30 Juni 2008

Pancasila, Solusi Jalan Tengah Negara Agama dan Negara Sekular

· Diskusi merangkai Indonesia Dalam Bingkai Pancasila
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Pater Amatus Woi, SVD mengatakan, Pancasila yang saat ini menjadi dasar negara merupakan ide dan solusi jalan tengah dalam dinamika dua ide nagara agama dan negara sekular. Pancasila sebagai jalan keluar dari kebuntuan konseptual. Pancasila juga sebagai karakteristik untuk tidak menutup diri melainkan selalu membangun dialog.
Hal itu dikatakan Pater Amatus Woi dalam diskusi yang digelar Yayasan Tunas Muda bekerja sama dengan Perhimpunan Mahasiswa Katolik republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ende di aula Paroki Onekore, Jumad (6/6). Dialog menghadirkan lima pembicara masing-masing, pembicara pertama Safrudin Pua Ita, Juru Kunci Situs Bung Karno, Pater Amatus Woi, SVD, Provinsial SVD Ende, Frangki Sahilatua, Melkias laka Lena, Ketua Yayasan Tunas Muda dan Kiki Syahnarki, Ketua I Yayasan Jati Diri Bangsa.

Realitas Pluralis
Pater Amatus mengatakan, Pancasila merupakan semangat dan realitas pluralitas nusantara yang hidup dan memahami semangat pancasila di negara ini. Pancasila mengatur kehidupan negara dengan adanya minoritas dan mayoritas yang ada di mana mayoritas selalu mengayomi yang minoritas. Konsekwensi membentuk Indonesia adalah Indonesia sebagai rumah di mana seluruh etniknya baik yang mayoritas maupun yang minoritas dapat hidup dengan aman.
Pater Amatus Woi juga mengajukan pertanyaan kritis yang ditujuan kepada para pemimpin. “Penderitaan apa yang sudah ditanggung pemimpin untuk negara ini dan kalau toh sudah ada menderita untuk siapa?”
Pancasila, kata Pater Amatur mengkritisi agama yang ekslusif di mana setiap agama mengaggap bahwa agama mereka yang paling benar. “Pancasila tidak boleh disakralkan sebagai agama baru.” Pancasila harus terbuka dan selalu menantang ideologi apa saja yang memasung.
Untuk tahun 2008, katanya, Pancasila harus kembali menjadi milik rakyat dan tidak boleh menjadi alat menindas rakyat. Memperhatikan sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka pemerintah hendaknya jangan menimpakan utang negara kepasa mayarakat kecil kelas bawah dan orang kecil harus dilindungi.pater Amatus juga mengkaitkan Pancasila dengan realita kenaikan harga BBM. Menurutnya, untuk menutup defisit maka harga BBM dinaikan sehingga kas negara selamat namun di sisi lain rakyat yang terbebankan. Dikatakan, di era ini, perlu dilakukan revisi pembangunan dan mendahulukan daerah-daerah yang belum menikmati pembangunan.

Tidak Boleh Jatuh
Frangki Sahilatua dalam materinya mengatakan, melihat dan memaknai Pancasila tidak boleh melihat pada hari kemarin karena hal itu akan tidak cukup tetapi harus dibicarakan untuk waktu hari ini dan yang akan datang. Menurut Frangki, jika hanya melihat hari kemarin dan tidak melihat masa depan maka akan bingung melihat problem bangsa di waktu-waktu akan datang. Saat ini yang perlu diperjuangkan adalah masa datang tetapi harus tetap menghormati dan mengenang pejuang pancasila di masa lalu. Pancassila, katanya harus menjadi milik rakyat dan tumbuh dari rakyat demi menjaga kepentingan rakyat. “Rakyat tidak boleh jatuh. Kalau rakyat jatuh bangsa akan bubar. Pemerintah boleh jatuh tetapi rakyat tidak boleh.”
Pancasila, kata dia merupakan tongak bagi rakyat untuk tetap menjaga bangsa dan merupakan alat menjaga bangsa agar masyarakat tetap terjaga di Indonesia. Pancasila melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat. Dikatakan, Pancasila harus dihubungkan degan kebutuhan kongkrit masyarakat dan rakyat tetap mempertahankan agar Pancasila tetap eksis dan berkembang dikalangan masyarakat. “Pancasila boleh terseok-seok di Monas tetapi harus tetap berkibar di Ende.”
Pembicara lainnya, Melkias Laka Lena mengatakan, berdasarkan hasil survei yang pernah dirilis Kompas, menyebutkan hanya 4 persen mahasiswa yang masih tahu tentang Pancasila. Hal ini, kata dia merupakan persoalan yang serius. Intinya, kata Melkias, Pancasila menjadi asing di negara sendiri pada hal di banyak negara Pancasila menjadi bahan kajian serius karena Pancasila turut menyumbang bagi kedamaian di dunia.
Dikatakan, guru baNGSA Bung Karno mengungkapkan tiga hal sebagai bangsa yakni berdaulat, mandiri di bidang ekonomi dan memiliki kepribadian bangsa. Akhir-akhir ini, kata dia Indonesia tidak berdaulat tetapi semakin ditekan bangsa-bangsa asing. Potret politik menunjukan musyawarah mufakat tetapi akhir-akhir ini lebih terpesona pada voting. Aspek musyawarah mufakat tidak tercermin dalam one man one vote apalagi sistem politik yang dibangun bukan untuk kesejahteraan rakyat tetapi saling mengunci. Bidang ekonomi, pemerataan distribusi sektor keadilan ekonomi bagi banyak orang masih menjadi masalah dan tantangan untuk memikirkan untuk menggerakan sektor-sektor non APBN/APBD.
Kemandirian ekonomi agar tidak terlalu bergantung pada APBN dengan menciptakan sektor-sektor produksi lain di luar APBN/APBD. “Politisi harus mencari celah membalikan ketergantungan itu.”
Sementara itu Kiki Syahnarki mengatakan, negara Indonesia memiliki tiga ciri yakni negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang dan memiliki sumberdaya alam yang kaya serta adanya kebhinekaan. Konsekwensi dari semua itu, menjadi daerah incaran negara-negara asing untuk mengisap dan mengambil sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia. Indonesia, kata dia mengandung kekuatan dan juga potensi konflik perpecahan jika tidak dipupuk dan dibina. Pancasila lahir sebagai alat perekat bangsa dan tidak lahir di ruang hampa. Dikatakan, pada masa lalu ketika perang menggunakan senjata dan berupaya menguasai teritori namun perang di masa sekarang lebih pada peperangan ekonomi, budaya, informasi, persepsi untuk menguasai negara lain. “Kalau dulu tentaranya manusia tetapi sekarang tentaranya perusahaan multinasional untuk menguasai ekonomi.” LSM juga berupaya membangun pemahaman baru dan perang budaya untuk berupaya menghilangkan nilai-nilai gotong royong, musyawarah mufakat dan masyarakat digiring sebagai alat politik.
Ibu Manis dari SMAK Syuradikara pada sesi dialog mengatakan, materi Pater Amatus terkait Pancasila sebagai jalan tengah negara agama dan negara sekular tetapi kenyataan saat ini ada beberapa daerah yang mulai menerapkan syariat Islam dan itu berarti Pancasila tidak lagi menjadi dasar negara. Menanggapi hal itu, Pater Amatus mengatakan bangsa saat ini masih terus tumbuh sehingga kekeliruan masih sering terjadi. Namun, katanya, apa yang terjadi di Aceh tidak dilihat sebagai bahaya kehancuran bangsa namun menjadi proses pematangan mengingat di Aceh yang selama ini tertutup dengan adanya konflik.
Kiki Syahnarki menangapi hal itu mengatakan, syariah islam bukan hanya di aceh tetapi sudah 42 kabupaten yang telah menjalankan peraturan daerah syariah. Namun, kata dia, semakin hari tendensinya kian menurun dan hal itu kembali pada pentingnya perkuat nasionalis.
Pada kesempatan itu, Frangki Sahilatua sempat menyanyikan tiga lagu masing-masing pancasila Rumah Kita yang dinyanyikan bersama peserta dialog, Kita-kita-kamu-kamu dan Badai.

1 komentar:

NASUMUTI mengatakan...

om hiero, profisiat!!!!
makin mantap saja dengan ulasan-ulasannya. coba perdalam lagi dengan riset internet dan buku-buku referensi agar ia bisa jadi tulisan dengan warna khas. biar om hiero pung blog bisa ada warna lain lebih dari sekadar paparan info dalam bentuk berita.
tapi saya yakin kesuksesan om hiero sudah 99,99%. 0,01-nya nanti yang DI ATAS yang tambah.

your litle bro
MEA