27 Mei 2009

Mutasi Pejabat Eselon II dan III Dinilai Tidak Profesional

* Penurunan Eselonering Tidak Proporsional
Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Langkah mutasi jabatan untuk pejabat eselon II dan III lingkup Pemerintah Kabupaten Ende yangh dilakukan pemerintah dinilai berjalan tidak profesional. Penempatan pejabat belum dilakukan secara proporsional. Daftar urutan kepangkatan (DUK) seharusnya tidak menjadi satu-satunya acuan dalam proses mutasi namun harus pula melihat kemampuan pejabat dimaksud mengingat pejabat yang junir belum tentu kemampuannya dibawa pejabat senior.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi A DPRD Ende, Fransiskus Taso di Kantor DPRD Ende, Senin (25/5). Berbicara soal penempatan pejabat berdasarkan DUK, kata Taso patut didukung karena hal itu berdasarkan aturan. Namun, katanya, dalam proses penempatan pejabat DUK bukan segalanya namun harus ada pertimbangan khusus lainnya dalam penempatan pejabat apalagi DUK tidak dapat digunakan untuk mengukur kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Bahkan, kata Taso, dalam merujuk pada DUK tidak serta merta pejabat yang karena senior namun tidak memiliki kemampuan harus dipromosikan. Karena menurut Taso, kendati junior, namun terkadang kemampuan pejabat yang junior melebihi pejabat senior yang jika hanya berdasarkan DUK harus diprioritaskan namun dari segi kemampuan masih diragukan.


Tidak Semua Penuhi Syarat
Taso menilai, dalam pengangkatan pejabat eselon II dan III yang dilakukan dan dilantik bupati pada Jumad (22/5) lalu, tidak semua pejabat yang dimutasi memenuhi persyaratan dan belum semuanya mengikuti DUK yang ada. Menurutnya, jika belum ada pejabat yang memenuhi syarat sesuai DUK dan syarat-syarat lainnya maka pemerintah harus berani mengambil pejabat dari luar Ende yang memenuhi syarat. Pemerintah hendaknya tidak memaksakan pejabat yang belum memenuhi persyaratan untuk duduk pada jabatan tersebut. Karena itu dia menilai, penempatan pejabat belum sepenuhnya dilakukan sesuai Duk dan aturan yang berlaku sehingga slogan the right man and the right peach belum sepenuhnya dilaksanakan.

Dikatakan, dalam proses penempatan pejabat pada SKPD, harus ada kontrak politik dengan pejabat yang bersangkutan. Kontrak politik itu, menurut Taso dapat dijadikan alat evaluasi bagi pejabat dimaksud apakah sudah menjalankan tugas sesuai kontrak atau tidak. Penilaian kinerja itu nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam promosi pejabat dimaksud ke depan. Dia juga mengatakan, dalam penempatan pejabat pada staf ahli bupati, ada beberapa pejabat yang sebenarnya masih dapat dipertahankan memimpin SKPD. Apalagi, kata dia, ada pejabat yang disekolahkan pemerintah namun setelah itu malah ditempatkan di staf ahli.

Tindakan Indispliner
Menyangkut penurunan eselonering pejabat dalam proses mutasi pejabat Eselon II dan III itu, Taso menilai patut dipertanyakan. Komisi A akan meminta klarifikasi dari pemerintah alasan-alasan penurunan jabatan eselonering para pejabat tersebut. Menurutnya, penurunan jabatan dalam pemerintahan adalah hal yang wajar namun hal itu dapat ditolerir sepanjang pejabat dimaksud melakukan tindakan indisipliner yang tidak dapat ditoleriri sehingga dapat menyebabkan penurunan jabatan satu atau dua tingkat dibawahnya. Menurut pengatamannya, para pejabat yang diturunkan eseloneringnya itu selama ini tidak pernah melakukan tindakan indisipliner sehingga menyebabkan jabatan mereka diturunkan. Kalau dikatakan kenaikan jabatan mereka pada pemerintahan lalu dilakukan tidak memenuhi syarat, seharusnya bukan pejabat tersebut yang disalahkan. Sebagai PNS mereka loyal menerima jabatan yang dipercayakan. “Jadi harusnya kalau dipersalahkan bukan pejabatnya yang kena sanksi turun jabatan.”

Dia juga menilai, proses mutasi yang dilakukan ini terlalu cepat dilakukan oleh pemerintahan di bawah kepemimpinan Bupati Don Bosco M Wangge dan Wakil Bupati Achmad Mochdar yang baru dilantik 7 April 2009 yang lalu. Minimal, kata dia, dibutuhkan kajian yang mendalam dari tim Baperjakat (badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan). Kendati dalam proses ini, kewenangan sepenuhnya ada di tangan bupati tetapi dalam proses ini perlu juga adanya masukan-masukan karena bupati tidak mungkin bisa menyusun sendiri penempatan pejabat eselon II dan III.

Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Ende, Bernadus Guru yang juga Asisten III Setda Ende belum dapat ditemui. Saat Flores Pos hendak berupaya menemui beliau di ruang kerjanya, melalui staf di ruang kerjanya, Bernadus Guru mengatakan belum bisa diwawancarai wartawan dan masih butuh waktu istirahat. Dia meminta Flores Pos untuk bersabar apalagi kewenangan mutasi sepenuhnya ada di tangan bupati.

Sesuai DUK
Bupati Ende, Don Bosco M Wangge dalam sambutannya saat melantik pejabat eselon II dan III di lantai dua kantor bupati, Jumad (22/5) menegaskan terdapat empat prioritas yang dikedepankan dalam kepemimpinan yakni reformasi birokrasi, penegakan supremasi hukum, peningkatan kualitas pelayanan dan pembangunan. Terkait reformasi birokrasi, katanya, akan disusul dengan perampingan birokrasi dan penyesuaian jabatan. Pada mutasi yang lalu, hanya mengacu pada kemauan indifidu tanpa merujuk pada aturan. Mutasi, kata dia hanya atas kemauan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). Banyak pejabat senior yang dikesampingkan dan pejabat junior yang dipercaya menduduki jabatan. Mutasi kali ini, tegasnya, disesuaikan dengan daftar urutan kepangkatan (DUK) yang selama ini diplesetkan menjadi daftar urutan keluarga atau daftar urutan kedekatan.

Ditegaskan, dalam mutasi ini, terdapat tiga pejabat yang baru golongan IV-A dipercayakan menempati jabatan eselon II. Ketiganya, kata dia mempunyai kemampuan dan keahlian khusus seperti di Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum dan Dinas Perikanan dan Kelautan. Penempatan pejabat, didasarkan pada kompetensi yang dimiliki dan dipandang cakap. Sesuai dengan syarat jabatan seperti DUK dan setelah melihat DUK akhrinya melakukan penataan ulang dan mengembalikan pada habitatnya.



Tidak ada komentar: