03 Juli 2011

GMNI Ende Gelar Seminar Kebangsaan

· * Bicara Prinsip Moral Harus Lakukan yang Baik

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ende menggelar seminar sehari dengan tema kita tingkatkan wawasan kebangsaan demi menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI. Seminar menghadirkan tiga orang pembicara masing-masing Haji Abdurahman Aroeboesman, Ketua MUI Cabang Ende, Heribertus Gani, Ketua Komii C DPRD Ended an Romo Domi Nong, Pr, Ketua STIPAR Ende dengan moderator Vincentius Sangu.

Haji Abdurahman Aroeboesman dalam seminar di aulaer LLK Dinas Nakertrans Ende, Rabu (23/6) mengatakan, pluralisme merupakan kesetiaan menerima pluralitas atau keanekaragaman. Pluralitas merupakan kenyataan dan ada perbedaan tetapi tetap satu. Haya ada perbedaan tempat lahir, agama. Untuk dapat mengatur keanekaragaman itu maka harus ada pluralism karena tidak dapat dipungkiri bahwa pluralitas mengandung bibit perpecahan. Karena adanya ancaman perpecahan itu maka dibutuhkan sikap toleran, keterbukaan dan kesetaraan.

Dengan pluralism, kata Aroeboesman, memungkinkan terjadinya kerukunan di dalam masyarakat dan bukannya konflik. Pluralism merupakan suatu keharusan bagi masyarakat Indonesia yang majemuk. Pluralism menurutnya merupakan nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Dalam Negara yang sedang memilih demokrasi tentu harus menghargai hak dan kebebasan indifidu baik dalam berapresiasi, berpolitik, berbudaya dan berkreasi seni sepanjang tidak mencederai demokrasi. Konsekwensi logis dari berdemokrasi oleh suatu Negara adalah penguatan kelembagaan yudikatif, eksekutif dan legislative dan system yang berlaku.

Pluralisme dan demokrasi mengajarkan tentang persamaan hak dan kewajiban sebagai warga bangsa. Sebagai esensi demokrasi, kata Aroeboesman pluralism harus menjadi wajah bagi setiap anak bangsa, sadar bahwa manusia di bumi adalah saling berbeda baik adat, budaya, agama dan perbedaan lainnya mesti dihargai. Pancasila merupakan wadah konstitusional untuk pluralism di Indonesia. Pancasila merupakan pandagan filosofis kebangsaan bersama dan aturan-aturan praktis yang mampu mewadahi keanekaragaman bangsa sekaligus melindungi keyakinan masing-masing dari intervensi dan kepentingan politik.

Sebagai anak bangsa, kata Aroeboesman, dalam menyelesaikan persoalan bangsa untuk mencapai tujuan maka cara pandang, cara melihat dan cara berpikir harus berwawasan kebangsaan. Kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara harus lebih diutamakan dari kepentingan pribadi, kelompok atau golongan sehingga pluralism yang dipahami sebagai kebanggaan dan jati diri bangsa akan menjadi satu ramhat Tuhan yang Mahaesa.

Heribertus Gani mengatakan, dalam membedah soal Pancasila harusnya dilakukan oleh pelaku sejarah namun dia akan berupaya. Untuk itu menurutnya dalam membedahnya ada empat premis ulasan yang membantu yakni sejarah lahirnya Pancasila, makna hakiki yang mendukung di dalam Pancasila, Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan pemerintahan dan menelaah fakta empiris implementasnya di jaman ini yang mendoron dibicarakannya Pancasila dan Wawasan kebangsaan.

Kelahiran Pancasila dan penerimaannya oleh founding father maupun bangsa Indonesia bukan dating dengan sendirinya namun melalui proses panjang. Pancasila dalam perjalanan juga menghadapi berbagai tantangan. Pancasila merupakan hasil pemikiran dialektis yang terdorong kondisi objektif bangsa Indonesia yang kemudian dikembangkan menjadi ideology dan teori perjuangan yang disebut Marhaenisme dan oleh Bung Karno diangkat menjadi Pancasila.

Kelahiran Pancasila dipicu suatu kesadaran rakyat Indonesia keluar dari penderitaan dan penindasan kolonialisme, imperialism dan feodalisme. Pancasila sebagai dasar Negara dan landasan idil bangsa Indonesia dalam berbagai dinamika dan dialektika kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan telah membuktikan peranan dan eksistensinya sebagai instrument yang menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi.

Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar antologis manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek Negara karenanya kehidupan politik harus benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.

Seminar yang digelar, kata Gani didorong reaksi karena keprihatinan atas krisis implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan berpemerintahan. Dampaknya semakin berkembangnya pragramatisme dan hedonism yang menggerogoti idealism penyelenggara pemerintahan. Diperlukan komitmen kebangsaan untuk merevitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan.

Romo Domi Nong dalam paparannya mengatakan, berbicara soal moralitas maka berbicara tentang tiga hal pokok terkait sikap tingkah laku dan perbatan manusia yaitu prinsip moral, nilai moral dan norma moral. Moralitas apapun entah moralitas keagamaan, moralitas masyarakat, etika jurnalistik, etika guru tentu memegang prinsip moral, prinsip nilai dan norma moral juga dalam etika atau moral politik. Prinsip moral ini, lanjutnya harus dipegang teguh.

Prinsip adalah hal yang utama dan pertama yang menjadi pegangan pokok dalam bertindak dan bertingkahlaku. Berbicara prinsip moral, yang paling utama adalah selalu melakukan yang baik dan senantiasa menelakan yang jahat. “Ini pokokm dari semua prinsip moral,” kata Romo Domi. Namun terkadang menghadapi sikap lain sebagai sikap kompromistis oportunistis di mana sikap ini bertentangan dengan prinsip moral karena tidak saja merelatisir prinsip moral tetapi juga meniadakannya.

Dalam kompromistis oportunitis, maka saling menekan naka prinsip yang dipegang teguh adalah kepentingan dan mau mendapatkan keuntungan. Mental mencari keuntungan dan saling menekan dalam kesempatan demi keuntungan pribadi tidak peduli kerugia orang lain makin tahun makin bertambah meningkat. Lembaga negara yuang diciptakan untuk meminimalisir kompromistis oportunistis.

Prinsip probabilitas di mana manusia diperhadapkan pada kemungkinan dan semuanya dalam kondisi baik manusia mesti memilih kemungkinan yang terbaik. Optimistis maksimilistis bukan pesimistis minimalistis. Namun di Indonesia yang penting sudah baik. Prinsip lainnya yakni prinsip indugiononfacther yakni dalam keraguan jangan bertindak. Manusia sering menghadapi banyak tawaran dan masih ragukan apakah benar-benar tawaran yang baik dan jika masih ragu jangan mengambil keputusan untuk bertindak. Tapi kalau dalam keraguan mengambil tindakan maka kesalahannya akan besar. Seringkali terjadi protes kerna keputusan yang diambil tidak matang untuk menawarkan kebaikan dan kesejahteraan termasuk peraturan-peraturan yang diciptakan baik nasional maupun di daerah.

Prinsip minus maklum, lanjutnya apabila dilingkari yang jahat maka pilihan mana yang paling kurang jahat agar dampak negatif benar-benar diminimalisir. Namun jika memilih yang jahat maka dampak negatifnya besar. Empat prinsip moral tersebut, lanjut Romo Domi harus dipegang teguh.

Nilai-nilai moral, lanjutnya juga harus dipegang teguh. Semua nilai, kata dia pada prinsipnya baik. Berbicara nilai moral bukan nilai materi nominal tetapi mental batiniah yang muncul dalam sikap baik yang ditunjukan oleh manusia. Nilai-nilai yang baik dan berguna untuk pengembangan pribadi manusia. Norma moral, katanya menjadi pegangan dalam masyarakat adat, masyarakat agama. Ada norma objektif yakni aturan dan norma subjektif norma yang ada dalam diri manusia yang disebut suara hati.

Tidak ada komentar: