29 Juni 2008

Piet Eo; Kurang Masuk Akal Kalau Petani itu Miskin

• Pelatihan pengembangan Agribisnis Pedesaan
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Piet Eo, seorang petani sukses yang selama ini mengembangkan pertanian berbasis kakao di Nangaba menyatakan kurang masuk akal kalau petani itu selau miskin. Kemiskinan yang terjadi pada petani, menurut dia terjadi karena petani kurang bekerja maksimal dalam kegiatan usaha taninya. Menurut dia, jika petani berprimsip tanam dan tanam tentu kemiskinan dengan sendirinya hilang dari para petani.
Hal itu dikatakanya dihadapan peserta pelatihan pengembangan agribisnis pedesaan di Kabupaten Ende sebagai salah satu wilayah program peningkatan pendapatan petani melalui inovasi (P4MI) di Hotel Safari, Senin (26/5). Piet Eo merupakan profil seorang petani yang berhasil dalam mengembangkan usaha pertanian. Dihadapan para peserta dia mengatakan, secara pribadi semangatnya dalam bekerja adalah kalau sudah bekerja akan terus bekerja dan bekerja tanpa henti. Jika pagi hari, dia menjadi petani namun jika sore hari dia akan menyesuaikan dengan kondisi sekitar. Petani miskin menurut dia memang tidak masuk akal dan hal itu terjadi karena mental petani itu sendiri. Kalau mau menjadi petani, kata dia, harus menjadi petani yang sungguh-sungguh dan tidak boleh asal-asalan. “Repot kalau jadi petani tapi takut kotor, kulit kusam. Itu bukan petani.”
Kembangkan Kakao
Piet Eo menceritakan riwayat usahanya hingga mencapai kesuksesan. Tanaman yang dia kembangkan yakni kakao sebagai tanaman utama, kelapa sebagai tanaman penunjang dan sapi sebagai usaha pelengkap. Dikatakan, tanaman kakao yang dia kembangkan dimulai pada tahun 1986 di mana bibitnya dicari sendiri karena dia menyadari terbatasnya kemampuan pemerintah. Saat itu, katanya, dia berhasil menanam 2000 pohon kakao. Panen awal dilakukan pada tahun 1989 dan pada waktu itu ditawar dengan harga Rp700 per kilogram. Produksi puncak baru dialami pada tahun 1994-1997 dengan panen 1,5 ton setiap dua minggu dengan harga pada waktu itu Rp1000-2000 per kilogram. Namun, kata dia, usahanya tidak selamanya berjalan mulus karena pada tahun 1998-2000 dan produksi menurun hanya sekitar 5-6 ton per tahun padahal pada waktu itu harga sudah mulai naik sampai Rp20 ribu per kilogram. “Sejak tiga tahun terakhir karena hama PBK, helopeltis dan karena usia tanaman yang sudah tua produksi menurun drastis.” Dikatakan Piet Eo setelah dia melihat keberhasilan peremajaan tanaman kakao yang dikembangkan di Hobatuwa dia kemudian melakukan peremajaan tanaman menggunakan teknik tersebut dan mulai sukses.
Peremajaan Kakao
Kedepan, katanya, dia berencana mengembangkan sistem peremajaan kakao dengan sambung samping menggunakan tanaman unggul. Selain itu akan melakuka perluasan tanaman kelapa, intensifikasi ternak sapi dan introduksi ternak kambing. Kepada sesama petani, Piet Eo berpesan untuk menanam tanaman sebanyak-banyaknya pada lahan yang dimiliki. “Jangan berpuas dengan hasil usaha yang sudah ada. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya.”
Pindah ke Ende
Pada kesempatan itu, tampil juga petani lainnya Sumardi yang merupakan petani sayur asal Banyuwangi-Jawa Timur sejak tahun 2005 mengebangkan usaha pertanian sayuran di Ende. Dihadapan para peserta, Sumardi mengatakan, sebelumnya dia berusaha tani lombok dan tomat di bayuwangi dan setelah itu pindah ke kalimantan. Setelah melihat produksi sayur di Jawa banyak dan saingan begitu banyak dia memilih pindah ke Ende. Di Ende, kata Sumardi, dia mengontrak tanah seluas 4000 meter persegi seharga Rp7,5 juta selama 10 tahun. Dari tanah yang dikontrak itu, dia tanami tomat dan lombok yang hasil panennya memberikan keuntungan sampai Rp32,7 juta. Setelah berhasil mengembangkan usaha itu, tahun 2006 dia kembali mengontrak tanah seluas 4000 meter persegi senilai Rp5 juta selama tiga tahun. Upaya mengembangkan usaha tomat dan lombok itu dia lakukan secara ulet. Dikatakan, agar produksi tomat dan lombok tidak putus selama satu tahun maka dibutuhkan beberapa lahan. Hal itu membuat dia kembali mengontrak lahan seluas 3000 meter pada tahun 2007 seharga Rp9,25 juta selama lima tahun di Nanganesa.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan daerah (Bappeda) Kabupaten Ende, Dominikus Minggu Mere pada kegiatan itu mengatakan, wilayah Ende memiliki potensi alam yang belum semuanya digali. Dari pengamatan di lapanganterbetnang tanaman kakao, di Zozozea dan Onelako dengan tanah yang subur untuk ditanami sayur-sayuran. Dia mengajak segenap petani untuk tidak berpangku tangan dan memanfaatkan setiap jengkal tanah yang ada.

Tidak ada komentar: