15 Juni 2011

GMNI dan Warga Bhoanawa Pertanyakan Pemutusan Listrik Sepihak


<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

· PLN Fasilitasi Pemasangan Baru

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ende bersama warga Bhoanawa kelurahan Tetandara mendatangi gedung DPRD Ende. GMNI dan warga Bhoanawa ini mempertanyakan pemutusan sambungan listrik ke 50 rumah yang ada di Bhoanawa tanpa pemberitahuan. Di DPRD Ende, GMNI dan warga diterima dan dalam dialog yang meghadirkan pihak Manajemen PT PLN Cabang Flores Bagian Barat, pihak PLN bersedia memfasilitasi warga untuk melakukan penyambungan baru dan untuk sementara dilakukan penyambungan kembali hingga warga melakukan pemasangan baru.

Aksi massa GMNI Cabang Ende bersama warga Bhoanawa, Rabu (1/6) sempat tegang. Massa aksi yang hendak memasuki halaman kantor PT PLN Cabang Flores Bagian Barat (FBB) dihalangi sejumlah aparat keamanan dari Polres Ende. Pintu pagar yang ditutup rapat membuat massa tidak bisa masuk. Massa berupaya mendobrak pagar yang dihalang oleh anggota polisi. Massa ingin bertemu langsung dengan Manajer PT PLN Cabang FBB namun tidak diijinkan untuk masuk halaman kantor PLN. Setelah saling dorong di depan pagar, massa aksi akhirnya memutuskan untuk bergerak menuju gedung DPRD Ende.

Di gedung DPRD Ende, massa langsung masuk ke halaman kantor dan setelah berorasi beberapa saat di depan pelataran gedung, Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu bersama sejumlah anggota DPRD Ende keluar menemui massa aksi. Mereka lalu diminta ketua DPRD Ende untuk menuju ruang Gabungan Komisi agar dapat dilakukan dialog.

Dalam dialog di DPRD Ende, aparat kepolisian sempat dibuat jengkel atas pernyataan salah seorang anggota aksi yang menyebutkan polisi sebagai anjing negara. Pernyataan ini sempat menyulut kemarahan dan aparat yang berjaga di gedung Dewan sempat berdiri namun tidak sampai terjadi insiden. Jumlah polisi yang ada di gedung Dewan semakin bertambah usai pernyataan tersebut. Namun pembuat pernyataan tidak sampai ditangkap usai dialog namun oleh petugas dari Satuan Intelkam, oknum mahasiswa tersebut hanya diambil keterangan dan data diri.

Ketua GMNI Cabang Ende, Andreas Eusebius dalam dialog di ruang rapat Gabungan Komisi mengatakan, kehadiran massa aksi dari GMNI bersama warga Bhoanawa ini untuk menyampaikan kejadian pemutusan aliran listrik ke 50 rumah yang dilakukan secara sepihak oleh PLN pada 31 Mei 2011 lalu. Pemutusan aliran listrik tersebut dilakukan PLN tanpa ada sosialisasi dan pemberitahuan terlebih dahulu kepada warga pemilik rumah.

Pemutusan sambungan listrik ke 50 rumah ini, kata Eusebius telah berampak mengganggu seluruh aktifitas masyarakat. Anak-anak mereka tidak bisa belajar pada malam hari dan masyarakat yang tigngal di pinggir kota ini harus gelap di malam hari karena tidak ada penerangan.

Usai dilakukan pemutusan, warga mencoba mendekati pihak PLN untuk mengecek biaya pemasangan baru. Ketika dicek awal dijelaskan bahwa biaya pemasangan baru sebesar Rp375 ribu namun kemudian ada penjelasan bahwa biaya pemasangan mencapai Rp1,7 juta. Penjelasan yang tidak akurat dengan harga yang berbeda ini telah terjadi pembengkakan harga dan menurut Eusebius merupakan bentuk pembodohan terhadap warga. Pemasangan dengan nilai yang begitu besar sangat memberatkan bagi warga yang sehari-hari hanya bekerja sebagai buruh, penjaga toko, petani dan nelayan.

Ambrosius Kesu, warga Bhoanawa dalam dialog mengatakan, pemutusan aliran listrik di 50 rumah warga ini merupakan lagkah sepihak PLN. Pihak PLN yang turun ke lokasi langsung menggunting kabel yang menghubungkan aliran listrik dari rumah ke rumah. PLN, kata Kesu hanya melihat dari sisi kepentingan mereka sedangkan kepentingan rakyat tidak diperhatikan. Karena itu dia meminta agar persoalan ini bisa diselesaikan. PLN hendaknya bisa memikirkan solusi terbaik mengatasi persoalan yang dihadapi warga yang telah diputuskan aliran listriknya.

Kesu juga mengatakan, harga yang ditetapkan PLN untuk pemasangan baru simpang siur. “Tidak ada stabndar harga yang jelas,” kata dia. PLN, lanjut dia harus memikirkan solusi karena selama pemutusan aliran listrik anak-anak tidak bisa belajar dan aktifitas di malam hari lumpuh.

Marsel Petu mengatakan, dari penyampaian warga dan GMNI ada tiga permasalahan yakni soal realita pemutusan aliran listrik ke 50 rumah, soal alasan pemutusan dan soal permintaan warga. Warga melalui DPRD meminta agar pemutusan listrik yang dihubungkan dari rumah induk yang berlangganan listrik. Warga sudah menyampaikan secara terbuka dan jujur bahwa mereka tidak sanggup melakukan penyambungan baru karena penghasilan mereka terbatas. Namun, masyarakat jelas membutuhkan listrik.

Keterbatasan itu membuat mereka mengambil langkah menyambung dari rumah ke rumah dan langkah itu akhirnya ditindak oleh PLN dengan melakukan pemutusan dan saat pemutusan tidak disampaikan alasan pemutusan. Masyarakat, kata Marsel Petu mengharapkan agar dilakukan penyambungan kembali sambil menunggu upaya-upaya lebih lanjut masyarakat untuk melakukan penyambungan baru. “Masyarakat mengharapkan adanya kebijakan yang arif dan bijaksana PLN untuk menyikapi kondisi ini,” kata Marsel Petu.

Martinus Mitang, Asisten Manajer Niaga PT PLN Cabang FBB mengatakan, berdasarkan peraturan yang berlaku di PLN, setiap pemasangan baru ada perjanjian jual beli listrik antara PLN dengan pelanggan. Dalam perjanjian tersebut pelanggan tidak diperbolehkan memperjualbelikan listrik kepada pihak lain. Pelanggan juga tidak boleh menjual meteran dan asesoris kepada pihak lain. Pemutusan yang dilakukan di 50 rumah warga Bhoanawa karena pelanggan sudah melanggar perjanjian dengan memperjualbelikan listrik kepada piak lain. Sambungan dari rumah induk ke rumah-rumah lain, kata Mitang sangat berisiko. Selama ini serign terjadi kebakaran akibat arus pendek dan itu terjadi akibat sambungan dari rumah ke rumah yang menggunakan kabel yang tidak standar.

Mitang mengatakan, pemutusan aliran listrik kepada 50 warga di Bhoanawa bukannya dilakukan tanpa pemberitahuan. PLN sudah menyampaikan hal itu melalui pengumuman yang dilansir di media cetak dan elektronik. Jadi menurutnya, tidak benar jika dikatakan pemutusan tanpa ada sosialisasi dan pemberitahuan terlebih dahulu. Petugas yang turun melakukan pemutusan juga mengantongi surat perintah kerja dan saat melakukan pemutusan sudah menyampaikan kepada pemilik rumah. “Tapi kalau petugas kami tidak sampaikan kepada pemilik rumah akan kami cek lagi,” kata Mitang.

Terkait sinyalemen soal standar harga yang tidak jelas, Mitang mengatakan, dalam pemasangan sambungan baru ada dua komponen yang harus dipenuhi yakni biaya pemasangan instalasi dan biaya untuk PLN yang menyediakan arus listrik. Biaya untuk PLN hanya Rp373 sedangkan untuk biaya instalatir yang berfariasi sesuai jumlah titik lampu. Instalasi merupakan milik pelanggan yang dipasang oleh instalatir yang bermitra dengan PLN.

Asisten Manajer Distribusi, Arif Rihmatin mengatakan, penjualan listrik oleh pelanggan justru merugikan masyarakat sendiri. Jika menjadi pelanggan, biaya yang dikeluarkan pelanggan setiap bulan justru lebih kecil sedangkan pemakaian dapat dilakukan sesuka hati.

Arif mengatakan, PLN siap memfasilitasi warga untuk melakukan penyambungan baru dan sambil menunggu warga melakukan penyambungan baru dan menjadi pelanggan resmi, PLN akan kembali melakukan penyambungan. Hanya saja, penyambungan baru dapat dilakukan setelah dilakukan sosialisasi kepada warga dan dibuat perjanjian bahwa jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat penyambungan itu maka menjadi tanggungjawab pemilik rumah danbukan tanggungjawab PLN. Penyambungan kembali ini juga tidak diberikan dalam jangka waktu yang terlalu lama dan bagi warga yang bisa melakukan pemasangan baru akan difasilitasi oleh PLN.

Tidak ada komentar: