03 Juni 2011

Ranperda RTRW Perlu Kajian Lebih Mendalam

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Ketua Badan Legislasi, Ericos Emanuel Rede mengatakan, rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang belum sempat dibahas dalam rapat Badan Legislasi masih membutuhkan kajian yang lebih mendalam. Hal itu karena ranperda ini mengatur tentang hajat hidup orang banyak dan berkaitan dengan objek dan subjek yang cukup luas.

Kepada Flores Pos di gedung DPRD Ende, Rabu (25/5), Eric Rede mengatakan, dalam pembahasan di Badan Legislasi, dari delapan ranperda yang diajukan pemerintah hanya dihabas empat ranperda yakni Ranperda tentang Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu pada Lahan Milik dan Hutan lainnya, Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan pengurus KORPRI, Ranperda tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Ende dan Ranperda tentang Pembentukan Desa Ozuzozo, Kurusare dan desa Waturaka dalam Wilayah Kabupaten Ende.

Sedangkan empat ranperda lainnya yakni Ranperda tentang Pengelolaan Panas Bumi, Ranperda tentang Penyelenggaraan Pengelolaan usaha Pertambangan, Ranperda tentang Tencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan ranperda tentang Penyertaan Modal Daerah pada Pihak Ketiga belum dapat dibahas. Tidak dibahasnya empat ranerda ini karena keterbatasan waktu yang dialokasikan untuk pembahasan. Selain itu juga karena ada ranperda seperti RTRW yang berkaitan dengan kepentingan hajat hidup orang banyak.

Khusus untuk Ranperda RTRW, kata Eric Rede, ranperda ini erat kaitan dengan batas wilayah, tata ruang wilayah yang masa berlakunya sampai 2031. Karena itu, untuk dapat ditidaklanjuti membutuhkan kajian dan uji publik karena jika tidak melalui hal itu maka akan sulit dipertanggungjawabkan. Apalagi, menyangkut soal tapal batas hutan jika tidak dibahas secara baik dan menentukan dengan jelas maka akan dipertanyakan oleh masyarakat. Karena itu, untuk bisa membahas Ranperda RTRW butuh keterlibatan banyak pihak.

Dia mengakui, Perda RTRW memang sangat penting dalam kaitan dengan perencanaan pembangunan di kabupaten. Hanya saja, untuk menghindari terjadi hal yang lebih buruk di kemudian hari maka perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam. Namun, lanjut Eric Rede, rekomendasi yang dikeluarkan Badan Legislasi masih ada ruang bagi Gabungan Komisi, fraksi-fraksi Dewan dalam pendapat akhir fraksi dan penentuan akhirnya ada di rapat paripurna. Jika dikehendaki agar Perda RTRW sangat mendesak dan harus segera dibahas dan ditetapkan maka Badan Legislasi akan berupaya berkoordinasi agar dapat ditindaklanjuti. “Jadi kalau dianggap sangat penting maka dapat dialokasikan waktu untuk dibahas lebih lanjut,” katanya.

Disinggung soal adanya sanksi jika sampai bulan Juni Perda RTRW belum ditetapkan, Eric Rede katakan resiko apapun harus siap dihadapi. Resiko sanksi lebih baik daripada ketika ditetapkan dan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Fraksi Partai Golongan Karya dalam Pandangan Umum fraksinya menegaskan, RTRW nerupajab alat pengaturan, pengendalian dan pengarahan pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten/kota. Berkaitan dengan persoalan tapal batas hutan lindung, Taman Nasional Kelimutu yang berakibat perbedaan pemahaman antara masyarakat dan pihak Balai Taman nasional Kelimutu dan pemerintah dipertanyakan apakah Ranperda RTRW dapat menjawabinya.

Fraksi Partai Golkar berpendapat, sebagai daerah otonom, daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus rumahtangganya. RTRW seyogyanya menajdi dasar pengambilan kebijakan pembangunan.

Efraim Belarminus Ngaga saat membacakan pandangan umum dari Fraksi Kebangsaan Berdaulat mengatakan, Ranperda tentang RTRW harus direspon. Hal itu didasarkan pda urgensitas ranperda tersebut karena dari perda inilah basis perencanaan pemeritnah dimulai. Fraksi Kebangkitan Berdaulat memberikan apresiasi kepada pemerintah yang setia menyiapkan dan menyusun ranperda RTRW ini. Fraksi mendorong agar ranperda ini tetap dibahas dan pada waktunya ditetapkan menjadi peraturand aerah.

Tidak ada komentar: