14 Juli 2010

Beni Bosu Kritisi Maraknya Daerah Membuat Perda

* Banyak Perda Beratkan Masyarakat

Oleh Hieronmius Bokilia


Ende, Flores Pos

Notaris kondang yang juga doktor bidang hukum tata negara, Benediktus Bosu menilai saat ini banyak daerah di Indonesia termasuk NTT yang beramai-ramai membuat peraturan daerah (Perda). Hanya saja, dari sekian banyak perda yang dibuat tersebut, kebanyakan merupakan perda revisi atas perda terdahulu. Selain itu, perda yang dibuat juga lebih banyak mengatur tentang pasal pungutan yakni pajak dan retribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah yang pada akhirnya membebankan masyarakat.


Benediktus Bosu kepada wartawan di Hotel Mentari, Senin (14/6) usai tampil menjadi pembicara dalam seminar yang digelar PMKRI mengatakan, di 33 provinsi terdapat 2431 perda bermasalah. Tumpang tindih, rumusan yang bertentangan dengan UU. Banyak peraturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih di atas karena emosional dan pernbuatan perda tidak pro rakyat. Dua kategori perda yang dibuat yakni perda yang baru dan perda perubahan. Gejala di daerah, perda yang dibuat perubahan juga yang mengatur tentang pasal pungutan agar sesuai dengan perkembangan jaman.


Untuk NTT sendiri terdapat 97 perda yang diproses, yang disetujui 242 perda dan yang dibatalkan 53 perda sehingga total perda yang dibuat sebanyak 392 perda dari 21 kabupaten/kota. Bermasalah karena bertentangan dengan peraturan juga karena ada sektor rwetribusi yang tidak boleh diatur di daerah namun masih diatur. Jika ingin perda berkualitas maka perda harus melalui proses kajian. Misalkan buat perda tentang pasar maka harus dikaji dulu apakah pasar pemerintah, pasar desa atau pasar swasta agar jelas pengaturannya. Perda retribusi pasar dan terminal mengakibatkan tarif terus dinaikan sehingga rakyat dibebankan. “Misalnya pasal yang mengatur tentang karcis Rp100 dirobah pasalnya menjadi Rp150,” kata Beni Bosu.


Orang yang menyusun perda harus berpedoman pada pedoman yang sudah ada. Kondisi ini mengakibatkan banyak rumusan perda yang ada di setiap daerah sama. Terkadang lakukan studi banding lalu foto kopi perda dan dibawa pulang untuk diterapkan di daerah masing-masing. Dia mencontohkan saat di Kabupaten Malang, dilaporkan prestasi luar biasa soal pembuatan perda. Saat ditanya apakah perda baru atau perda perubahan ternyata dijawab bahwa perda yang dibuat adalah perda perubahan. Kondisi itu menurut dia adalah kelemahan.

Tidak ada komentar: