21 Maret 2010

Listrik Padam Terus, Komisi B Panggil PLN

* Pelayanan PLN Tidak Profesional

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Menyikapi permasalahan pemadaman listrik yang sering terjadi beberapa minggu terakhir ini, Komisi B DPRD Ende memanggil pihak manajemen PT PLN Cabang Flores Bagian Barat untuk dengar pedapat. Selama ini, masyarakat Ende begitu memahami kondisi pemadaman listrik ini dan selalu menerima permintaan maaf dari pihak manajemen PLN. Namun PLN tidak pernah menanggung semua kerusakan barang elektronik milik konsumen yang disebabkan pemadaman listrik selama ini.


Rapat dengar pendapat Komisi B DPRD Ende dengan PT PLN Cabang FBB ini dipimpin Ketua Komisi B, Abdul Kadir Hasan didampingi Wakil Ketua Komisi B, Herman Yosep Wadhi. Hadir juga sejumlah anggota Komisi B diantaranya, Arminus Wuni Wasa, Haji Pua Saleh, Astuti Juma, Sudrasman A Nuh, Haji Sarwo Edi. Hadir juga anggota Komisi lainnya diantaranya Yulius Rada, Oktavianus Moa Mesi dan sejumlah anggota lainnya. Sedangkan dari PT PLN Cabang FBB, hadir Pelaksana Harian Manager PT PLN Cabang FBB, Harmaji, Manager Pembangkit PLTD Mautapaga, Gabriel Ratu bersama staf lainnya.


Abdul Kadir Hasan pada kesempatan itu mempersoalkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang tanpa sepengetahuan pemerintah setempat dan tanpa persetujuan DPRD Ende. Dia juga mempersoalkan pemadaman listrik di luar kontrak antara konsumen dengan PLN. Menurutnya, pemadaman yang dilakukan bukan karena keadaan force major atau bencana merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 maka beban tanggung jawabnya ada pada PLN.


Selama ini, lanjut Kadir, masyarakat mengeluhkan jika masyarakat tidak membayar listrik dikenai denda dan jika lebih dari tiga bulan tidak membayar maka PLN melakukan penyegelan. “Lalu kalau PLN tidak layani konsumen dan lakukan pemadaman apa yang dilakukan. Apa kompensasinya terhadap konsumen yang dirugikan dengan pemadaman listrik itu?” tanya Kadir.


Hal senada juga dikemukakan Oktavianus Moa Mesi. Menurutnya, selama ini banyak persoalan yang terjadi akibat pemadaman listrik. Banyak peralatan rumah tangga dan barang elektronik milik masyarakat rusak. Bahkan, kata Fian, akibat pemadaman listrik ada satu rumah di Ndona yang terbakar. Namun terhadap semua itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan masyarakat tidak menuntuk hak mereka kepada PLN.


Hal itu juga karena masyarakat selama ini tidak mengetahui apa yang menjadi hak mereka jika terjadi pemadaman listrik seperti itu. Selama ini, kata dia, konsumen listrik di PLN paling baik. Walau terus dilakukan pemadaman mereka masih terima hanya dengan permintaan maaf dari manajemen PLN. “Minta maaf selesai. PLN tidak pernah tanggung jawab atas segala kerusakan yang dirasakan konsumen,” kata Fian.


Pelaksana Harian Manager PT PLN Cabang Flores Bagian Barat, Harmaji pada kesempatan itu menjelaskan, sejauh ini PLN belum menaikan tarif dasar listrik (TDL). TDL yang berlaku selama ini masih merujuk pada TDL tahun 2004. yang dilakukan PLN saat ini, lanjut Harmaji adalah penetapan batas hemat untuk pelanggan di atas 6600 Va diberlakukan batas hemat di mana jika dulu disubsidi 80 persen maka sekarang subsidi berkurang menjadi 50 persen dari pemakaian. Hal itu, kata dia artinya, batas hemat sampai 50 persen masih menikmati subsidi tarif.


Pemberlakuan batas hemat ini, kata dia merupakan suatu bentuk ajakan kepada masyarakat berhemat dan jika berhemat maka rekening dibantu pemerintah melalui subsidi. Diakuinya, selama ini terdapat 300 pelanggan dan hanya 176 yang terkena batas hemat. Hanya 40 persen yang pemakaian di atas rata-rata nasional 60 persen masih hemat dan tidak terkena batas hemat.


Pemberlakuan batas hemat itu juga, urai Harmaji dipicu oleh pengurangan subsidi pemerintah. Untuk PLN Cabang FBB subsidinya dipangkas Rp28 miliar. Pemangkasan ini dengan harapan pemakaian bahan bakar dikurangi. Dengan demikian harapan PLN, masyarakat dapat berhemat dalam penggunaan listrik.


Terkait pemadaman yang dilakukan akhir-akhir ini, lanjut Harmaji, dilakukan karena adanya kerusakan pada mesin pembangkit. Dalam pelayanan, PLN memiliki mutu pelayanan sehingga terkait pemadaman, masyarakat dapat menuntut pengantian biaya beban kepada PLN sebesar 10 persen jika listrik dipadamkan 2 x 24 berturut-turut akibat kelemahan PLN. Menurutnya, listrik menyaa noral tanpa gangguan bukan hanya merupakan harapan masyarakat namun juga merupakan harapan PLN. “Itu harapan kita bersama karena kalau listrik padam harus keluarkan biaya ekstra.”


Dikatakan, PLN selalu mengupayakan untuk memulihkan kondisi ini secepatnya. Namun, lanjutnya, itulah kekurangan PLN dalam pelayanan kepada konsumen.


Sudrasman Nuh mengatakan, penjelasan yang diberikan PLN datar-datar saja dan kurang mengena dengan substansi yang dipersoalkan Dewan. PLN, lanjut Sudrasman merupakan perusahaan profesional hanya saja dalam pelayanan kepada konsumen PLN tidak profesional. “Ini harus menjadi perhatian khusus.” Kerusakan yang terjadi saat ini sampai menimbulkan terjadinya pemadaman bukan baru terjadi tahun ini namun sudah bertahun-tahun terjadi. Kondisi ini menunjukan manajemen PLN tidak melakukan studi kelayakan terhadap mesin pembangkit yang dimiliki.


Hal senada dikatakan Haji Mohamad Taher usai dialog tersebut. Menurutnya, alasan kerusakan mesin sehingga mengganggu distribusi pasokan listrik kepada konsumen merupakan alasan klasik dari tahun ke tahun. Selama ini, kata dia, PLN selalu mengakui mesin yang digunakan rusak. Namun kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi di mana PLN tetap menerima pemasangan baru padahal mengaku selalu kekurangan daya.


Dia juga menyoroti kondisi keuangan PLN yang katanya selalu merugi. Kondisi ini menurutnya juga sangat bertolak belakang dengan gaya hidup para pegawai PLN yang terkesan mewah. Selain itu, PLN terus melakukan penerimaan tenaga kerja baru di lingkup PLN. “Bagaiamana kita mau bilang PLN rugi kalau gaji karyawannya tinggi dan selalu ada penerimaan karyawan baru,” kata Haji Taher. Menurutnya, seharusnya manajemen PLN mempertimbangkan kondisi keuangan yang katanya merugi itu dengan melakukan sejumlah langkah. Dia mencontohkan, kalau kondisi keuangan terbatas harusnya PLN dapat melakukan rasionalisasi karyawan. Dengan pengurangan tenaga kerja maka dapat menghemat pembiayaan dan anggaran yang seharusnya untuk tenaga kerja itu bisa dialihkan untuk pembelian mesin baru. “Tapi itu selama ini tidak dilakukan. Justru terus terima tenaga kerja baru.”


Dia meminta agar PLN mengembalikan apa yang menjadi hak para konsumenidfak menyegelsepertipermintaan maaf tidakmenerima Dalam dengar pendapat ini, Komisi B meminta tanggung jawab PLN terkait kewajiban mereka dalam pelayanan kepada konsumen.




Tidak ada komentar: