03 Agustus 2011

Perda Penanggulangan Resiko Bencana, Perda Inisiatif Pertama DPRD Ende

· Ende Rentan Terhadap Bencana

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu mengatakan, sejak terbentuknya Kabupaten Ende dan sejak hadirnya lembaga DPRD di kabupaten ini, penyusunan peraturan daerah (Perda) inisiatif merupakan yang pertama dari lembaga Dewan. Perda inisiatif ini sejalan dengan amanat regulasi yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 27 tentang MPR, DPRD serta aturan turunannya tentang peraturan pemerintah tentang pedomoan penyusunan peraturan daerah dan ada lembaga baru tetang badan legislasi. Sehingga berkaitan dengan perda, ini bisa dilakukan.

Hal itu dikatakan Marsel Petu saat membuka lokakarya penyempurnaan rancangan peraturan daerah (Ranperda) inisiatif tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ende di aula Olagari, Selasa (26/7). Dalam lokakarya ini menghadirkan beberapa pemibacara antara lain, Romo Domi Nong, Pr, Yos Dasi Muda, Ronny So dan Heribertus Gani.

Marsel petu mengatakan, lokakarya ini tidak hanya sebatas acara formalitas semata, tetapi harus dijadikan sebagai acara diskusi mendalam yang berisi. Semua peserta yang hadir dipersilahkan memberikan masukan, kritis, kritik untuk penyempurnaan Ranperda tersebut.

Terkait kebencanaan, kata Marsel Petu, diharapkan semua sama-sama mengerti secara topografis, bahwa daerah Ende memiliki banyak ancaman bencana alam juga bencana akibat ulah manusia. Harus disadari bahwa penanggulangan bencana, selama ini tentang penanggulangan bencana alam, sudah ada lembaga tetapi mungkin hanya sebatas koordinasi. Di ende sudah ada badan penanggulangan bencana, tapi soal manajemen penanggulangan bencana belum bisa optimal karena belum ada payung hukum di daerah ini yang mengaturnya.

Bencana alam itu sendiri, lanjutnya dalam perilaku masyarakat tidak bisa membentuk pola pikir sendiri. Bahkan, katanya, terkadang ada pihak yang berharap agar ada bencana supaya ada proyek dan ada uang. Selain itu juga, tidak boleh memiliki sikap sebagai pemadam kebakaran. Artinya benar bahwa konsep kita sebagai penanggulangan bencana tetapi kita harus melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat untuk kesiapan dalam manajemen pananggulangan bencana,” kata Marsel Petu.

Selaku ketua DPRD, lanjutnya patut mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada tim inisiator yang telah bekerja keras dalam menyiapkan bahan naskah akademik dan ranperda. Apresiasi dan penghargaan kepada pemerintah daerah kepada SKPD terkait yang selalu bersama tim inisiator dalam proses penyusunan ranperda ini juga kepada kepada direktur dan Staf FIRD yang mendukung secara total proses kegiatan ini. Kepada panitia bersama staf Sekretariat DPRD Ende dan FIRD Ende yang telah bekerjasama. Dia berharap, kerjasama dan kemitraan tersebut terus dikembangkan untuk kegiatan-kegiatn selanjutnya, kiranya bisa diteruskan kepada proses-proses penyusunan perda-perda inisiatif selanjutnya.

Ketua Tim Inisiatif, Heribertus Gani pada kesempatan itu mengatakan, lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, serta sejumlah peraturan pelaksana baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri, telah berdampak luas terhadap perubahan paradigma, sistem dan tatalaksana penyelenggaraan penanggulangan bencana mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah. Perubahan yang mendasar terletak pada peralihan paradigma, sistem dan tatalaksana penanggulangan bencana yang sebelumnya hanya berorientasi pada upaya-upaya tanggap darurat, di mana terkesan penyelenggara negara hadir sebagai pemadam kebakaran ketika sebuah wilayah luluh lantah dilanda bencana, dengan korban manusia, harta benda maupun sarana prasarana umum lainnya, tanpa memperhatikan upaya-upaya yang lebih komprehensif yang meliputi upaya promotif dan preventif yang secara simultan perlu digalakan pada masa sebelum (pra bencana) baik berupa peringatan dini, mitigasi dan kesiapsiagaan. Membangun sistem penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, menyeluruh, dan berorientasi pada pengurangan resiko bencana bagi Kabupaten Ende sudah menjadi sebuah kebutuhan.

Prespektif geologi menunjukan bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang diapiti oleh tiga lempengan bumi diantaranya; lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Disamping itu, Indonesia juga terletak dalam kawasan cincin api atau ring of fires karena terdapat sederetan gunung berapi yang aktif berjejer mulai dari kepualauan Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. Kedua fakta alam diatas menggambarkan besarnya potensi bencana alam yang dipicu oleh letusan gunung berapi, gempa bumi vulkanik maupun tektonik, dan gelombang tsunami.

Demikian halnya dengan kondisi dan karakteristik topografis dan geografis mayoritas wilayah Indonesia dan di wilayah Ende khususnya, yang berbukit-bukit dengan tingkat kemiringan diatas 40 derajad, menjadikan Kabupaten Ende sebagai sebuah wilayah yang rentan terhadap bencana banjir, banjir bandang dan tanah longsor. Tidak jarang, banyak kalangan menyebutkan Kabupaten Ende dan Pulau Flores pada umumnya sebagai etalase bencana,” kata Gani.

Dia mencontohkan seperti, letusan Gunung Api Ia pada tahun 1969, banjir Roworeke pada tahun 1988, gempa tektonik dan tsunami pada tahun 1992, banjir bandang di Desa Ndungga pada tahun 2003, serta bencana banjir di sejumlah daerah aliran sungai (DAS) disetiap musim penghujan telah memakan banyak korban jiwa, harta benda, maupun kerusakan lingkungan dengan seluruh ekosistemnya.

Fakta lain menunjukan bahwa, perubahan cuaca secara global berdampak pula pada perubahan iklim yang dramatis diberbagai wilayah yang sesewaktu dapat dilanda bencana kekeringan, yang selanjutnya berdampak pada masalah kebencanaan lainnya seperti, kebakaran hutan, hama dan penyakit tanaman maupun hewan, KLB, epeidemi, antraks, rabies, serta abrasi, dan lain-lain. Disamping itu, sebagai sebuah wilayah yang sedang berkembang, kegiatan pembangunan yang menerapkan teknologi tinggi, sesewaktu dapat pula menjadi pemicu bencana, sebagaimana dikenal dengan istilah “gagal teknologi”, apabila aktivitas pembangunan itu sendiri kurang memperhitungkan aspek mitigasi dan pengurangan resiko.

Mencermati fakta-fakta empiris sebagaimana diuraikan diatas DPRD Kabupaten Ende hadir sebagai jembatan untuk menata sistem dan tatalaksana penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Ende seperti yang isyaratkan dalam peraturan perundang-undangan, sebagai wujud kesadaran serta komitmen lembaga trrhadap isu-isu aktual sekaligus optimalisasi fungsi- fungsi DPRD khususnya berkenaan dengan fungsi legislasi DPRD yang relatif masih rendah.

Dengan demikian, berkenaan dengan isu-isu kebencanaan di daerah, pemerintah dan DPRD hadir sebagai penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum, perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan.risiko bencana dengan program pembangunan dan pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai.

Penjaminan pemenuhan hak masyarakat penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah, pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkanunsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulanganbencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain, pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya, perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya dan pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala provinsi, kabupaten/kota.

Gani mengatakan, tujuan pembentukan Ranperda tentang PPBD Kabupaten Ende adalah menyelaraskan/menjabarkan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana, memberikan landasan hukum bagi program – program penanggulangan bencana agar kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan secara sadar, terencana, sistematis, dan menyeluruh untuk mendatangkan manfaat bagi rakyat. Selain itu mengatur pemberian perlindungan kepada masyarakat, perlindungan terhadap sarana prasarana umum, serta perlindungan terhadap kelestarian lingkungan dari ancaman dan kerusakan akibat bencana. Membangun dan menata sistem serta tatacara penanggulangan bencana secara sistematis, terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, dengan memperhatikan budaya dan atau kearifan lokal serta mendorong partisipasi kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Tidak ada komentar: