08 November 2009

Perkembangan Koperasi Terjadi Kesenjangan Jumlah dan Kualitas

* Kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi NTT
Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos
Penyelenggaraan pembangunan koperasi dan usaha kecil menengah dan mikro di Provinsi NTT menunjukan perkembangan yang positif. Hanya saja, dari perkembangan itu terdapat kesenjangan antara pertumbuhan secara kuantitatif dan perkembangan secara kualitatif atau antara perkembangan jumlah dan perkembangan kualitas koperasi itu sendiri. Jumlah koperasi di NTT cukup besar namun belum diikuti oleh pertumbuhan secara kualitas dilihat dari banyaknya koperasi yang tidak aktif.

Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro Provinsi NTT, Paulus R Tadung saat pembukaan rapat evaluasi program pemberdayaan KUKM tingkat provinsi lintas kabupaten/kota se NTT di Hotel Dwi Putra, Selasa (3/11). Tadung mengatakan, di NTT saat ini terdapat sebanyak 1.749 koperasi dan yang tidak aktif sebanyak 339 atau 21 persen dari total koperasi yang ada.

Kondisi seperti ini, kata Tadung, merupakan tantangan ke depan untuk mengurangi jumlahkoperasi yang tidak aktif tersebut. Untuk tu, perlu didorong agar terjadi perkembangan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Pendekatan yang dilakukan adalah dalam pemeringkatan koperasi yang belum memasyarakat. Setiap daerah memprogramkan pemeringkatan. Dari 20 kabupaten yang ada di NTT, Kabupaten Ende yang sudah melakukan pemeringkatan.

Dikatakan, dalam destruktur usaha koperasi di NTT, masih ada ketimpangan. Koperasi yang ada di NTT mayoritas didominasi sektor jasa keuangan yakni simpan-pinjam yang mencapai 65 persen. Kebijakan yang akan ditempuh ke depan, selain mendorong usaha simpan pinjam, juga didorong agar dominasi kebijakan juga mendorong usaha dibidang produksi dan konsumsi. ”Ini problem. Ke depan perlu dorong agar lebih banyak lagi koperasi bisa berusaha di sektor-sektor produksi terutama sesuai potensi lokal masing-masing.”

Di NTT, kata Tadung, terdapat empat kabupaten yakni Ende, Ngada, Sikka dan Flores Timur menjadi kabupaten pengerak koperasi. Komitmen itu juga sangat dihargai oleh pemerintah pusat di mana Kabupaten Ende masuk 10 besar dan bahkan berada di urutan kedelapan. Hal ini merupakan prestasi yang perlu diapresiasi.

Tadung juga mengakui, selama ini, keberasdaan koperasi belum mampu berperan mengentaskan permasalahan kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Koperasi memiliki tanggung jawab mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. ”Ada koperasi yang sudah capai aset Rp150 miliar tapi saat ditanya dari 7000 anggota sudah dapat pelayanan dan tingkat penghidupan seperti apa ternyata sulit dijawab.” banyak koperasi, kata dia sudah berlaku seperti bank yang memberikan pinjaman dengan prinsip harus dapat dikembalikan tanpa melihat pemberdayaan mereka dan tidak mau tahu apakah pinjaman itu dapat meningkatkan hidup mereka atau tidak. ”Koperasi maju kalau anggota sejahtera. Koperasi mantap kalau anggota mantap.”

Bupati Ende, Don Bosco M Wangge saat membuka kegiatan ini mengatakan, keinginan gubernur NTT, Frans Lebu Raya agar menjadikan NTT provinsi koperasi dan provinsi ternak dengan program anggur merah tetapi belum semua kabupaten menjabarkannya. Komposisi APBD lebih besar porsinya untuk belanja pegawai daripada belanja publik. Kondisi seperti ini, kata Don Wangge merupakan satu tantangan dalam upaya menghidupkan koperasi.

Dengan pertemuan evaluasi ini, kata Wangge, diharapkan semua peserta yang hadir dapat memberikan masukan agar koperasi dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Melalui pertemuan ini pula, semua saling belajar agar program koperasi bisa tumbuh kembang. Semua saling belajar kelebihan masing-masing daerah dan perlu disadari bahwa yang dilakukan tidak semuanya telah berjalan sesuai apa yang diharapkan. Selama ini, kata Wangge, NTT dikenal sebagai daerah miskin akan tetapi tidak miskin dalam pengetahuan. Bahkan bupati dari NTT diberikan kesempatan menjadi pembicara di tingkat nasional. Pemikiran-pemikiran yang diberikan diterima banyak pihak.

Koperasi, kata Wangge harus bisa tumbuh kembang dan untuk itu perlu dikembangkan koperasi produksi terutama pada potensi-potensi lokal. Dominan koperasi selama ini lebih pada simpan pinjam. Langkah ini untuk mewujudkan NTT dan kabupaten/kota sebagai penggerak koperasi. Satu kesalahan selama ini, lanjutnya, belum menyiapkan sumber daya manusia koperasi namun dana sudah disalurkan. Akhirnya koperasi tidak dapat berkembang lalu mati. Untuk itu ke depan perlu diperkuat terlebih dahulu SDM baru modal dikucurkan. Soal modal sekarang tidak begitu sulit karena ada kredit usaha rakyat (KUR) di bank.

Dalam kaitan dengan penyiapan SDM, kata Wangge hendaknya dalam pelatihan atau magang benar-benar mengirim pengurus koperasi bukan malah kepala dinas atau pegawai dinas. Karena setelah kembali bukan kepala dinas atau pegawai yang menjalankan koperasi tetapi pengurus koperasi.

Kegiatan evaluasi dilaksanakan selama tiga hari dari Senin-Rabu (2-4/11) namun baru dibuka Selasa. Kegiatan ini dihadiri jajaran dinas koperasi kabupaten/kota seluruh NTT.



Tidak ada komentar: