11 Juni 2009

Dewan Tetap Perjuangkan Bentuk Pansus Mutasi Pejabat

* Mutasi Kewenangan Bupati Tapi Ada Batasnya
Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende tetap pada pendirian membentuk panitia khusus (Pansus) menyikapi persoalan mutasi pejabat yang dilakukan pemerintahan Bupati Don Bosco M Wangge dan Wakil Bupati Achmad Mochdar. Sikap membentuk pansus itu tetap akan dilakukan kendati permintaan data proses mutasi yang diminta Dewan dan telah diberi batas waktu sampai Selasa (9/6) tidak juga dipenuhi pemerintah.

Hal itu dikatakan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Ende, Haji Pua Saleh kepada Flores Pos, Selasa (9/6). Pua Saleh mengatakan, permintaan data-data proses mutasi itu perlu dilakukan sebagai bahan rujukan Dewan sejauh mana proses mutasi itu merujuk pada aturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Namun, kata Pua Saleh, kendati pemerintah tidak memberikan data-data proses mutasi seperti yang diminta, toh pada prinsipnya Dewan sudah memiliki rujukan dan data-data akurat yang dapat mendukung dibentuknya Pansus Dewan. “Biar data tidak beri Dewan tetap komit bentuk pansus dengan rujukan data-data yang dimiliki Dewan.”

Kenapa Ada Protes
Pua Saleh juga menanggapi keras pernyataan bupati yang menyatakan bahwa mereka yang mempersoalkan mutasi tidak paham aturan. Menurut dia, justru menjadi pertanyaan balik dalam persoalan ini siapa yang tidak mengerti aturan. Hal itu karena banyak persoalan yang terjadi dalam proses mutasi ini. “Kalau mutasi sudah jalan sesuai aturan kenapa ada riak dan protes dari kalangan PNS?” tanya Pua Saleh. Menurutnya, jika pemerintahan sekarang menilai mutasi pejabat yang dilakukan pada rezim pemerintahan yang lalu salah maka pada rezim ini hendaknya diperbaiki dan tidak lagi dilakukan proses mutasi yang salah. Namun, katanya, dari apa yang terjadi ini menunjukan bahwa apa yang dilakukan pemerintahan sekarang tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan pemerintahan lalu. “Ini sama dengan terjerumus di lubang yang sama.”

Dia mengatakan, kalau mengatakan mutasi tidak ada masalah maka tentu tidak ada protes dari PNS. Untuk itu demi menjernihkan pro kontra di masyarakat, bupati diminta untuk lebih arif untuk menjelaskan kepada masyarakat aturan yang sudah sesuai seperti apa termasuk data-data yang diminta oleh Dewan. Pemerintah juga, kata dia harus siap menerima kritikan dari masyarakat. Dikatakan, setelah mengkaji 19 peraturan yang dipakai sebagai rujukan proses mutasi ternyata 80 persen proses mutasi keluar dari regulasi yang dipakai sebagai rujukan tersebut.

Pua Saleh mencontohkan, pengangkatan pejabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah yang sudah berusia 55 tahun sebenarnya sudah tidak diperbolehkan lagi karena sesuai aturan, pejabat yang diangkat atau dipromosikan ke eselon II paling kurang masih memiliki masa kerja dua tahun sebelum pensiun. Jika menganbgkat pejabat yang usia sudah 55 tahun maka tinggal satu tahun lagi akan pensiun. Contoh lainnya, kata Pua Saleh adalah pengangkatan Sekretaris Camat Ende Selatan yang masih IIIc demikian pula pengangkatan Kepala Badan pemberdayaan Perempuan yang juga masih IIIc.

Pua Saleh juga mengkritisi langkah bupati yang akan mengundang Inpektorat Wilayah untuk melakukan audit proses mutasi pada rezim pemerintahan lalu dan pemerintahan sekarang. Menurutnya, apa yang dilakukan itu tidak sepatutnya tidak perlu dilakukan. Bupati hendaknya tidak perlulagi mencari permasalahan rezim lalu karena rezim pemerintahan sekarangpun masih ada permasalahan yang terjadi.

Tidak Rugikan PNS
Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Ende, H Djamal Humris mengatakan, terkait mutasi, Dewan mempersoalkannya karena ada riak dan tanggapan pro kontra dari masyarakat. Jika pemerintah mengatakan mutasi tidak ada persoalan dan sudah jalan sesuai aturan yang berlaku tentu tidak akan ada protes di kalangan PNS. Dia meminta agar pemerintah dalam membuat kebijakan hendaknya tidak merugikan PNS atau rakyat di daerah ini dan senantiasa menciptakan iklim yang kondusif di tataran birokrasi. Memang patut dipahami bahwa mutasi itu domain dari eksekutif tetapi Dewan menerima pengaduan beberapa PNS baik lisan maupun melalui surat. Karena PNS juga adalah rakyat maka Dewan menyikapinya. Sikap Dewan itu, kata Humris sama sekali bukan untuk bermaksud intervensi kebijakan pemerintah.

Menurut Humris, jika kebijakan yang dibuat pemeirntahan di bawah kepemimpinan Bupati Don Bosco M Wangge dan Wakil Bupati Achmad Mochdar objektif dan tidak merugikan PNS akan mendapat dukungan baik secara politis maupun moril. “Saya tidak punya kepentingan apa-apa selai ingin melihat pemerintah berjalan dengan baik dan tanpa ada riak-riak yang dapat mengganggu stabilitas di daerah ini.” Humris juga menyesalkan pernyataan Bupati Don Wangge yang menilai kritik terhadap mutasi yang dilontarkan karena tidak memahami aturan. “Saya himbau Bupati Don Bosco M Wangge jangan Arohan sebagai pemimpin. Tunjukan bahwa kita seorang yang bijak dan memiliki kecerdasan emosionaldan spiritual selain kecerdasan intelektual dalam menyikapi sesuatu termasuk suara-suara dari masyarakat.”

Banyak Menyimpang
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Ende, Abdul Kadir HMB mengatakan, mengkaji persoalan mutasi yang dilakukan, ternyata banyak yang menyimpang dari aturan perundang-undangan yang mengatur tentang PNS. Memang diakui bahwa kebijakan mutasi adalah kewenangan bupati, namun menurutnya kewenangan itu ada batasannya yakni dibatasi oleh sejumlah aturan dan regulasi tentang kepegawaian. Bupati memang diberikan kewenangan melakukan perombakan kabinet dengan melakukan mutasi. Namun dalam proses ini ada batasannya yakni aturan atau payung hukum. Langkah-langkah itu perlu ditaati agar tujuan mencapai pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau good local governance maka proses dalam regulasi hendaknya ditaati agar mutasi berjalan secara objektif dan tidak berdasarkan suka atau tidak suka.


Menyangkut pemindahan atau mutasi PNS merujuk pada PP nomor 100 Tahun 2000 yang telah dirubah dengan PP noor 13 tahun 2002 tentang Penempatan Pejabat Strukturasl pada Pegawai Negeri Sipil. Selain itu menyangkut kepangkatan juga ada regulasi yang mengatur tentang itu di mana PNS yang pangkat lebih rendah tidak boleh membawahi pejabat yang pangkatnya lebih tinggi. Namun dalam proses mutasi ini masih saja terjadi. Dia mengambil contoh kasus di Dians Perhubungan. Gabriel Gati yang dimutasi menduduki jabatan sekretaris dinas pangkatnya Iva membawahi salah satu kepala bidang yang pangkatnya Ivb.

Contoh lain, kata Abdul Kadir, jika mengacu Permendagri Nomor 5 Tahun 2005 menyangkut usia pensiun 56 tahun, pengangkatan kepala BKD sudah menyalahi aturan. Sesuai aturan, pengangkatan pejabat atau promosi pejabat eselon II setinggi-tingginya dua tahun memasuki usia pensiun. Sedangkan kepala BKD sudah berusia 55 tahun dan tinggal setahun lagi akan pensiun. “Dua contoh ini jadi renungan buat pak bupati.” Sedangkan menyangkut kebijakan non job seorang pejabat, kata Abdul Kadir, dapat dilakukan jika pejabat bersangkutan melakukan tindakan indipliner berat dan dikenai sanksi. Namun untuk itu, harus melalui prosedur pemeriksaan oleh penyidik PNS yang dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan. “Jadi pertanyaan apakah hal itu sudah dilalui. Kalau belum apakah ini bukan sebuah masalah. Bupati bilang yang bicara tidak ngerti aturan. Yang tidak ngerti aturan itu siapa?”

Menurut dia, Dewan mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Untuk itu, kata Abdul Kadir, pengawasan yang dilakukan hendaknya tidak dilihat sebagai suara orqang perorangan tetapi suara anggota Dewan dalam mengawasi kebijakan pemerintah.



Tidak ada komentar: