia, sejak tahun 1969, Amir Nggase, orang tua Akbar Amir telah membayar pajak atas tanah seluas 20 hektare yang kemudian dilanjutkannya sebagai ahli waris. Dia malah mempertanyakan langkah pihak penggarap yang mau melakukan pengukuran atas lokasi tanah yang digarap di atas lokasi yang disengketakan dengan menggunakan bukti pajak yang selama ini dibayar di Desa Nanganesa. Selain itu, bukti pajak tersebut untuk keperluan pengukuran tanah yang berlokasi di Lokoboko telah dilegalisir oleh Lurah Lokoboko, Maximus Ibu. “Ini yang buat kami tanda tanya. Masa bukti pajak yang dibayar di desa lain tapi legalisir di Kelurahan Lokoboko.”

Akbar Amir mengatakan, tanah yang disengketakan itu merupakan warisan dari ayahnya Amir Nggase. Jika masih ada pihak yang merasa memiliki dan menganggap dia tidak berhak atas tanah itu, dia siap melakukan sumpah adat. “Tangan saya siap potong. Kalau tangan saya putus saya siap lepas ini tanah.” Namun, kata dia, tawaran sumpah adat itu sudah berulang kali dia sampaikan namun tidak berani disanggupi pihak yang bersengketa dengan dia.

Masih Ada keputusan Lain
Salah seorang pemegang kuasa, H. Usman A. Ly kepada Flores Pos saat mendatangi Kantor Redaksi Flores Pos, Rabu (3/6) mengatakan, pernyataan Akbar Amir sebagai ahli waris yang memenangkan perkara atas tanah yang disengketakan adalah tidak benar. Pernyataannya itu, kata Usman didasarkan pada putusan PN Ende, PT Denpasar, MA dan PK sebagai dasar pengukuran dan pengurusan sertifikat tanah di BPN Ende. Padahal selain keputusan-keputusan yang dikantongi Akbar Amir, masih ada lagi keputusan terbaru yang dimiliki oleh pihak yang memberi kuasa kepada Usman A Ly dan kawan-kawan, Umar Amir dan kawan-kawan serta markus HP Gadi Gaa dan Yahya Yula yakni keputusan terakhir dari MA tanggal 28 September 1992.

Usman Ly juga mempertanyakan keputusan mana yang digunakan Akbar Amir untuk melakukan pengukuran dan pengurusan sertifikat tanah pada BPN Ende. Jika hanya menggunakan keputusan yang lama yaitu keputusan tanggal 30 Mei 1982 jelas tidak dilayani oleh BPN Ende. Terkait pajak, kata Ly, hal itu merupakan kekeliruan dari Amir Nggase dan ahli warisnya Akbar Amir mengingat tanah yang mereka miliki hanya 200 meter persegi atau 20 are namun dilaporkan seluas 20 hektare untuk pembayaran pajak. “apalagi di dalam SPT jelas tertulis bahwa PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.”

Menyangkut pemblokiran yang terjadi pada saat pengukuran lalu, Usman Ly mengatakan, pemblokiran itu adalah hal yang wajar karena massa yang memblokir merasa dirugikan atau haknya dirampas oleh orang yang mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 20 hektare. “Massa yang hadir bukan massa yang dibayar dengan uang atau orang yang tidak berkepentingan di atas tanah sengketa itu.” Warga yang melakukan pemblokiran, katanya adalah mereka yang mempunyai lahan garapan yang diwariskan secara turun temurun dan menjadi hak mereka. Dia juga membenarkan langkah yang dilakukan oleh Lurah Lokoboko, Maximus Ibu membatalkan pengukuran ke BPN Ende. Apalagi, katanya para pihak terkait telah mengajukan surat permohonan pembatalan pengukuran ke pertanahan.


Tidak ada komentar: