14 Juli 2010

Pengelolaan Pelabuhan Nangakeo Belum Diserahkan ke Pemkab Ende

* Kerusakan Sudah Dilaporkan ke Dishub NTT

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Ende, Abdullah Ali mengatakan hingga saat ini tanggung jawab pengelolaan Pelabuhan Ferry Nangakeo masih berada di tangan Dinas Perhubungan Provinsi NTT. Tanggung jawab pengelolaan belum diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Ende atau kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Ende.


Ditemui di Bandara Haji Hasan Aroeboesman, Senin (7/6), Abdullah Ali mengatakan, untuk penyerahan pengelolaan perlu memperhatikan sejumlah faktor seperti sumber daya manusia yang dapat mengelola seluruh fasilitas yang ada di pelabuhan, kesiapan dana dari pemerintah daerah. Menurutnya dana operasional harus disiapkan pemerintah mengingat untuk operasional membutuhkan dana yang relatif besar.


Namun terkait dengan kerusakan rantai hidrolik yang terjadi, lanjut Ali, Dinas Perhubungan Kabupaten Ende memiliki tanggung jawab moril mengingat aset itu dimanfaatkan oleh masyarakat Ende juga. Terhadap kerusakan yang ada dia sudah turun langsung ke lokasi dan melaporkannya kepada Dinas Perhubungan Provinsi NTT dan menurunkan tim teknis untuk melakukan perbaikan.


Dikatakan, kerusakan yang ada itu selain karena kurangnya perhatian dan perawatan juga karena ulah manusia. Seharusnya, pada mobile brigde (dermaga bergerak) tidak boleh dijejali banyak orang sebelum kapal ferry sandar. Namun karena pada saat kapal belum sandar dan sudah dijejali banyak orang maka mengakibatkan kerusakan.


Diberitakan sebelumnya, dua rantai hidrolik pada mobile brigde (dermaga bergerak) yang terdapat di Pelabuhan Ferri Nangakeo putus saat dilakukan bongkar muat barang dan penumpang dari KMP Uma Kalada, Minggu (6/6). Kapal dari Waingapu tujuan Ende ini juga tidak bisa sandar di dermaga karena kondisi laut yang beralun yang dapat membahayakan aktifitas bongkar muat. Putusnya rantai hidrolik MB ini mengakibatkan pelabuhan tidak dapat digunakan dan ke depan akan dialihkan ke Pelabuhan Ende atau Pelabuhan Ipi.


Koordinator Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Ferry Nangakeo, Rafael Djata kepada Flores Pos di Pelabuhan Nangakeo, mengatakan, KMP Uma Kalada tiba di Nangakeo sekitar pukul 08.00. Kapal tidak bisa sandar di pelabuhan karena menurut kapten kapal, kondisi laut beralun dan dapat membahayakan pada saat bogkar muat. Akhirnya kapal ferry hanya berlabuh di tengah laut. Aktifitas naik turun penumpang dibantu sejumlah perahu dan para penumang harus membayar Rp5000 per orang. Sedangkan bongkar muat barang berdasarkan kesepakatan harga dengan TKMB dan pemilik barang.


Pada saat dilakukan bongkar muat barang dari kapal ke dermaga, lanjut Djata, tiba-tiba dua rantai hidrolik dermaga bergerak itu putus. Sejumlah penumpang nyaris terjatuh ke dalam air. Putusnya rantai hidrolik itu sekitar pukul 09.30. “Untung tadi kapal tidak sandar. Kalau kapal sandar pintu kapal bisa pecah,” kata Djata. Nmun diakui, kendati rantai hidrolik putus namun karena dermaga tidak ambruk mengingat ada beton penahannya maka aktifitas kembali normal.


Hanya saja, kata Djata, kondisi ini sangat mengganggu aktifitas bongkar muat di pelabuhan. Apalagi, kata dia, fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan dana lebih kurang Rp24 miliar ini fakta di lapangan tidak sebanding dengan dan ayang dikeluarkan. Sejumlah fasilitas yang ada sudah mulai rusak karena kurang diperhatikan.


Romo Domi Nong, Pr, salah seorang pengguna jasa mengaku sangat kecewa dengan adanya insiden tersebut. Menurutnya, dengan tidak sandarnya kapal ferry di dermaga maka sebagai pengguna jasa harus mengeluarkan ongkos atau biaya tambahan yang cukup besar. Untuk menurunkan 11 ekor babi dari kapal, kata Romo Domi, dia harus mengeluarkan uang sebesar Rp500 ribu. “Sebenarnya tidak perlu keluarkan biaya sebesar itu kalau kapal sandar,” kata Romo Domi.


Romo Domi berharap, persoalan seperti ini ke depan harus secepatnya dibenahi. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya jangan terlalu lama membiarkan kondisi ini terus terjadi. Menurutnya, kerusakan seperti itu terjadi karena kurang perhatian dari pemerintah dalam mengurus barang-barang publik. “Sebenarnya ini tidak jadi parah kalau pemeliharaan rutin dermaga benar-benar diperhatikan. Ini persoalan perhatian terhadap barang untuk publik sangat kurang.”

Tidak ada komentar: