13 Februari 2016

Kota Kupang sebagai Rumah Bersama

Hiero Bokilia

KOTA Kupang menjadi rumah bersama tanpa memandang agama, suku, ras dan antargolongan. Karena, dengan tidak memandang semuanya itu, Kota Kupang dapat mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, dan ditunjukkan lewat tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Sehingga, perempuan dan laki-laki memiliki akses dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dan mengontol pembangunan.

Demikian dikatakan Ketua Sinode GMIT Pendeta Dr Merry Kolimon saat menerima Perempuan Lintasagama di kantor Sinode GMIT, Senin (1/2).

Pendeta Merry mengatakan, dengan menjadikan Kota Kuang sebagai rumah bersama, maka perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan yang sama, setara, dan adil dalam pembangunan.

Dikatakannya, berbicara terkait kepemimpinan, bukan soal kepemimpinan perempuan atau laki-laki. Tetapi, pemimpin yang memiliki perhatian dan fokus terhdap perempuan. Jadi, walaupun seorang perempuan tetapi tidak memiliki perhatian terhadap perempuan, maka akan lebih baik memiliki pemimpin laki-laki, tetapi emiliki fokus perhatian terhadap perempuan.

"Saya berharap, dalam jaringan kelompok Perempuan Lintasagama perlu memahami dan menyetuh isu-isu sensitif yang terjadi. Saya siap terlibat di dalam mendukung pelaksanaan kelompok Perempuan Lintasagama untuk bersama bergandengan tangan,” katanya.

Pada kesempatan itu, Pendeta Merry juga menegaskan bahwa perjuangan Perempuan Lintasagama masih sangat panjang. Sebab, persoalan yang terjadi saat ini masih cukup banyak, yakni masalah kekerasan terhadap perempuan, trafficking, kurang gizi, serta masalah kekeringan yang melanda masyarakat. ”Agama-agama kita saat ini menunju kemapanan, maka kelompok Perempuan Lintasagama harus melihat isus-isu tersebut,” katanya.

Selain itu, katanya, masalah perkembangan agama juga masih menyelimuti rasa ketakutan di kalangan agama-agama. Untuk itu, hal ini juga perlu menjadi perhatian bersama dalam memperjuangkan lewat kampanyek kepada masyarakat yang masih memiliki rasa curiga terhadap perkembangan agama.

“Kita melihat keberadaan suatu wilayah yang menyatakan mayoritas mereka agama A atau B sudah tidak ada lagi. Namun, kadang-kadang  orang menggunakan agama dalam berpolitik. Hal seperti itu yang perlu menjadi perhatian dari kelompok Perempuan Lintasagama guna memberikan pencerahan kepada mereka,” katanya.

Direktris Rumah Perempuan Kupang Libby Ratuarat-Sinlaeloe mengatakan, kedatangan kelompok Perempuan Lintasagama untuk memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan pelaksanaan program yang sudah dilaksanakan guna mendapat dukungan dari pemimpin agama.

“Audiens yang dilakukan Perempuan Lintasagama sekaligus menyampaikan berbagai persoalan sebagai masukan untuk bersama-sama bergandengan tangan dalam kampanye,” katanya.

Libby mengakui, Perempuan Lintasagama saat ini secara struktur belum terbentuk, karena kelampok tersebut masih mencari masukan. Karena, berbicara soal lintasagama, diperlukan suatu bentuk agar nantinya apa yang sudah dibentuk di Kota Kupang bisa menjadi pilot project bagi daerah lain.

Tidak ada komentar: