10 September 2009

Talk Show Peran Pers Lokal dalam Memasyarakatkan Pangan Lokal

* Tampilkan Lima Pembicara
Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Dalam rangka perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-10 Flores Pos yang jatuh pada 9 September, Flores Pos menggelar talk show mengangkat tema peran pers lokal dalam memasyarakatkan pangan lokal. Tampil sebagai pembicara dalam talk show ini Bupati Ende, Don Bosco M Wangge, Direktur FIRD, Roni So, Don Bosco Do, Pemimpin Redaksi Flores Pos, Frans Anggal dan Sekretaris Bappeda Ngada, Pieter Sue. Pater Lorens Olanama, SVD tampil sebagai moderator dalam talk show ini.

Talk show peran pers lokal dalam memasyarakatkan pangan lokal digelar di halaman Kantor Redaksi Flores Pos, Jalan El Tari, Selasa (8/9).

Bupati Ende, Don Bosco M Wangge yang diberi kesempatan awal memaparkan pokok-pokok pikirannya mengatakan, makanan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Orang, katanya menyitir pernyataan moderator Pater Olanama, belum berbuat apa-apa kalu perut belum kenyang. Karena itu, makan dan makanan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Dikatakan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yag cukup baik jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau. Pada tahun 2012, kata Wangge, telah dicanangkan Kabupaten Ende akan mencapai swasembada pangan. Itu berarti bukan saja swasembada beras tetapi juga pangan lokal yang tidak terpisahkan dari ketercukupan pangan.

Untuk mendukung langkah mencapai swasembada pangan 2012 itu, telah dilakukan berbagai langkah seperti sosialisasi dan secara teknis telah bertemu dengan petugas penyuluh lapangan (PPL) agar bisa tercapai ketercukupan pangan dengan fokus perhatian pada pangan lokal. Untuk bisa mencapai itu, perlu upaya merubah pola dari pola mengkonsumsi pangan beras ke pola konsumsi pangan lokal. Saat ini, masyarakat sudah mulai melupakan jenis-jenis pangan lokal Ende seperti lolo, are, uwi dan sejumlah ejnis pangan lokal lainnya. “Pangan lokal diabaikan dan bilang belum makan kalau belum makan nasi beras.” Untuk itu ke depan, konsumsi pangan lokal harus kembali dihidupkan.

Dijelaskan, untuk Kabupaten Ende, pangan belum mencukupi. Dari 21.198 keluarga tani dengan 1377 kelompok tani yang semuanya tergabung dalam Gapoktan menjadi 133 kelompok tani, terdapat 90 PPL PNS dan 95 PPL non PNS. Lahan potensial yang dimiliki 50.750 ha, yang difungsikan baru 21.580 ha (42,52 Persen) dan yang belum difungsikan 29.170 ha atau 57,48 persen. Luas tanam dan produksi pangan tahun 2008, luas tanam 16.995, luas panen 16.739 dan luas produksi 52.706 ton. Dari luas lahan itu, ketersediaan pangan selama lima tahun terakhir yakni pada tahun 2004 sebanyak 23.015 ton ekuivalen beras dan terjadi kekurangan 40,37 persen, tahun 2005 sebanyak 25.411 ton ekuivalen beras dan terjadi kekurangan 35,48 persen. Pada tahun 2006 ketersediaan pangan 28.645 ton ekuivalen beras dan terjadi kekurangan 28,36 persen, tahun 2007 sebanyak 29.509 ton dan terjadi kekurangan 27,82 persen dan pada tahun 2008 31.284 ton dengan kekurangan 25,01 persen.

Dari kondisi ini, kata Wangge, ada trend peningkatan produksi dan kekurangan kamin menurun. Jika kondisi ini terus disikapi maka pada tahun 2012 kekurangan pangan bisa diatasi dan swasembada pangan dapat tercapai. Namun, kata dia, kendati ada upaya meningkatkan pangan lokal namun bukan berarti pangan beras diabaikan. Produktifitas beras akan terus ditingkatkan. Jika selama ini produksi padai per hektar paling tinggi hanya 4,5 ton-5 ton maka diupayakan agar per hektar mampu menghasilkan 6-7,5 ton dan tahun 2012 harus mampu mencapai 10 ton per hektar.

Untuk bisa mencapai swasembada di tahun 2012, lanjut Wangge, langkah yang dilakukan adalah bekerja sama dengan pihak swasta yang menurutnya selama ini terkesan ditidurkan. Untuk benih yang selama ini diproyekan, akan libatkan swasta untuk mendatangkan benih dan mereka yang nanti membeli hasil produksi dari petani.

Roni So pada kesempatan itu mengatakan, selama sepuluh tahun bekerja bersama di tengah petani dalam upaya mengembalikan kedaulatan kepada petani yakni petani berdaulat atas benih, berdaulat atas air dan berdaulat atas tanah. Dari kerja-kerja itu, berhasil menghimpun segenap petani Flores Lembata dan menggelar Musyawarah Besar Petani (Mubes) yang menghasilkan tiga rekomendasi terkait kedaulatan petani yakni petani harus kembali berdaulat atas benih, air dan tanah. Dikatakan, kerja-kerja dan Mubes Petani Flores Lembata menyangkut kedaulatan pangan akhirnya mendapat respon dari Keuskupan Nusa Tenggara yang menggelar pertemuan membahas kedaulatan pangan. Dia berharap, ke depan, pemerintah juga mulai membicarakan soal kedaulatan pangan.

Bicara soal kedaulatan pangan, kata Roni So, ada tiga pokok persoalan yakni benih unggul yang harus benih tanpa intervensi pestisida dan pupuk ilmiah. Pasar yang tidak merugikan petani kendati diketahui bahwa investor juga inginmencari keuntungan namun agar tidak terlalu memberatkan petani. “Disini kita berbicara menyangkut perdagangan yang adil.” Terkait petani, dia mengkritik petani kita dan melontarkan pertanyaan kritis petani kita apakah petani ataukah buruh tani. Jika sebagai petani mereka menanam apa yang mereka makan namun sebagai buruh tani mereka menanam apa yang mau dibeli oleh orang lain.

Don Bosco Do dalam pemaparannya mengatakan, mengingat saat ini pemerintah mulai menggalakan pangan lokal maka langkah itu perlu penyatuan ide untuk saling mendukung. Bicara soal pangan dan peran swasta, merupakan suatu kecemasan pada orientasi pada pasar. Walau pasar menjadi penyatu akses ke pasar akan ada titik rawan. Menanggapi soal kedaulatan pangan yang diangkat Roni So, dia mengatakan agar pemerintah membantu dalam melakukan riset pangan lokal yang unggul agar benih yang disiapkan benar-benar unggul dan dapat dibudidayakan. Karena mneurutnya, benih unggul lokal ini yang menjadi kebutuhan para petani.

Don Bosco Do juga mengatakan, pangan lokal mensuplai keutuhan karbohidrat bagi tubuh. Pangan lokal juga memiliki nilai gizi yang cukup.

Romo Ronny Neto Wuli, Pr menanggapi para pembicara mengatakan, berbicara soal peran pers lokal dalam memasyarakatkan pangan lokal sebenarnya sudah dimulai sejak Dian. Dia bahkan masih mengingat satu judul berita Dian yang berbunyi ‘Ubi Nuabosi Siapa Tidak Doyan’ yang menurutnya sangat luar biasa. Pangan lokal mempunyai ketahanan dan petani bangga dnegan produksi pangan lokal yang didukung penuh oleh peran pers saat itu. “Dian sudah mulai dan ini yang terus diberitakan.”

Nimus Palla dari Yayasan Tananua mengusulkan agar Flores Pos membuka rubrik khusus yang menyajikan tulisan dan gambar berbagai jenis pangan lokal agar masyarakat lebih mengenal pangan lokal yang ada. Dia juga mengusulkan adanya perbaikan kurikulum muatan lokal yang mengangkat juga soal pangan lokal. Terkait pemberdayaan pangan lokal lewat lomba masak, Palla mengusulkan agar ke depan tidak saja digelar lomba masak pangan lokal tetapi pula lomba keberagaman isi lumbung. Langkah itu perlu menurutnya agar bisa diketahui kemampuan petani dalam membudidayakan pangan lokal yang diisi di dalam lumbung mereka. Dia juga menggagas agar setiap reklame yang masuk ke Ende harus menampilkan kampanye pangan lokal. “Kalau tidak mau kampanye pangan lokal jangan diijinkan dipasang.”

Frans Anggal dalam materinya mengatakan dengan adanya otonomi, setiap bupati mulai merancang kegiatan yang baik namun terkadang masih terbentur kebijakan yang lebih tinggi. Untuk itu menuntut pemerintah daerah untuk membuat kebijakan lokal menyangkut ketahanan pangan . langkah bupati Don Wangge yang turun ke desa dan makan makanan lokal merupakan langkah bijak. Sebagai figur publik, apa yang dibuat itu bisa menjadi contoh yang dapat ditiru dan jika diteruskan kepada masyarakat akan lebih efektif dan hal itu merupakan peran dari pers.

Pers, kata Anggal memiliki lima peran yakni sebagai pelapor, penafsir, wakil publik, anjing pengawas dan pembuat kebijakan. Pers mencari dan memberitakan kebenaran yang selalu dilengkapi dari hari ke hari agar semakin mencapai kepada kebenaran walau tidak sampai pada kebenaran mutlak. Pers loyal kepada masyarakat bukan loyal kepada pemilik koran dan pembaca. Melakukan verivikasi, tidak memihak dan memantau kekuasaan. Terkait dengan peran pers lokal dalam memasyaraktkan pangan lokal, Anggal katakan, karena ini merupakan gerakan maka bersifat horisontal, bukan merupakan program namun gerakan dan semua unsur harus terlibat di dalamnya dalam upaya memasyarakatkan pangan lokal. Jika ingi agar program ini bisa berhasil, katanya, peranan pers perlu diperhitungkan. Dia menganjurkan agar pemerintah membuat gerakan koran masuk desa dan koran masuk sekolah demi memasyaraktkan pangan lokal.

Pieter Sue dalam materinya mengatakan, potensi lahan yang dimiliki Ngada masing-masing lahan kering 155.577 ha dan lahan basah 6.515 ha. Ketersediaan dan kebutuhan pangan Ngada berdasarkan produksi pangan, produksi beras 13.731 ton, non beras 9.800 ton. Kebutuhan per lima bulan mencapai 7.540 ton. Kabupaten Ngada, kata Sue mengalami surplus pangan dan untuk emncapainya pemerintah memiliki strategi yakni peningkatan koordinasi sistem ketahanan pangan, peningkatan kelembagaan pangan masyarakat, pengembangan motifasi dan partisipasi masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia pertanian dan mekanisme penyelengggaraan penyuluhan, pengembangan agribisnis unggulan desa dengan mengembagkan kelompok agribisnis yang menjadi unggulan melalui koordinasi lintas sektor.

sementara pada acara puncak peringatan HUT ke-10 Flores Pos, dilaksanakan misa syukur yang dipimpin Vikjen Keuskupan Agung Ende, Pater Yoseph Seran, SVD. usai acara misa syukur dilanjutkan dnegan ramah tamah sederhana yang dihadiri kelaurga besar Flores Pos dan sejumlah undangan lainnya.




Tidak ada komentar: